" Elaine!! "
Lambaiantangan damian mengisyaratkan keberadaannya, aku pun segera menghampirinya dengan rasa yang berkecamuk di dalam dada.
Damianmengajakku bertemu di sebuah cafe biasa, aku menyukai tempat ini, sebab dari sudut ruangan ini aku bisa melihat matahari terbenam lalu menyiratkan warna jingga yang nampak indah, senja namanya.
" Hay,, "
SapakuTersenyum canggung. Setelah dua tahun berlalu, Lama sekali rasanya,mengingat antara aku dan dia yang sudah tak saling bertemu dan menyapa apalagi berbicara sampai sedekat ini
" Aku sudah memesan kopi kesukaanmu ra, minum dulu kamu pasti haus "
Jelas damian memecahkan kecanggungan diantara kita, di sodorkannya secangkir kopi dengan gelas cantik berwarna hijau muda, ya dia selalu tau apapun kesukaanku terkecuali hatiku, dia tak pernah menanyakan kabar hatiku semenjak hari itu, sedikitpun mungkin tak pernah terlintas dalam pikirannya.
" Ah iya "
Ucapku menelan ludah, lalu menyesap secangkir kopi cappuccino kesukaanku, serasa cukup aku kembali meletakkan kopi di atas meja dengan perlahan, takut bilamana pecah karna terjatuh dari genggamanku, bisa-bisa remuk dan membuat kebisingan kedap suara, hah terdengar tak asing di hatiku, sungguh miris nian nasibku.
" Kamu semakin berbeda el,, "
Ucapdamian yang sedang menatapku lamat-lamat, melihat setiap inci wajahku. Entah untuk keberapa kalinya aku tersipu malu di buatnya, dia selalu berhasil membuatku bertekuk lutut hanya dengan mendengar suaranya.
" Maksudnya? " Tanyaku tak mengerti dengan perkataannya, aku mencoba memberanikan diri menatapnya.
" Kamu semakin cantik " Ujarnya sambil tersenyum, manis sekali senyumanya itu, senyuman yang dulu selalu berhasil membuat hatiku berpesta, membuat detak jantungku seakan mau copot saja
" Kamu terlalu berlebihan Damian " Aku terkekeh mendengar rayuannya, mencoba mencairkan suasana canggung yang entah dibuat oleh siapa, sedetik kemudian suasana kembali meremang
" Maafkan aku, karena sudah menjauh darimu kala itu " Ujarnya kemudian, Ia mencoba menjelaskan sesuatu yang tidak seharusnya di bahas kembali. Suasana kembali canggung sebelum aku mencoba untuk lebih berdamai dengan Hatiku yang kini merasa cenat cenut menahan sesak
" Aku bisa mengerti Damian, tidak apa-apa toh aku bukan sesuatu yang penting untuk kamu pikirkan bukan? " Gurauku, menutupi pedih dalam hati
" Apa kamu baik-baik saja? " Tanyanya dengat raut wajah yang penuh dengan penyesalan, mungkin ia baru menyadari telah mengabaikanku selama ini. Aku tersenyum getir mendengarnya bertanya seperti itu setelah sekian lama ini ia membuatku tak bisa hidup dengan tenang.
Aku menatap jauh keluar jendela, melihat rintik-rintik hujan perlahan mulai berjatuhan membasahi jendela yang kini sedang ku tatap, diluar sana langit tampak gelap gulita, kurasa langit lebih paham akan seperti apa hatiku saat ini, ketimbang pria yang sedang berada di depanku.
" Aku baik-baik saja, kamu tidak perlu pedulikan aku Damian, kamu urus saja masalahmu " Jelasku dengan suara parau. Tanpa sedikitpun mengalihkan pandanganku
" Aku tidak pernah ingin menjauh darimu raa, aku terpaksa, aku memang bodoh. Maafkan aku Elaine " Suaranya tak lebih parau dariku. Meyakinkanku untuk percaya
" Aku sudah memaafkanmu damian, tapi kejadian hari itu tak pernah bisa aku lupakan, kamu mengabaikanku tanpa tau hatiku sangat sakit " Ujarku menatap matanya, memberitahu bahwa hatiku remuk.
Damian menggeser kursi duduknya mendekat kearahku. Meraih tanganku dan menatapku penuh iba " Lein,, maaf, sekarang aku dengan Marcel sudah tidak pernah bertemu setelah kejadian hari itu, dia marah kepadaku karna kamu mengabaikannya, dan tepat satu tahun setelah itu akhirnya Marcel bersama zie sahabatku, bersamaan ketika kamu mulai menjauhiku tanpa sebab " Jelas Alan kepadaku,, sesuatu yang tidak ingin aku dengar Dari mulutnya kini terkuak sudah
" Soal Marcel aku tidak bisa melupakan itu, bagaimana mungkin kamu bisa seenaknya menyerahkan hatiku kepada siapa, terutama pada Marcel, padahal kamu sendiri tahu kan hatiku untuk siapa? " Tanyaku padanya namun ia tak menjawab, aku terkekeh melihat respon yang ia tunjukkan, matanya yang sendu tak lagi melihat ke arah mataku, aku cukup paham dengan arti tatapannya itu.
Aku masih ingat sekali, ketika Damian dengan terang-terangan menjodohkan aku dengan sahabatnya bernama Marcel, aku tidak menyukainya, sungguh dia bukan tipe lelaki idamanku, aku menolaknya berkali-kali, setelah itu aku tidak tau apa yang terjadi antara mereka berdua, terkadang aku melihat mereka tidak saling sapa beberapa waktu ketika aku mulai memasuki kehidupan mereka, aku masih kecewa atas sikap Damian terhadapku, dengan seenaknya saja dia melakukan itu padaku.
" Kenapa diam? Sebenarnya kita ini apa Damian ? Kenapa dengan mudahnya kamu memberi kesempatan pada Marcel untuk memilikiku tanpa pernah bertanya apakah aku mau atau tidak, sebenarnya kamu mencintaiku atau tidak?!! Dua tahun yang lalu ingin sekali aku mengatakan ini langsung tapi kau tahu? Aku tidak punya keberanian sehebat itu " Jelasku dengan suara samar-samar, namun tegas. Aku sudah tidak bisa lagi menahan gejolak rasa yang ingin membuatku memuntahkan segala isi dalam pikiranku. Aku sudah tidak lagi peduli dengan tanggapannya mengenai diriku, bairlah ia berpikir bahwa aku sekarang sudah berubah, bukan lagi perempuan yang dengan bodohnya bisa di permainkan.
" Aku... Hm.. Bahkan sampai saat ini aku belum bisa memastikan apakah itu cinta atau bukan, mungkin kamu lebih paham apa itu arti cinta yang sebenarnya, dan aku mohon, tunggu aku sampai aku benar-benar bisa mencintaimu Elaine, " Jelasnya dengan sempurna. Membuatku mati kata dalam sekejap. Lidahku seolah kelu, dia memintaku untuk menunggu, tanpa ia sadari bahkan aku sudah menunggunya sampai detik ini.
Tatapanku beralih kesudut ruangan, mencoba untuk tidak menjatuhkan setetes air mata di hadapannya, aku tidak ingin di anggap lemah olehnya.
" Lalu, dua tahun yang lalu saat kamu mengutarakan perasaanmu kepadaku itu apa? Hanya tipuan yang kamu rencanakan agar zie sahabatmu bisa kembali denganmu lagi? Atau kamu memang suka mematahkan hati perempuan?!! " Ucapku tegas, sedikit keras kepadanya, meminta penjelasan layaknya seorang kekasih yang sedang cemburu buta, yah aku buta sebab telah mencintainya. Lucu bukan? Aku ingat sekali pertemuan terakhir aku bersamanya saat lulusan tiba.
" Aku tidak bermaksud seperti itu Elaine,saat itu aku memang benar-benar menyukaimu, namun sebatas suka belum cinta " Ujarnya yang membuat aku seakan jatuh ke dasar jurang yang paling dalam,Remuk sudah
" Tidak Damian, kau hanya mencintai zie sahabat mu itu, tapi saat kau tahu jika zie tidak mempunyai rasa yang sama denganmu, bertepatan saat aku mulai hadir dalam hidupmu, kau menjadikanku bahan pelampiasan, tanpa aku sadari saat itu dengan bodohnya aku malah semakin terjerat oleh rasa yang ambigu itu! Lalu saat itu kamu menganggapku sebagai apa?! " Tatapku tajam kearahnya, andai ia paham arti tatapanku bahwa kecewa dan sakit di ciptakan olehnya kini meminta untuk segera Di akhiri
" Kamu benar, dan aku menganggapmu Hanya teman,, tapi aku ingin kita lebih dari teman, namun aku takut membuatmu terluka, dan apa kau tahu? Saat Marcel mengatakan padaku bahwa ia tertarik denganmu, aku benar-benar tidak bisa berbuat apapun kecuali menyetujui permintaannya untuk mendapatkankan dirimu, pada saat itu juga aku merasa kesal dan cemburu, tapi aku bisa apa? Di satu sisi dia adalah sahabatku dan kau adalah orang yang aku sukai, ku mohon mengertilah " Ujarnya mencoba membuat aku percaya. Tanpa ia sadari, sudah sekian lama dia melukaiku dengan terang-terangan. Dia memintaku untuk memahaminya tanpa ia mau tau perasaanku, naif sekali
Tatapanku pudar,, aku tak bisa melihat Alan dengan jelas, aku hanya menatap lantai.mencoba menyembunyikan segara rasa yang meminta untuk segera di lepaskan
" Baiklah, kalo begitu aku paham sekarang, hari semakin gelap sebaiknya Aku segera pulang " Aku hanya tersenyum, mengakhiri segala keraguanku. Menyudahi pertemuan yang penuh luka tanpa ku sadari, aku semakin terlihat seperti gadis bodoh di hadapannya
Musim hujan kembali menyapa bumi, bertamu pada malam hari demi melenyapkan segala rindunya, dan kini aku hampir mati di tikam oleh perasaan yang kuciptakan sendiri tanpa sedikitpun melibatkan Tuhan, Tentang rasaku padanya yang entah harus ku apakan.
“ tunggu Elaine, bisa kah kau memberiku kesempatan untuk memulai semuanya dari awal? “
memberikukesempatan untuk memulai semuanya dari awal? “
“ tunggu Elaine, bisa kah kau memberiku kesempatan untuk memulai semuanya dari awal? “ sebuah tawaran yang selalu aku nantikan itu kini terwujud juga, entah harus dengan aapa aku mengatakan kepadanya, jujur dalam hati yang paling dalam namanya masih setia, dengan bodohnya aku pun mengangguk. " Ayo Biar ku antar " Ajaknya meraih tanganku, lalu bergegas keluar meninggalkan caffe " Baiklah,, " Aku hanya tersenyum, mencoba baik-baik saja. Pada dasarnya aku memang lemah di hadapanmu Damian. " Mungkin ini akan menjadi hari terakhir dimana kamu bisa mengantarkanku pulang " Lirihku dalam hati Jalanan malam itu lengang.. Di tambah dengan keheningan yang ia ciptakan di dalam mobil membuat duri dalam rasaku semakin Menggelitik. Ada rasa sesak saat ia kembali membahas masa lalu, begitu juga ada rasa bahagia akhirnya pertemuanku dengannya kembali setidaknya dapat memberi kesan manis meski hanya sedikit, mengin
" Ikut aku, sekarang! " Terdengar nada suara yang dingin namun tajam, seketika aku bergidik ngeri, mau dibawa kemana aku?Tepat di sebuah taman belakang yang nampak sepi karena semua orang sibuk menikmati makanan di ruang tengah, di mana tempat resepsi di adakan. Dia menghentikan langkahnya, lalu melepaskankan tanganku, aku meringis menahan sakit di pergelangan tanganku yang kemerahan." Sampai kapanpun, aku gak akan pernah menganggap ini nyata " Ujarnya penuh dengan penekanan, matanya terlihat kelam yang menatapku dengan tajam" Tapi kak,, "" Aku tidak akan melepaskanmu, sekalipun kau telah menjadi adik tiriku, ingat itu! " Titahnya yang tak bisa di bantah, kalimat pernyataan itu membuat bulu kuduk'ku meremang" Kak, aku gak pernah suka sama kak raven, jadi tolong lupakan aku kak, sekarang kita bahkan udah jadi saudara " Aku mencoba mengungkap perasaanku kesekian kalinya lagi, tak peduli lelaki di hadapanku mener
Satu atap “ Elaine?, Buka pintunya sayang “ panggil bunda Maya sembari mengetuk pintuku “ Ada apa Bun? “ Aku membuka pintu, menatap Bunda yang sudah berpakaian rapi, ah iya aku lupa ini sudah hampir pukul delapan malam, itu artinya acara resepsi sudah selesai dari satu jam yang lalu, acara yang di adakan dirumah memang sederhana maka dari itu acaranya tak sampai menghabiskan waktu yang terlalu lama “ Bunda mau bilang, mulai besok kita tinggal bersama dengan papah Irfan dan raven kakak kamu, jadi lebih baik bersiap-siap dari sekarang biar besok pagi langsung berangkat, kamu gak papa kan kalo harus tinggal di sana?” bunda bercerita secara detail “ Baik bunda, El ikut bunda saja “ ujarku seraya menguap, menahan rasa ngantuk yang semakin menjadi “ yasudah, kamu tidur sana, maafin bunda yah udah ganggu waktu tidurnya “ ujar bunda terkekeh, bunda sudah tau kalo aku ini suka sekali tidur padahal tidak melakukan banyak aktivitas yang mengu
Author pov “ kak Raven! “ Mata Elain terbelalak lebar, saat di depannya mendapati sang kakak yang tengah memeluknya, wajah Raven sengaja berada di dalam leher Elaine, menciuminya hingga meninggalkan bekas merah, Elaine terbangun sebab merasa terganggu, ia sontak kagek dengan apa yang di lakukan oleh kakaknya. “ akhirnya kau bangun juga sayang “ ujarnya parau, ia tak merubah posisinya, bau harum berasal dari aroma tubuh Elaine Sangat memabukkan indera penciuman Raven “ kak,, lepasin. Kenapa kak Raven tidur di sini! “ Elaine geram karena kakaknya masuk dengan seenaknya ke dalam kamarnya. “ memangnya kenapa kalau aku tidur disini hm?! “ ujarnya seraya menatap mata sayu Elaine, tatapan dingin tanpa ekspresi membuat Elaine berdetak tak karuan, antara takut dan marah, Elaine dirundung oleh dilema “ kita kan bukan suami istri kak, kakak pergi sana, sebelum bunda lihat bisa kacau nanti “ Aira masih berada dalam pe
Siang itu, di kota Bandung dengan terik sinar matahari yang membakar kulit putihku, tak ingin lama menunggu diluar maka ku putuskan untuk lebih dulu masuk ke cafe, aku memesan es coffee capuccino sembari menunggu seseorang segera datang, tak biasanya dia terlambat seperti ini “ maaf aku terlambat karena jalanan macet, apa kau sudah lama sayang?” rasa bersalah juga lelah begitu nampak pada raut wajahnya yang putih itu, seketika aku berdiri lalu aku pun langsung menghambur ke dalam pelukannya “ aku merindukanmu Damian” ujarku seraya mengeratkan pelukanku, ia kemudian merespon pelukanku, mengusap perlahan pucuk kepalaku yang hanya sebatas dadanya “ aku juga sangat merindukanmu sayang, ayo kita duduk “ ia melepaskan pelukannya, membiarkan aku duduk tepat di depannya, aku tetap memandangi wajah teduh miliknya, ia masih sama seperti beberapa tahun silam, bedanya rahangnya semakin kokoh,dan halisnya nampak menghitam “ Ada apa dengan kekasihku ini hmm? Tidak
“ Kedepannya kita akan sering melakukan ini sayang” aku terpaku dengan apa yang ia katakan, seketika pikiranku traveling kemana-mana, apa yang di maksud dengan kata ‘sering’ oh tidak mungkin “ aku ga mau kak, aku mohon jangan hiks “ aku mulai khawatir, aku tau Raven tak pernah main-main dengan perkataannya, itu terjadi saat aku di hukum seharian di kamar bersamanya, tentu saja kami tidak melakukan itu, aku dengannya hanya saling berpelukan diatas ranjang tidak lebih dari itu. Tapi kali ini rasanya seperti berbeda “ selagi bunda dan papah ga ada di rumah, dan sebelum kita pindah ke apartemenku, aku akan memilikimu Elaine, aku tak rela jika ada yang berani menyentuhmu selain aku seorang!” tatapan yang menggoda, namun terselip rasa takut yang begitu hebat dalam hatiku “ jang-an kak,, aku ga mau!” teriakku, tepat di hadapannya, seketika aku terdiam dibuatnya “Hmm” ia menciumku dengan kasar, tanpa peduli air mataku semakin deras. “ Diam!” bentaknya
“ Diam dan nikmati saja” ujarnya dengan tatapan menusuk “ kak jangan ku mohon hmm ah “ “ diam, atau bundamu akan mendengarnya sayang” tangan Raven mulai menelusuri setiap lekuk tubuh Elaine yang kini tengah berada dibawahnya. “ Hiks,, jang-ahh hm geli kak “ pekik Elaine menahan sentuhan yang mulai turun menuju bawah, tangan Raven menyelusup masuk ke dalam perut Elaine, menyentuh kedua gunung kembar milik Elaine yang begitu besar juga kenyal, tangannya tak henti memilin puncak dadanya, membuat si pemilik mendesah pelan “ lepaskan sayang” Raven menyeringai penuh kemenangan, sebentar lagi ia akan mendapatkan Elaine sepenuhnya, setelah ia menunggu selama satu Minggu penuh untuk tidak menyentuh Elaine, sialnya ia pun tak bisa melampiaskannya kepada wanita jalang yang sering ia pakai untuk memuaskannya, entah mengapa tiba-tiba saja juniornya tak ingin bangun bahkan telah di goda seperti biasanya. Hingga ia harus bermain solo bersama Lux dengan membayangkan
“ sekali lagi kau menghinaku, akan ku buat kau menjadi jalang sungguhan Elaine, jangan pernah mencoba untuk melawanku. Jika kau tak sanggup menanggung akibatnya.” Ujarnya dengan nafas berat, Raven tak peduli dengan keadaan Elaine yang semakin merintih kesakitan pada area intinya.“ ahhh kak stop “ erang Elain tak mampu membuat Raven berhenti, baginya tubuh Elain begitu nikmat untuk di hentikan barang sedetik saja. Dari sekian banyak wanita yang telah ia jelajahi hanya milik Elaine lah yang mampu membuat kelelakiannya meminta untuk terus di puaskan“ Jadilah jalangku mulai saat ini Elaine!” erangan Raven disertai hentakan yang kuat masuk lebih dalam lagi untuk menyemburkan segala benih yang tersisaPelepasan yang mungkin tak dapat di hitung lagi membuat tubuh Raven ambruk di samping tubuh polos Elaine, mengatur nafas perlahan-lahan keringat di sekujur tubuhnya menjadi sanksi atas pergulatannya dengan Elaine begitu panas, sedangkan tubuh gadis disampingnya begitu pa