Share

Obsesi sang kakak tiri

" Ikut aku, sekarang!  " Terdengar nada suara yang dingin namun tajam, seketika aku bergidik ngeri, mau dibawa kemana aku? 

 Tepat di sebuah taman belakang yang nampak sepi karena semua orang sibuk menikmati makanan di ruang tengah, di mana tempat resepsi di adakan. Dia menghentikan langkahnya, lalu melepaskankan tanganku, aku meringis menahan sakit di pergelangan tanganku yang kemerahan. 

 " Sampai kapanpun, aku gak akan pernah menganggap ini nyata  " Ujarnya penuh dengan penekanan, matanya terlihat kelam yang menatapku dengan tajam

" Tapi kak,, " 

" Aku tidak akan melepaskanmu, sekalipun kau telah menjadi adik tiriku, ingat itu! " Titahnya yang tak bisa di bantah, kalimat pernyataan itu membuat bulu kuduk'ku meremang

 " Kak, aku gak pernah suka sama kak raven, jadi tolong lupakan aku kak, sekarang kita bahkan udah jadi  saudara " Aku mencoba mengungkap perasaanku kesekian kalinya lagi, tak peduli lelaki di hadapanku menerima atau menyanggahnya. 

 " Aku tidak pernah peduli dengan siapapun kecuali hatiku sendiri " 

" " aku sudah punya pacar kak, tolong berhenti jangan seperti ini, kita sekarang sudah jadi saudara kak! " 

" Aku tidak peduli apapun yang kau katakan-" sorot tatapannya tajam dengan angkuhnya dia berkata

 " aku akan membuatmu terikat denganku, dengan cinta atau tidak sekalipun, akan aku buat kau mencintaiku dengan gila " 

 

 

" Aku akan mengungkap semuanya pada bundamu, tentang apa yang pernah terjadi diantara kita, biar saja pernikahannya hancur dalam sekejap " Nada mengancam keluar begitu saja membuat aku menatap penuh harap padanya

 " Aku mohon jangan kak, aku akan lakuin apapun asal kakak jangan ceritain apapun ke bunda, jangan buat pernikahan bunda hancur, aku ga mau bikin bunda sedih " 

" Sure? " 

" Iya kak "

 " Goog girls " Tangannya mengelus pipi ku lembut, matanya seolah mengintimidasi, sebelum perkataan darinya sanggup membuatku seperti di sambar petir

 " Jadilah wanitaku, patuhi semua yang ku katakan, dan jangan pernah melawan apapun itu sekalipun kamu tidak menyukainya " Titahnya kembali dengan senyum penuh keberhasilan, mengembang Indah di sudut bibirnya yang tipis merah muda. 

" baiklah " Dengan berat hati, aku menyetujui ide gila dari kak raven,  sungguh yang ada dalam pikiranku saat ini, jangan sampai bunda menderita hanya karna diriku yang berulah. 

 Raven meninggalkanku yang sedang berdiri kaku, menatap lurus kedepan, ada  sesuatu yang menghantam keras hati dan pikiranku saat ini

  Ada satu nama yang masih melekat dalam hatiku, seorang lelaki yang tak pernah bisa ku miliki, namun kini aku telah memiliki hati juga raganyam, laki-laki paling naif yang pernah aku kenal, mengaguminya menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri, tanpa pernah aku menyadari bahwa perasaan dalam hatiku tak pernah diketahui olehnya, bahkan sekalipun dia mengetahui, aku tak pernah bisa memiliki sepenuhnya, itu yang ku pikirkan sebelumnya kenyataan membawa bahagia kepadaku, tanpa sadar perasaan kagumku semakin bertumbuh tanpa tau waktu, hingga penantian selama tiga tahun lamanya, membuat aku semakin lelah namun tak ingin berhenti. Sebab ia menyuruhku untuk menunggu. Dan waktu itu kini tiba, aku telah di milikinya. 


*Flashback on*

 Tiga tahun yang lalu, bertepatan saat perpisahan sekolah menengah atas akan segera diadakan, kami bertemu di sebuah cafe biasa, dia menolakku dengan telak.

" Maaf Elaine, aku mencintai zie dan kita hanya sebatas teman tidak lebih dari itu, aku harap kamu bisa mengerti " ujarnya dengan tatapan lurus tanpa menatapku, mata yang sayu itu kini nampak seakan berdusta

" Jadi, semua yang kau lakukan waktu itu hanya untuk membuatnya kembali padamu?!" 

" Iya, kau benar El, tidak lebih dari itu! " Timpalnya tanpa merasa bersalah sekalipun.

" Kamu naif Damian, menyesal aku menyukaimu!"

Ujarku penuh kecewa, kemudian aku berdiri, berjalan dengan cepat meninggalkan ia seorang diri ditaman belakang sekolah, sunyi dan langit mulai menggelap, tak ada senja cerah di sore hari ini, hanya ada awan gemuruh bertanda hujan semakin dekat meneteskan bulir-bulirnya, bersamaan denganku yang kini sedang berlari entah ke arah mana.

" Maaf Elaine, aku terpaksa mengatakan ini, maaf aku telah melukaimu, aku sangat mencintaimu Elaine " 

***

  Dua tahun yang lalu, saat Damian mencampakkan diriku dengan ia yang mengungkap bahwa ia mencintai sahabatnya itu, zie, perempuan yang kini telah menjadi milik Marcel, sahabat satu kelas Damian, saat satu tahun sebelumnya aku menolak ungkapan hati Marcel kepadaku, hingga kelulusan sekolah menengah atas pun berakhir dengan penuh harapan yang terpaksa harus di kubur dalam-dalam, di saat yang bersamaan, ketika aku mulai menjauhi semuanya, aku memilih untuk tidak menampakkan ragaku.  Perpisahan sekolah sangat kelam bagiku, bahagiaku saat dapat melihatnya dari jarak jauh, yah seperti itulah aku, mencari kesempatan untuk memandangnya selama yang aku bisa. 

 Setelah kelulusan, aku meneruskan kuliah di salah satu Universitas negri yang ada di bandung, sejujurnya aku menginginkan kuliah di luar kota, tepatnya di salah satu kota pelajar yaitu Yogyakarta, dengan berharap bisa melupakan Damian, namun aku tak tega meninggalkan bunda yang sendirian di rumah semenjak kepergian ayah dua bulan yang lalu, aku tak bisa membuatnya semakin khawatir saat aku tak berada di sisinya. 

  Bertepatan memasuki tahun pertama kuliah, selain di sibukkan dengan berbagai tugas dari para dosen, ada satu hal yang menarik perhatianku,  entah dari kapan aku merasa seperti di perhatikan oleh seseorang, sampai akhirnya waktu itu tiba, seseorang itu menampakkan wujudnya tepat di kala aku kesusahan mengerjakan beberapa tugas matematika yang tidak aku sukai, yah aku memang sengaja mengambil jurusan kimia analisis, berharap suatu saat aku bisa bekerja di bidang kesehatan, aku suka sekali menghitung tapi tidak dengan matematika, aneh bukan?  

 Lelaki itu mendekati tempat dimana aku berada, di sebuah kelas yang sepi sebab beberapa menit yang lalu, kelas sudah selesai, menyisakan diriku dengan setumpuk tugas, ah iya aku malas untuk beranjak dari kursi yang kini ku tempati. 

 " Butuh bantuan? " Tanyanya setelah dia duduk di sampingku, aku kaget bukan main

 " Astaga, kakak mau bikin jantungku copot yah? pergi sana, aku lagi sibuk, jangan ganggu! " Ketusku kesal dengan kehadirannya yang mendadak semakin membuatku jengah

 " Jangan galak-galak gitu dong, nanti cantiknya hilang loh " Godanya lagi dengan senyum mengejek, aku mendengus kesal 

 " Biarin!, pergi sana Hus Hus " Aku melambaikan tangan mencoba mengusirnya dengan sebuah gerakan, namun bukannya pergi ia malah semakin merapatkan posisinya kearahku

" Jangan deket-deket napa sih " Ketusku kembali 

" Sini biar aku bantu, kayaknya kamu kesulitan " Matanya memperhatikan soal di buku yang sedang ku pegang, yang sedari tadi hanya ada coretan angka dan beberapa rumus yang tidak menghasilkan sebuah hasil yang memuaskan. Dan alhasil dia mengetahui itu 

 " Memangnya kakak bisa?! " Sungutku tak percaya 

" Lihat aja nanti " Dengan senyum penuh kesombongan, aku pun memutar bola mataku malas 

" Gak percaya! " Selidikku,  sesaat dia kembali menatapku dengan ekspresi yang sulit ku artikan sebagai apa

   

" Kalo aku bisa, kamu mau jadi kekasihku? " Ia bertanya dengan tangan yang sedang memainkan bolpoinku, aku mencoba menghiraukannya 

" Karna kamu diam aku anggap kamu setuju " Masih dengan angkuhnya ia berbicara, dengan senyuman yang berbeda, binar matanya sangat nampak indah bila di lihat dalam jarak dekat. 

" Buktiin aja dulu jangan banyak bacot " Tantangku yang malah di angguki dengan cepat olehnya, sesaat aku merasa was-was. 


" Lihat, aku sudah menyelesaikan dengan benar " ujarnya seraya menampilkan seringai kecil, membuat aku sedikit gelisah mendengarnya

" Masa sih," aku mengelak, memperhatikan soal tersebut, mataku terbelalak lebar, 'bagaimana dia bisa melakukan ini?' batinku, aku menatap kearahnya dengan menyipitkan mataku

" Kembali pada perjanjian awal, seperti yang aku bilang tadi, mulai hari ini kau adalah kekasihku, dan satu lagi ,kau tak berhak menolak!" Titahnya seolah ini hal lucu yang patut di permainkan, bagaimana bisa dia berbicara seenaknya seperti itu, tanpa bertanya pada hatiku, ah apa benar semua lelaki memang selalu suka memaksa? 

" Tidak bisa begitu, kau seenaknya. Tidak, aku tidak mau!" Ketusku menolak 

" Kau harus mau!" Tatapannya tajam dengan aura yang dingin membuatku merasa takut

" Terserah kau saja " ujarku seraya membereskan buku-buku yang berserakan, lalu segera bergegas pulang 

" Kau mau pulang? Aku antar oke?! " 

" Hmm " ujarku seraya mengikuti ia yang berjalan di sampingku dengan menggenggam tanganku

***

" Terimakasih sudah merepotkanmu " ujarku seraya turun dari mobil jazz putihnya

" Mulai besok aku akan selalu mengantar dan jemputmu ok " tawaran yang menggiurkan bagi kaum hawa yang tergila-gila dengannya, tapi tidak denganku 

" Tidak usah, aku bisa sendiri " ujarku dengan tatapan datar, aku muak jika harus di atur-atur oleh orang asing, yah dia adalah orang yang telah aku kenal selama dua pekan akhir ini

" Jangan menolakku sayang " ujarnya sembari tersenyum devil, akupun mengangguk tanda mengiyakan.

 Semenjak hari itu, ia selalu menemaniku, pulang pergi ia selalu setia mengantar, padahal aku tidak punya rasa sedikitpun pada kakak tingkatku itu, raven adalah mahasiswa semester delapan berbeda denganku yang masih semester dua, dia adalah laki-laki yang sangat Populer di kampus, banyak yang mengidolakannya namun sayang, dia termasuk pemilih dalam urusan perempuan.

 Raven termasuk cuek dengan kebanyakan perempuan di kampus, kecerdasan dan ketampanan wajah yang tidak bisa di tandingi oleh siapapun itu membuat setiap kaum hawa berdecak kagum hanya dalam melihatnya sesaat, warna kulit putih pucat dengan matanya yang berwarna biru terang, sorot tatapan mata yang tajam, dengan Surai keemasannya, di tambah dengan lesung pipi menambah kesempurnaan yang di milikinya,  membuat aku sedikit goyah.dia sangat sempurna, namun entah mengapa dalam hatiku tetap saja dia yang tersimpan.

 Awalnya aku tidak menyangka raven menyukaiku dan mengejarku secara terang-terangan, meski aku sudah menolak, ia bersih kukuh memaksa.

 Dan sekarang aku telah menjadi kekasihnya, sesuatu yang selalu aku harapkan meski bukan dia orang yang aku inginkan, ku rasa semesta tak pernah adil dalam urusan asmara, bagaimana tidak? Ia memisahkan dua insan yang saling menyukai dan menyatukan dua insan tanpa perasaan lebih dari cinta, ah hidup lagi-lagi tak selalu indah sesuai ekspektasi.

 Sudah dua bulan lamanya kami menjalani kehidupan layaknya sepasang kekasih, namun aku tidak menganggap seperti itu, dan sebelum kabar tidak baik berasal dari bundaku,tepat pada pertemuan malam hari, bunda memberitahu niat baiknya untuk menikah kembali dengan pilihannya, aku sedikit kaget dan tak terima mendengar itu, apalagi ketika aku tau siapa yang akan menjadi saudara sambungku, namun aku tak peduli dengannya, lalu aku merestui hubungan bunda dan om Irfan.

 Berawal dari situ semuanya terasa menjadi berbeda.

" Aku akan membuatmu menyesal " 

* Flashback off *

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status