Daniel, Callista dan Adam menatap sebuah gedung tua tempat di mana penculik itu membawa Jessica. Daniel menarik tangan Callista bersembunyi di balik mobil ketika dia melihat ada lima pria menjaga gudang itu. Begitu pun dengan Adam, yang ikut bersembunyi di balik mobil.
“Daniel! Kau membawa anak buahmu! Kenapa kau bersenyembunyi? Kalau sampai terjadi sesuatu dengan kekasihku, aku pasti akan membunuhmu!” seru Adam dengan tatapan menghuhus dingin ke arah Daniel.
Daniel melayangkan tatapan ta
Callitsa tersungkur di lantai, ketika mendapat pukulan dari Dion. Sedangkan Rossa, dia tersenyum menertawakan Callista yang kini terluka akibat pukulan dari Dion.Daniel menggeram, dia menatap tajam ke arah Dion yang memukul Callista. Daniel langsung berlari ke arah Callista. Dia menarik kerah baju Dion, dia melayangkan pukulan bertubi-tubi di wajah Dion. Tidak hanya diam, Dion membalas pukulan Daniel. Namun, Daniel terlalu kuat dikalahkan. Rasa marah di diri Daniel, membuat Daniel tidak menghentikan pukulannya.
Sudah satu minggu Daniel tidak sadarkan diri. Operasi Daniel berjalan lancar. Meski Callista berhasil menyelamatkan Daniel dari masa kritisnya. Namun, kenyataannya hingga detik ini Daniel masih belum juga sadar. Berkali-kali Callista mengajak Daniel berbicara, bahkan setiap harinya Callista yang menjaga Daniel. Callista begitu setia menunggu Daniel, dia selalu berada disisi Daniel.Callista duduk di tepi ranjang, dia mengelus lembut rahang Daniel. Terlihat dari wajah Callista begitu muram melihat keadaan Daniel. Satu minggu ini, terasa begitu berat baginya. Terlebih dia tidak henti menyalahkan dirinya sendiri. Jika saja Daniel tidak menyelamatkannya, ini tidak ak
Kondisi Daniel berangsur membaik. Setiap harinya Callista selalu menjaga Daniel. Bahkan Callista akan selalu menginap di ruang rawat Daniel, hanya demi memastikan Daniel baik-baik saja. Namun, meski Callista sudah membuka hatinya untuk Daniel, dia meminta Daniel untuk tidak langsung memberitakan pada media tentang hubungan mereka. Bukan tidak ingin, tapi Callista hanya ingin menyiapkan waktu yang tepat. Terlebih, jika media sudah mengetahui hubungannya dengan Daniel, maka mau tidak mau Callista harus mengenalkan Daniel pada kedua orang tuanya. Saat i
Daniel menatap Callista yang tengah memasukan pakaian miliknya ke dalam tas. Sudah sejak tadi Daniel mengatakan cukup pelayan saja yang memasukan bajunya ke dalam tas. Tapi tetap saja Callista memaksa. Wanita itu ingin sendiri merapihkan baju Daniel. Ya, hari ini Danuel sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Hanya saja, Callista masih tidak memperbolehkan Daniel untuk bekerja.“Selesai,” ucap Callista ketika sudah merapihkan pakaian Daniel. “Sayang kemarilah..” Daniel menepuk pelan pahanya, me
Daniel menatap Callista yang tengah tertidur dalam pelukannya. Dia mengelus lembut pipi Callista. Bulu mata lentik, hidung mancung dan mungil milik Callista, membuat Daniel tidak henti menatap kagum wanita yang telah menjadi miliknya itu. Senyum di bibir Daniel terukir kala mengingat pertemuan pertamanya dengan Callista. Berkali-kali wanita itu menolak dirinya. Namun, kenyataanya kini wanita itu telah menjadi miliknya. Daniel menarik dagu Callista, mencium dan melumat lembut bibir ranum wanita itu. Bibir yang selalu menjadi candu baginya. Perlahan, Callista mulai membuka matanya, ketika merasakan ada yang menyentuh wajahnya.
“Daniel, kau kenapa? Apa kau melakukan kesalahan?” Callista menghentakan kakinya, saat masuk ke dalam penthouse milik Daniel. Tatapannya menatap kesal Daniel yang sejak tadi mendiaminya.“Tidak, aku hanya lelah,” jawab Daniel dingin. Dia melangkah masuk ke dalam kamarnya. Callista langsung mengikuti Daniel masuk ke dalam kamar pria itu. “Kau tidak pernah seperti ini, katakan padaku ada apa?” Callista menahan lengan Daniel. Kesabarannya sudah habis. Sepanjang perjalanan, Daniel te
Perlahan Callista mulai membuka matanya, dia merintih kesakitan pada bagian bawahnya. Namun, dia berusaha untuk menahan rasa sakit di bagian bawahnya. Tatapan Callista kini teralih melihat sosok pria yang masih tertidur pulas di sampingnya. Seketika senyum di bibir Callista terukir mengingat kejadian tadi malam. Sentuhan Daniel, tatapan pria itu yang begitu memuja tubuhnya. Bahkan sepanjang malam, Daniel selalu terus menginginkannya. Pria itu tidak henti memuji dirinya. Tadi malam, adalah hal terindah dalam hidup Callista. Dimana dia memberikan hal yang paling berharga dari dirinya, untuk pria yang dia cintai.Callista membawa tangannya menyentuh dengan lembut wajah Daniel. Rahang t
“Nanti sore aku akan menemputmu,” ucap Daniel saat tiba di lobby rumah sakit. Rasanya begitu berat melepas kekasihnya itu. Padahal sebelumnya, Daniel sudah meminta Callista untuk tidak bekerja. Tapi tentu Callista menolaknya. Bisa saja Daniel memaksa Callista untuk tidak bekerja, tapi Daniel memilih untuk menuruti keinginan kekasihnya itu. Ini lebih baik, demi menghindar berdebat dengannya.Callista mendesah pelan. “Apa kau itu tidak bekerja? Kau selalu menjemputku. Bukan tidak ingin dijemput, tapi aku tidak ingin kau kelelahan harus menjemputku.”