Share

Bagian 2

Author: Dewi Mega
last update Last Updated: 2022-02-05 21:21:43

DAN AKHIRNYA ISTRIKU DIAM

 

BAGIAN 2

 

[Mas, ini tidak benar! Sebaik-baiknya wanita adalah istrimu, Rima.]

 

Satu baris kalimat balasan dari Gayatri membuat Alan seketika tidak fokus pada pekerjaannya. Gayatri memang ia kagumi sejak lama, jauh sebelum ia menikah dengan Rima. Gadis sederhana yang membuatnya terpukau, kepintarannya dibalut dengan kelembutan yang sempurna. Sosok yang begitu mempesona bagi seorang Alan. 

 

Hingga ... satu langkah menggapai cinta Gayatri kandas, ketika Rima mendatanginya dengan binar penuh cinta. Sebuah perasaan yang tidak bisa ditolak, satu kenyataan yang membuat Gayatri mundur perlahan.

 

Gayatri dan istrinya adalah dua sahabat yang begitu dekat, mereka saling menyayangi seperti kakak beradik, sosok Gayatri yang merupakan anak dari seorang tak berpunya, kemudian dibawa oleh orang tua Rima yang kaya raya, ia diberi tugas menemani Rima yang merupakan anak semata wayang, Gayatri diberi semua yang terbaik, termasuk pendidikan.

 

Seketika lamunan Alan buyar, ketika satu hal ia sadari, ponselnya sepi. Biasanya, dari mulai ia berangkat ke kantor, hape miliknya terus berbunyi, entah itu telepon atau deretan chat dari Rima.

 

[Aku pulang larut malam ini.] 

 

Alan merasa aneh dan memancingnya dengan satu pesan.

 

[Iya, Mas!]

 

Pria itu mengernyitkan dahi, benar-benar bukan Rima yang selama ini ia kenal, biasanya Rima akan merajuk dan datang ke kantor, membatalkan pertemuan dan membawa dirinya pulang bersama, perusahaan ini memang milik Ayah Rima, sehingga dirinya memiliki wewenang dan terkadang seenaknya.

 

****

 

.

 

.

 

"Hey, kenapa pesan dan teleponku gak dibalas!" ucap Gayatri menemui Rima, sahabatnya itu sedang terbaring hanya mengenakan daster dengan rambut yang acak-acakan dan membaca sebuah buku.

 

"Kamu sakit?" Gayatri mendekat dan dengan cemas memegang kening Rima.

 

"Tidak! Aku tidak sakit. Beberapa waktu ini aku memang sedikit malas, aku ingin sendirian."

 

"Kenapa? Ada masalah? Sama Mas Alan?"

 

Rima menggeleng pelan dan memaksakan untuk tersenyum. "Aku tidak sakit. Kamu tak perlu khawatir."

 

Gayatri menatap sahabatnya itu, ada yang lain. 

 

"Aku sudah menyiapkan hotel terbaik dengan kamar favoritmu untuk anniversary kamu sama Mas Alan, ayo dong jangan mager! Kita nyalon!" ucap Gayatri lagi.

 

"Mas Alan yang menyuruhmu?"

 

Gayatri mengangguk semangat. "Dia itu ingin istrinya bahagia dan senang, apa pun dilakukan untuk itu. Jadi kamu jangan mager!"

 

Rima menghela napas dan membuangnya perlahan. "Aku tidak ingin kemanapun, ingin di rumah saja, katakan pada suamiku, batalkan seluruh rencananya!" 

 

"Tapi hotel sudah dipesan, semua sudah dipersiapkan," ujar Gayatri.

 

"Membatalkan satu malam kamar hotel tidak akan menipiskan tabungannya bukan?"

 

Gayatri diam dengan segala keheranan atas sikap Rima. 

 

"Sebaiknya kamu pun pulang, Ay. Aku ingin sendiri, nanti aku akan mengabarimu dan bercerita tentang perasaanku."

 

Gayatri mengangguk, kemudian ia pergi dengan perasaan berat. Sesampainya di mobil, ia pun menghubungi Alan, memberitahu atasannya itu bila istrinya menyuruh untuk membatalkan seluruh rangkain acara anniversary pernikahan mereka.

 

"Dia mengatakan sesuatu padamu?" tanya Alan melalui sambungan telepon.

 

"Tidak, aku rasa dia menyembunyikan sesuatu."

 

Alan menghela napas. "Baiklah! Aku tutup dulu."

 

"Iya, Mas!"

 

Setelahnya tanpa banyak berpikir, Alan pun memutuskan untuk pulang, pikirannya tak karuan, sikap Rima membuatnya pusing.

 

Ia lajukan kendaraannya di tengah keramaian kota, membutuhkan waktu hampir satu jam untuk tiba di rumah. Ia segera masuk dan mencari istrinya, hingga ia dapati Rima sedang berbaring di kamar.

 

"Kenapa kamu batalkan rangkaian acara yang sudah ku buat?"

 

Rima tidak buru-buru menjawab dan hanya menatap Alan.

 

"Jawab, Rima! Sebetulnya ada apa? Sikap diam itu kenapa? Seandainya aku bersalah, aku tidak tahu letak salahku dimana? Katakan! Jangan diam! Aku bukan cenayang."

 

"Aku hanya ingin melewatkan hari jadi kita di rumah, itu saja!"

 

Alan tersenyum kesal. "Sungguh ini bukan dirimu. Rima adalah seseorang yang akan meminta sesuatu hal yang sangat mewah untuk sebuah perayaan," jawab Alan.

 

Setidaknya Rima paham satu hal akhirnya, segala hal yang dilakukan Alan selama ini bukanlah tentang cinta, tapi untuk memuaskan dirinya dan mungkin tak berarti untuk Alan sendiri.

 

"Ada waktu dimana aku mulai berpikir, apa semua yang telah kita lewati itu keinginan kita atau hanya untuk menyenangkan aku saja dan kamu berat."

 

"Maksudmu apa? Sudahlah jangan drama. Apa tidak cukup selama ini dramanya?"

 

Bila dulu kata-kata itu terdengar bagai angin lalu, kenapa hari ini Rima merasakan begitu sakit.

 

"Sebagai kado pernikahan kita, aku ingin meminta sesuatu darimu."

 

"Tentu! Kamu boleh meminta apa saja, Rima. Seperti biasa aku akan mengabulkannya. Apa pun itu."

 

"Aku hanya ingin kejujuran."

 

Alan diam sejenak, menatap istrinya yang kini bersandar pada dipan.

 

"Kejujuran apa?"

 

"Apa saja yang kamu tutupi dariku!"

 

Alan kembali tersenyum heran, istrinya benar-benar aneh. "Kejujuran macam apa? Bukankah pada beberapa hal ada yang harus ditutupi agar tidak saling menyakiti?"

 

"Termasuk kenyataan bila yang kamu cintai adalah Gayatri?"

 

Alan termangu. Bibirnya seketika tergagap, ia tak bisa berkata satu huruf pun dan hanya menatap Rima dengan mematung. Keangkuhannya seolah pudar dalam seketika, istri yang tak jauh di hadapannya kini memandang dengan wajah polos dan mata memerah

 

Masih lanjut?DAN AKHIRNYA ISTRIKU DIAM

 

BAGIAN 2

 

[Mas, ini tidak benar! Sebaik-baiknya wanita adalah istrimu, Rima.]

 

Satu baris kalimat balasan dari Gayatri membuat Alan seketika tidak fokus pada pekerjaannya. Gayatri memang ia kagumi sejak lama, jauh sebelum ia menikah dengan Rima. Gadis sederhana yang membuatnya terpukau, kepintarannya dibalut dengan kelembutan yang sempurna. Sosok yang begitu mempesona bagi seorang Alan. 

 

Hingga ... satu langkah menggapai cinta Gayatri kandas, ketika Rima mendatanginya dengan binar penuh cinta. Sebuah perasaan yang tidak bisa ditolak, satu kenyataan yang membuat Gayatri mundur perlahan.

 

Gayatri dan istrinya adalah dua sahabat yang begitu dekat, mereka saling menyayangi seperti kakak beradik, sosok Gayatri yang merupakan anak dari seorang tak berpunya, kemudian dibawa oleh orang tua Rima yang kaya raya, ia diberi tugas menemani Rima yang merupakan anak semata wayang, Gayatri diberi semua yang terbaik, termasuk pendidikan.

 

Seketika lamunan Alan buyar, ketika satu hal ia sadari, ponselnya sepi. Biasanya, dari mulai ia berangkat ke kantor, hape miliknya terus berbunyi, entah itu telepon atau deretan chat dari Rima.

 

[Aku pulang larut malam ini.] 

 

Alan merasa aneh dan memancingnya dengan satu pesan.

 

[Iya, Mas!]

 

Pria itu mengernyitkan dahi, benar-benar bukan Rima yang selama ini ia kenal, biasanya Rima akan merajuk dan datang ke kantor, membatalkan pertemuan dan membawa dirinya pulang bersama, perusahaan ini memang milik Ayah Rima, sehingga dirinya memiliki wewenang dan terkadang seenaknya.

 

****

 

.

 

.

 

"Hey, kenapa pesan dan teleponku gak dibalas!" ucap Gayatri menemui Rima, sahabatnya itu sedang terbaring hanya mengenakan daster dengan rambut yang acak-acakan dan membaca sebuah buku.

 

"Kamu sakit?" Gayatri mendekat dan dengan cemas memegang kening Rima.

 

"Tidak! Aku tidak sakit. Beberapa waktu ini aku memang sedikit malas, aku ingin sendirian."

 

"Kenapa? Ada masalah? Sama Mas Alan?"

 

Rima menggeleng pelan dan memaksakan untuk tersenyum. "Aku tidak sakit. Kamu tak perlu khawatir."

 

Gayatri menatap sahabatnya itu, ada yang lain. 

 

"Aku sudah menyiapkan hotel terbaik dengan kamar favoritmu untuk anniversary kamu sama Mas Alan, ayo dong jangan mager! Kita nyalon!" ucap Gayatri lagi.

 

"Mas Alan yang menyuruhmu?"

 

Gayatri mengangguk semangat. "Dia itu ingin istrinya bahagia dan senang, apa pun dilakukan untuk itu. Jadi kamu jangan mager!"

 

Rima menghela napas dan membuangnya perlahan. "Aku tidak ingin kemanapun, ingin di rumah saja, katakan pada suamiku, batalkan seluruh rencananya!" 

 

"Tapi hotel sudah dipesan, semua sudah dipersiapkan," ujar Gayatri.

 

"Membatalkan satu malam kamar hotel tidak akan menipiskan tabungannya bukan?"

 

Gayatri diam dengan segala keheranan atas sikap Rima. 

 

"Sebaiknya kamu pun pulang, Ay. Aku ingin sendiri, nanti aku akan mengabarimu dan bercerita tentang perasaanku."

 

Gayatri mengangguk, kemudian ia pergi dengan perasaan berat. Sesampainya di mobil, ia pun menghubungi Alan, memberitahu atasannya itu bila istrinya menyuruh untuk membatalkan seluruh rangkain acara anniversary pernikahan mereka.

 

"Dia mengatakan sesuatu padamu?" tanya Alan melalui sambungan telepon.

 

"Tidak, aku rasa dia menyembunyikan sesuatu."

 

Alan menghela napas. "Baiklah! Aku tutup dulu."

 

"Iya, Mas!"

 

Setelahnya tanpa banyak berpikir, Alan pun memutuskan untuk pulang, pikirannya tak karuan, sikap Rima membuatnya pusing.

 

Ia lajukan kendaraannya di tengah keramaian kota, membutuhkan waktu hampir satu jam untuk tiba di rumah. Ia segera masuk dan mencari istrinya, hingga ia dapati Rima sedang berbaring di kamar.

 

"Kenapa kamu batalkan rangkaian acara yang sudah ku buat?"

 

Rima tidak buru-buru menjawab dan hanya menatap Alan.

 

"Jawab, Rima! Sebetulnya ada apa? Sikap diam itu kenapa? Seandainya aku bersalah, aku tidak tahu letak salahku dimana? Katakan! Jangan diam! Aku bukan cenayang."

 

"Aku hanya ingin melewatkan hari jadi kita di rumah, itu saja!"

 

Alan tersenyum kesal. "Sungguh ini bukan dirimu. Rima adalah seseorang yang akan meminta sesuatu hal yang sangat mewah untuk sebuah perayaan," jawab Alan.

 

Setidaknya Rima paham satu hal akhirnya, segala hal yang dilakukan Alan selama ini bukanlah tentang cinta, tapi untuk memuaskan dirinya dan mungkin tak berarti untuk Alan sendiri.

 

"Ada waktu dimana aku mulai berpikir, apa semua yang telah kita lewati itu keinginan kita atau hanya untuk menyenangkan aku saja dan kamu berat."

 

"Maksudmu apa? Sudahlah jangan drama. Apa tidak cukup selama ini dramanya?"

 

Bila dulu kata-kata itu terdengar bagai angin lalu, kenapa hari ini Rima merasakan begitu sakit.

 

"Sebagai kado pernikahan kita, aku ingin meminta sesuatu darimu."

 

"Tentu! Kamu boleh meminta apa saja, Rima. Seperti biasa aku akan mengabulkannya. Apa pun itu."

 

"Aku hanya ingin kejujuran."

 

Alan diam sejenak, menatap istrinya yang kini bersandar pada dipan.

 

"Kejujuran apa?"

 

"Apa saja yang kamu tutupi dariku!"

 

Alan kembali tersenyum heran, istrinya benar-benar aneh. "Kejujuran macam apa? Bukankah pada beberapa hal ada yang harus ditutupi agar tidak saling menyakiti?"

 

"Termasuk kenyataan bila yang kamu cintai adalah Gayatri?"

 

Alan termangu. Bibirnya seketika tergagap, ia tak bisa berkata satu huruf pun dan hanya menatap Rima dengan mematung. Keangkuhannya seolah pudar dalam seketika, istri yang tak jauh di hadapannya kini memandang dengan wajah polos dan mata memerah

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (32)
goodnovel comment avatar
Anikpurwati
ko diulang2 terus yang baca bingung
goodnovel comment avatar
Wiryosentono Wiryosentono
apaaaalaaah di ulang ulang
goodnovel comment avatar
Lail Maubile
kok mengulang terus ?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dan Akhirnya Istriku Diam   End

    Galih menemani setiap masa tersulit Rima, begitu juga dengan Rima. Pernikahan mereka saat ini sudah memasuki usia sepuluh tahun, tidak terasa. Banyak hal yang sudah dilewati dengan baik."Selamat hari pernikahan yang ke sepuluh!" Rima memeluk Galih dari belakang, suaminya itu sedang bersiap menuju rumah sakit. Galih membalikkan badan, ia kecup kening Rima dengan penuh cinta, semuanya masih sama seperti dulu, tak ada yang berubah. "Semoga kita bisa lebih panjang lagi menikmati waktu berdua!""Tidak hanya berdua, aku ingin bertiga atau berempat," ucap Rima.Galih terdiam, ia tahu maksud istrinya, tapi kemudian dipatahkan oleh kenyataan pahit sebuah takdir yang tidak bisa diubah."Aku tetap bisa menjadi ibu meski tidak melahirkan, iya kan?" ucap Rima.Suaminya itu mengangguk pelan. "Kamu mau kita mengadopsi anak?""Iya! Kamu gimana?" tanya Rima."Aku ikut semua hal yang membuat kamu bahagia!""Tapi kamu happy?""Tentu."Rima tersenyum, ia sudah menimang semuanya beberapa waktu ini, tida

  • Dan Akhirnya Istriku Diam   Bagian 53

    "Ayo, Dok! Satu suap saja!" ujar dokter muda bernama Hani."Tidak, biar saya makan sendiri saja!" jawab Galih."Ayolah, Dok! Semua sudah, tinggal dokter saja, nih!" ucap Hani mendekatkan tangan yang sedang memegang sepotong kue ke mulut Galih."Saya menganggap semua yang ada di sini itu keluarga, apalagi aku hidup sendirian semenjak kecil, jadi momen ini aku ingin merasakan kehangatan keluarga, aku suapi, ya!" ucap Hani. Sosoknya memang ceria dan dekat dengan siapapun, ia mudah bergaul dan mengambil hati banyak orang, termasuk semua yang saat ini ada di sini, hanya Galih yang bersikap biasa saja, ia memang dikenal sedikit tertutup dan membatasi diri."Sekali saja ya, dok!" Hani merajuk, merasa tidak enak dan tidak tega, Galih pun akhirnya menerima suapan itu dengan perasaan berdosa pada Rima. Hingga akhirnya, pintu terbuka tepat ketika Hani menyuapinya.Seketika ruangan hening melihat kedatangan Rima, begitu juga Galih yang langsung salah tingkah, ia takut bila istrinya akan berpikir

  • Dan Akhirnya Istriku Diam   Bagian 52

    Selepas berdoa, Rima dan Galih beranjak dari tempat peristirahatan terakhir Gayatri. Keduanya memutuskan untuk singgah sejenak di kota ini dan menyewa sebuah penginapan sambil menikmati indahnya kebun teh di akhir pekan."Syahra memberi kabar padamu?" tanya Galih ketika keduanya berapa dalam perjalanan menuju hotel.Rima menganggukkan kepalanya dan melihat ke arah Galih. "Memangnya ada apa?""Tidak! Kemarin aku melihat statusnya hitam gitu, ku pikir sedang ada masalah dan siapa tahu kalian saling bertukar kabar.""Syahra tidak pernah bercerita apa pun, dia itu orang yang paling menutupi semua bentuk masalah. Sholehah banget sih, sebagaimana kekurangan suami, dia gak akan mengumbar apa pun itu yang sifatnya buruk."Galih mengangguk setuju dengan yang diucapkan Rima. Kenyataannya Syahra memang seperti itu. Sepanjang perjalanan menuju penginapan disuguhi pemandangan indah, hamparan luas kebun teh yang hijau, sejauh mata memandang membuat kesejukan yang tidak terkira, menyusup sampai ke

  • Dan Akhirnya Istriku Diam   Bagian 51

    Galih memegang tangan sang istri. "Kalau memang kita ditakdirkan untuk tidak memiliki keturunan di dunia, pasti Allah menjanjikan nikmat di surga. Pernikahan kita untuk berjalan ke sana buka? Jangan khawatir tentang semua yang sifatnya sudah menjadi hal preogratif Allah. Kita bisa menjadi orang tua untuk seribu anak.Rima terdiam, ia menghela napas panjang. Matanya kini mulai menghangat, tentang anak ini memang seringkali membuatnya khawatir dan cemas, terkadang ia takut bila akan tua sendirian, ia takut pada hal yang sebetulnya belum terjadi."Aku merasa tidak berguna, beberapa waktu ini pikiranku kacau, semua ini sangat sulit.""Kita bisa melewati ini, Rima. Kita akan tetap bahagia. Jadikan Allah sebagai pusat bertumpu dalam segala hal, maka lambat laun semua kecemasan akan hilang."Rima menundukkan wajah, tangannya berpegang erat pada Galih. Satu tetes air mata turun."Dengan segala ujian ini, kamu adalah makhluk spesial yang dipilihNya," ucap Galih lagi.Istrinya itu mengangguk pe

  • Dan Akhirnya Istriku Diam   Bagian 50

    Rima terdiam dan menatap Galih dengan nanar. Sejenak hening mengisi ruangan inI. Jantung Rima berdegup kencang dengan irama yang tidak menentu, ia seperti bisa membaca situasi yang terjadi. Disingkap pakaian yang ia kenakan, kemudian ia lihat bekas luka jahitan yang terlihat mengering."Apa sudah tidak ada rahimku di sana?" ucap Rima menunjuk perutnya.Galih membuang napas kasar, ia membawa langkahnya mendekat pada sang istri. Meski pijakan kakinya seperti sedang tak menapak."Jawab Galih!" Teriak Rima ketika suaminya hendak meraih tangannya. Tak terasa derai tangis turun. "Kita akan bahagia tanpa anak, Rima!"Tersentak Rima, ini adalah kehancuran kesekian kali yang akhirnya harus ia dengar dan ia rasakan. Bahkan selama 31 tahun hidupnya, ia sama sekali belum pernah merasakan kehamilan, tapi ternyata takdir berkehendak bila bagian penting bagi seorang wanita harus terangkat.Setelah itu ia jatuh terkulai, menangis sejadi-jadinya. Menerima takdir adalah hal yang tak mudah.Galih memel

  • Dan Akhirnya Istriku Diam   Bagian 49

    "Aku harus mendapat tindakan, ya?" tanya Rima ketika menerima hasil yang Galih bawa."Hanya tindakan kecil, setelah itu gak apa-apa, kita bisa mulai programa hamil. Kita akan berbulan madu ke tempat yang kamu inginkan," ucap Galih."Kata orang, kalau punya kista suka susah hamil.""Kamu kan punya dua tangan untuk menutup telingamu, jadi dengarkan aku saja, jangan yang lain."Rima mengerucutkan bibir sambil memegang kertas, ada sejumput rasa khawatir, mengingat usianya pun tak lagi muda, sudah 30 tahun lebih. Galih mendekat, merasakan ketidaksenangan istrinya, ia peluk Rima dengan hangat dan membesarkan hatinya."Jangan takut dan khawatir, percayalah semua akan baik-baik saja."Rima membalas pelukannya, setelah berkali-kali mereka batal untuk menikmati waktu berduaan, dua hari ke depan Galih mengambil cuti. Mereka memilih untuk menghabiskan waktu berdua di rumah."Mau tidur di hotel?""Tidak usah, di rumah saja. Aku tidak ada mood pergi kemana-mana, di sini saja sudah nyaman."Galih me

  • Dan Akhirnya Istriku Diam   Bagian 48

    Galih ikuti langkah istrinya yang kini duduk di ranjang. Ia pegang pundak Rima lembut dan duduk di sampingnya."Jangan ngambek!"Rima membalikkan tubuhnya, melihat Galih sesaat, kemudian tersenyum. "Aku tidak marah, aku hanya sedang menggodamu saja!"Galih membuang napas kasar. "Aku tidak suka kamu menggodanya seperti itu.""Iya, maaf pak dokter!""Ya sudah, ayo! Sekarang saja."Rima diam, ia sedikit mengigit bibir bawahnya. "Barusan aku cek dan sedang haid."Galih menelan ludah tanda kecewa. "Aku puasa satu Minggu?"Rima mengangguk pelan.Helaan napas dari Galih kembali terdengar. "Oke, baiklah! Aku akan menahan diri sampai satu minggu ke depan, sekarang habiskan dulu makananmu, aku tidak ingin kamu sakit!""Yuk!" Rima mengulurkan tangannya dan mereka berdua kembali menikmati makanannya.Hari setelah hari ini tidak menjanjikan sesuatu berjalan dengan baik-baik saja. Banyak hal yang akan berganti, bahagia tidak akan selamanya, begitu juga sakit. ****..Dua bulan pertama pernikahan

  • Dan Akhirnya Istriku Diam   Bagian 47

    Saat-saat perjalanan Gayatri menuju dikebumikan adalah proses dimana Rima merasa bahwa ia harus mendampingi semuanya sampai akhir. Tak peduli apa yang terjadi, ia akan mengingat Gayatri sebagai teman paling baik yang ada di dalam hidupnya.Alan pun turun membantu semua prosesi ini sampai akhir, gerimis tipis-tipis seolah memberikan semilir surga yang terasa sejuk.Ketika semua selesai, satu persatu yang datang pun turut pulang. Alan masih mengadahkan tangannya memanjat doa. Kesedihan nampak jelas di wajahnya. Setelah beranjak pergi, terkadang baru disadari bila orang itu cukup berharga. Manusia lainnya yang luar biasa adalah Syahra, ia nampak sabar dan tegar."Kita pulang, Mas!" Syahra mendekat dan memayunginya. Alan mengangguk. Kemudian beranjak dari, ia ambil payung itu dan membawa Syahra lebih dekat dengan dirinya. Mereka pun berlalu, diiringi Galih dan Rima di belakangnya, juga dalam satu payung yang sama.Sesampainya di mobil, Syahra lebih banyak diam. Melihat sikap Alan tak mun

  • Dan Akhirnya Istriku Diam   Bagian 46

    Galih dan Rima akan menggelar akad yang sederhana, kebaya putih dengan desain terbaiknya dipilih untuk prosesi akad nikah. Pakaian yang mereka kenakan, nampak indah membalut mereka. Sederhana dan elegan."Tak sabar hari itu tiba!" ucap Galih yang kini berdampingan dengan Rima. Keduanya berdiri di depan sebuah kaca yang besar. Menatap diri masing-masing.. Sebuah pesan dari "Hanya sebulan lagi," jawab Rima dengan senyumnya yang manis."Kamu sudah sepenuhnya yakin padaku, Rima?""Kalau tidak yakin, aku tidak akan membuat keputusan di awal."Galih mengalihkan pandangannya pada Rima, ia tatap wanita yang sudah ia kenal sejak masih duduk di bangku sekolah itu, yang berubah hanya satu, ia jauh lebih baik dan cantik dengan hijab yang dipakainya."Jangan lama-lama natapnya! Nanti jatuh cinta," ucap Rima yang tersipu."Sudah sejak lama!" jawab Galih semakin membuat jantung Rima berdegup kencang. Setelah itu mereka pulang ke rumah, Galih tidak memilikinya banyak waktu saat ini, seiring padatn

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status