Sport Day-Hari Ketiga
Tak terasa kegiatan Sport Day di Sakurai Goukou hampir selesai. Dari enam olahraga yang dilombakan, kini hanya tersisa lari estafet saja. Selagi menunggu pertandingan dimulai, Izumi dan anak-anak Kelas 3-A yang akan ikut lari masih berkumpul di dalam kelas sambil membicarakan beberapa hal tentang pertandingan hari itu.
“Jadi lari estafet ini campuran. Aturannya setiap kelas diwakili oleh enam orang, masing-masing tiga cewek dan cowok.” Kaito mulai menjelaskan. “Dan dari kelas kita ada aku, Shuu, Marika, Chiharu, Nana, dan kau—Izumi,” lanjutnya sambil menunjuk anak-anak yang ia sebut namanya tadi. “Untuk posisi setiap pelari, jadi aturannya pelari pertama, ketiga, dan kelima adalah cowok. Sedangkan pelari kedua, keempat, dan keenam adalah cewek. Aku yang akan berlari pertama, selanjutnya Marika, kau kedua. Shuu ketiga, lalu Chiharu, setelahnya Izumi baru Nana.” Kaito mengakhiri penjelas
Selepas dari atap Izumi dan Nana langsung menuju ke aula. Kelas-kelas dan koridor yang mereka lewati sebagian besar dalam keadaan lengang, karena para siswa hampir semuanya sudah berada di aula. Benar saja ketika mereka tiba di sana, anak-anak sudah berbaris dengan rapi menurut kelas mereka masing-masing. Seorang anak laki-laki yang tak Izumi kenal tiba-tiba mendekat menghampiri mereka berdua. Atau lebih tepatnya menghampiri Nana.“Misumi Kaichou! Acaranya sebentar lagi akan dimulai. Daftar kelas yang menang tolong dibacakan oleh Ketua, ya.”“Baik, Shinohara-san,” balas Nana. Ia lalu menoleh ke arah Izumi, “Kalau begitu Yoshino-kun, aku akan bergabung dengan anak-anak OSIS yang lainnya. Sampai nanti!” lanjut Nana melangkah menuju samping podium bersama dengan anak laki-laki bernama Shinohara itu. Sementara Izumi ikut bergabung dalam anak-anak Kelas 3-A yang sudah lebih dulu berbaris di sana.Ketua OS
Hari minggu siang Izumi, Kaito, dan anak-anak Kelas 3-A yang lain sudah berkumpul di rumah penginapan milik orang tua Asahi-Sensei untuk mengadakan barbecue party sebagai perayaan atas kemenangan kelas mereka di acara Sport Day sebelumnya. Hari itu Izumi baru tahu kalau ternyata keluarga wali kelasnya mengelola usaha penginapan yang terletak tak jauh dari Pantai Hayama. Selagi anak-anak perempuan menyiapkan bahan makanan yang dibutuhkan untuk barbecue, Izumi dan anak-anak laki-laki yang lain serta Asahi-Sensei menyiapkan alat panggang di halaman yang nantinya akan digunakan untuk memanggang daging barbecue-nya. Sambil menunggu alat panggangnnya panas, Izumi sesekali mengedarkan pandangan menatap ke sekeliling area penginapan milik wali kelasnya. Penginapan itu terdiri dari dua bangunan yang berbeda kontruksi dan terletak saling bersebelahan. Bangunan pertama bergaya modern terdiri dari tiga lantai dengan balkon dan
Setelah Kaito pergi, Izumi kembali membawa langkahnya menuju tepi pantai. Tanpa diduga ternyata Nana juga berada di sana. Sama seperti dirinya, gadis itu tampaknya masih belum ingin untuk pulang. Izumi melangkah menghampirinya dan ikut duduk di samping gadis itu. Nana sempat terkejut dengan kehadiran Izumi yang tiba-tiba. Namun pada akhirnya gadis itu tersenyum kepadanya. “Kupikir kau pulang tadi,” ucap Nana. “Tadinya. Tapi karena sudah lama tak melihat laut, aku berpikir untuk tinggal lebih lama,” ujar Izumi. “Kurasa kita punya alasan yang sama,” timpal Nana lalu tertawa kecil. Keduanya terdiam sesaat, sama-sama menatap ke arah laut biru. Lalu Nana kembali bersuara. “Lautnya biru sekali, ya.” “Kau tak ingin mendekat ke sana? Menyentuh air laut dengan kakimu.” “Boleh,” ujar Nana. Ia melepas alas kakinya lalu melangkah mendekat menuju bibir pantai bersama Izumi. Air laut yang sejuk dan jernih langsung membasahi kaki-kaki mereka yang tel
Pagi harinya Izumi bangun agak terlambat dari biasanya. Irisnya memicing karena silau oleh cahaya yang masuk melalui jendela yang tak tertutup tirai. Sudah pukul berapa ini? batin Izumi bertanya. Masih dalam kondisi setengah sadar, ia mengambil ponselnya dari atas nakas untuk melihat jam. Yabai–gawat! Sontak Izumi langsung bangkit dari tidurnya menuju kamar mandi tanpa basa-basi. Ia mandi dengan cepat, mungkin tak sampai lima menit lalu mengenakan seragam. Ia memasukkan buku-buku pelajarannya hari itu serta pakaian olahraganya ke dalam tas. Semuanya Izumi lakukan dengan terburu-buru. Bisa-bisanya dia tak mendengar suara alarm yang rutin membangunkannya setiap pagi. Apa itu karena dia tertidur terlalu nyenyak? Entahlah. Apapun alasannya itu tak penting sekarang. Yang jelas dia harus segera berangkat karena waktu sudah menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh lima menit. Sedangkan jam sekolah dimulai tepat pukul sembilan. Tanpa sempat merapikan kam
“Haah … aku capek. Tiga hari yang lalu kita baru selesai melakukan Sport Day dan sekarang kita harus berolahraga lagi,” keluh Jun selagi mengganti seragam mereka dengan pakaian olahraga di ruang ganti. Mata pelajaran untuk Kelas 3-A pada jam pertama adalah olahraga. Karena itu sesaat setelah bel masuk berbunyi, anak-anak Kelas 3-A langsung keluar kelas menuju ruang ganti, sementara Kouji-Sensei sudah menunggu mereka di lapangan. “Dasar payah! Kalau kau malas olahraga, badanmu akan tetap cebol seperti itu lho,” ejek Shuu di sela-sela kegiatannya berganti pakaian. “Berisik! Tinggiku ini standar tahu! Kau saja yang ketinggian seperti tiang listrik,” protes Jun tak terima dipanggil cebol oleh Shuu. “Standar untuk anak SD sih aku percaya,” balas Shuu tertawa. “Apa kau bilang?!” Jun menyikut pinggang Shuu cukup keras membuat pemuda itu meringis kecil. “Ittai! Pukulanmu sakit, Bodoh!” “Makanya berhenti mengejekku at
Nana yang mendengar ada suara langkah kaki mendekat langsung menoleh, berpikir kalau itu adalah Izumi. Senyum di wajah gadis itu mendadak buyar dan ekspresinya berubah kikuk ketika melihat orang yang berdiri di belakangnya ternyata adalah Ryu dan bukan Izumi. “Ryu, hai! Kau mau ada kelas di sini?” tanya Nana canggung setelah sadar kalau dia salah orang. “Tidak ada, aku ke sini mau mencarikan CD rekaman untuk Asahi-Sensei.” “Aa begitu, mau kubantu mencarinya?” tawar Nana. Ryu menggeleng. “Tidak usah, aku bisa melakukannya sendiri. Nana-chan lebih baik kembali karena kelas selanjutnya akan dimulai sebentar lagi,” balas Ryu menolak tawaran Nana. “Kau benar juga. Kalau begitu aku duluan, ya.” Nana bangkit dari duduknya. “Oh ya, orang yang sebelumnya di sini memintaku untuk memberitahumu kalau hujannya sudah reda.” Nana mengernyitkan alis. Namun sedetik kemudian gadis itu mengangguk mengerti. “Ah, arigatou
Ryu tersentak kaget ketika mendengar seseorang meneriakkan namanya. Pemuda itu menoleh. Perhatiannya kini tak lagi terfokus ke arah Nana dan Izumi. Namun sebelum dia sempat melihat orang yang tadi meneriakkan namanya, Ryu merasakan bola basket itu entah bagaimana tiba-tiba saja sudah menghantam wajahnya dengan keras. Hingga membuatnya jatuh terduduk. Untuk sesaat Ryu merasakan pandangannya tiba-tiba berubah menjadi gelap dan membuatnya harus mengerjapkan mata berulang kali. Mata dan wajahnya yang terkena bola terutama di bagian hidungnya kini terasa panas dan perih. Anak-anak klub basket yang lain sejenak menghentikan latihan mereka dan berlari menghampiri Ryu. Bahkan Nana yang tadinya diam menonton di pinggir lapangan ikut berlari ke arah Ryu ketika pemuda itu terjatuh. Sedangkan Izumi yang belum jauh beranjak dari lapangan basket, hanya melihat dari tempatnya berdiri sambil bertanya-tanya dalam hati apakah pemuda itu baik-baik saja. “Oi, oi, Ryuzaki. Daijoubu ka—k
Di depan gerbang sekolah, Izumi tak sengaja bertemu dengan Yuki yang kebetulan juga akan pulang. Alhasil keduanya pun pulang bersama. Kali ini mereka tak banyak berbincang dan hanya melangkah dalam diam. Hingga akhirnya dering ponsel Yukilah yang memecah keheningan di antara mereka. Gadis itu mengeluarkan ponselnya dari dalam tas lalu membaca pesan yang baru saja masuk. Alis gadis itu sedikit bertaut. Dia lalu menatap Izumi dengan ragu. “Senpai, apa kau sibuk hari ini?” “Kurasa tidak. Ada sesuatu yang bisa kubantu?” tanya Izumi balik. “Jika tidak keberatan untuk hari ini saja, apa Senpai bisa membantu di toko? Aku baru mendapat kabar kalau pegawai yang punya jadwal hari ini tidak bisa datang karena sakit. Jadi kami kekurangan orang untuk membuat pesanan pelanggan,” terang Yuki. “Jangan khawatir, tugas Senpai tidak sulit kok! Hanya mengemas kue yang sudah jadi ke dalam kotaknya saja,” tambah Yuki. “Baik, aku bisa,” ucap Izumi