공유

Kesempatan kedua

“ tunggu Elaine, bisa kah kau memberiku kesempatan untuk memulai semuanya dari awal? “ sebuah tawaran yang selalu aku nantikan itu kini terwujud juga, entah harus dengan aapa aku mengatakan kepadanya, jujur dalam hati yang paling dalam namanya masih setia, dengan bodohnya aku pun mengangguk.

 " Ayo Biar ku antar " Ajaknya meraih tanganku, lalu bergegas keluar meninggalkan caffe 

 " Baiklah,, " Aku hanya tersenyum, mencoba baik-baik saja. Pada dasarnya aku memang lemah di hadapanmu Damian. " Mungkin ini akan menjadi hari terakhir dimana kamu bisa mengantarkanku pulang " Lirihku dalam hati 

Jalanan malam itu lengang.. Di tambah dengan keheningan yang ia ciptakan di dalam mobil membuat duri dalam rasaku semakin Menggelitik. Ada rasa sesak saat ia kembali membahas masa lalu, begitu juga ada rasa bahagia akhirnya pertemuanku dengannya kembali setidaknya dapat memberi kesan manis meski hanya sedikit, mengingat yang terakhir dia katakan padaku, seketika aku tersenyum kecil, sesenang itu aku sekarang.namun entah mengapa hatiku masih terluka dengan hebat, ternyata benar apa yang dikatakan oleh kebanyakan orang, seseorang yang melukaimu adalah seseorang yang dapat menyembuhkan luka itu sendiri.

 Sepanjang jalan aku tak banyak berbicara dengannya. Bagiku semua sudah jelas, dia hanyalah laki-laki yang tak pernah sederhana dalam menyakitiku. Batinku tersiksa dengan segala pengakuannya, segala mimpi dan tujuanku di paksa untuk berhenti detik ini juga. Dia menghancurkan segala mimpi indah yang telah lama ku tuai. Namun aku juga tidak tau harus berbuat apa ketika dengan lantangnya ia meminta kesempatan untuk memulai semuanya dari awal.

 Laki-laki yang paling manis sepanjang Aku mengenalnya nyatanya tak lebih pahit di bandingkan secangkir kopi hitam, rasa yang menjadi favoritku sekarang selain capuchino. Selain karna rasanya yang sangat pahit, bagiku meneguk kopi hitam lebih di nikmati rasanya ketimbang meneguk pahitnya kenyataan bahwa rasa yang aku punya selama ini tak sama denganya.

Bagaimana pun cinta hanyalah sebuah perasaan tanpa di dasari hal yang pasti, seperti yang aku rasakan saat mulai mengenalnya, sosok yang nyaris sempurna. 

Tapi bagaimana bila rasa yang kau punya tak selalu berakhir dengan pembalasan yang sama?  

Mencintai tanpa pernah di cintai olehnya membuat dada semakin sesak saat ia bahkan menolakmu dengan telak. 

Lalu bagaimana bisa aku tetap mempertahankan perasaan itu? Bahkan ketika kamu memutuskan untuk mengakhiri semua harapan itu tiba-tiba dia muncul dan meminta kesempatan kedua, apa yang akan kamu lakukan? Menerimanya atau menolaknya memiliki perasaan yang berbeda

 Hanya tinggal menunggu dua jam lagi, acara pernikahan akan segera di laksanakan. sebuah gaun indah bahkan nyaris sempurna berwarna peach nampak Melekat di tubuh kurusku, dengan rambut hitam legam yang dibiarkan tergerai menambah kesan keanggunan seorang remaja yang baru menginjak usia 20 tahun tepat pada dua hari yang lalu,  tak lupa dengan riasan sederhana yang semakin menampakkan kesempurnaan, kini aku nyaris bagai tuan putri di sebuah kerajaan yang sering aku baca di sebuah novel. Bedannya, aku tak pernah mengharapkan semua ini terjadi. 

 Aku masih duduk santai di depan cermin bersama dua orang wanita dewasa yang sibuk menata riasan pada wajahku, sesekali aku merasa risih namun aku hanya bisa mencoba diam dan menerimanya lagi. Tak ada raut bahagia yang nampak di wajahku, mungkin jika ada seseorang yang dapat menyadari ini, mereka pasti akan menganggap kesedihanku ini tak lain dari sebuah kebahagiaan seseorang. 

 " Sudah selesai, nona " Ujar salah satu wanita yang sedikit lebih muda, aku merasa tenang untuk beberapa detik sebelum sebuah ketukan pintu terdengar dari luar membuatku sedikit merasa kesal dan semakin kecewa dengan keadaan. 

 " Acara akan segera di mulai nona, anda di minta segera  ke bawah untuk menemani tuan dan nyonya " Ujar pak asep sang pelayan pribadi bundaku 

" Baiklah " Aku mendengus pelan sebelum melangkah perlahan menuju tempat dimana semuanya akan berubah dalam sekejap mata. Entah aku harus bahagia atau sebaliknya, hatiku hanya mengatakan 'tidak' untuk saat ini. 

 Tepat di sampingku terdapat satu wanita setengah paruh baya namun aura kecantikannya tak pernah pudar di makan usia, yang telah lama ini menjadi pahlawanku, seseorang yang selalu aku banggakan dan selalu ingin menjadi dirinya di kemudian hari, tanpa pernah aku mengetahui segalanya.  

 Di samping wanita itu terdapat sesosok pria dewasa yang dapat ku tebak usianya sepantaran dengan bundaku, terlihat gagah dan memiliki wajah nyaris sempurna, keduanya saling serasi.  

 Dan di sebelahku terdapat seorang laki-laki yang mungkin usianya jauh diatasku, ia menatap lekat namun sorot tatapannya tajam dan dingin, merasa seolah di hunus tombak besi, aku langsung mengalihkan pandanganku, Aku tidak mengerti dengan tatapannya itu kali ini. 

 " Kita perlu bicara berdua setelah acara ini selesai "

Aku melihat kearahnya kembali, perkataannya terdengar mengancam meski ekpresinya tak berubah dari saat pertama aku melihatnya.

 Aku tak menjawab, dan ia memang tak membutuhkan jawaban dariku, apalagi menolaknya ah sudahlah lupakan cara lain untuk menghindarinya lagi, semua tidak akan berjalan dengan baik-baik saja setelah ini, ku pastikan ada milyaran kejutan yang akan aku Terima mulai detik ini juga, dimana ketika terdengar suara lantang mengucapkan ijab qobul dengan satu hentakan.

" Alhamdulillah sah,, "

" Selamat hani, irfan "

" Akhirnya kalian bisa bersama "

Terdengar ucapan penuh syukur dan riang membanjiri seisi ruangan, hingga memekikkan telingaku, kemudian aku menatap kearah kedua mempelai yang kini telah menjadi keluargaku, yang nyaris sempurna.

 Bunda nampak bahagia sekali, terlihat jelas dari keduanya saat mereka duduk diatas pelaminan dengan tangan yang saling bertautan, menambah rasa sesak di dalam hatiku semakin menjadi-jadi, seperti ada rasa tak rela melepas bunda ke pelukan lelaki lain, selain aalmarhum ayah tiga tahun yang lalu. Meski begitu, aku tidak mungkin egois, bagiku bunda adalah satu-satunya yang aku miliki saat ini, sudah lama ia mengurusku seorang diri, menjadi wanita karir semenjak muda sampai saat ini, di tambah dengan diriku yang setiap harinya menambah beban untuk bunda, membuat aku mau tak mau harus merestui hubungan yang baru ini. Meski aku tidak bisa menerimanya sekalipun.

 " Bun,, selamat yah, akhirnya bunda ga akan kesepian lagi karna sekarang bunda sudah bersama om irfan " Ujarku seraya tersenyum yang di buat dengan semanis mungkin, nyaris tak terlihat bahwa aku sedang memasang topeng handalanku, aku tidak mungkin menjadi orang jahat hanya karna aku tak bisa menerima sang takdir.

 " Sayang, Terima kasih nak, bunda bangga punya anak seperti kamu Elaine " Bunda langsung memelukku, butiran air mata keluar dari kelopak mataku, segera aku mengusapnya, tak mau sampai bunda melihat aku bersedih.

 " Elaine sayang banget sama bunda " Ujarku kemudian melepas pelukan, aku menatap kearah om irfan yang kini telah menjadi ayah sambungku, dia tersenyum ramah kearahku

 " Elain, panggil om dengan sebutan papah mulai hari ini ya " Titahnya yang tak bisa ku tolak, dengan anggukan aku membalasnya sembari tersenyum, yah aku akan memanggilnya papah.

 Akupun pamit untuk menyantap beberapa makanan ringan, ah perutku ini selalu tidak tau malu, ah lebih tepatnya aku. Dengan perlahan aku mengambil cake kemudian memakannya, lidahku bertemu dengan rasa coklat yang lumer dengan cream yang di campur strawberry membuat aku tersenyum puas, Ah sangat enak. Sebelum aku melanjutkan untuk mengambil kembali beberapa potong cake itu, tiba-tiba sebuah tangan kekar nan besar memegang tanganku keras, aku mendongak mencoba melihat siapa yang dengan beraninya menggangguku di saat seperti ini? Apa ia tidak tahu kalo dari semenjak acara di gelar aku belum memasukan sedikitpun makanan ke dalam perutku yang terus meronta-ronta meminta di kenyangkan.

 Mataku terbelalak lebar, terkejut dengan kehadirannya, aku muak sungguh muak. Sebelum aku mengangkat suara, ia dengan cepatnya menyanggah

" Ikut aku, sekarang! "

관련 챕터

최신 챕터

DMCA.com Protection Status