Share

Dari Akting Jadi Pendamping
Dari Akting Jadi Pendamping
Author: Roze

1 Tawaran Main Film

Seorang perempuan muda dan cantik sedang menikmati potongan buah dan melihat pemandangan dari jendela kondominium mewahnya.

Nama Dara Fazia, yang dipanggil Dafa oleh para fansnya.

“Daf, kamu dapat tawaran main film. Judulnya ‘Mr. Bodyguard’" ucap Rony, manager Dafa.

“Ceritanya tentang apa?”

“Tentang dua bersaudara, Dira dan Disa, anak seorang pengusaha yang dikawal oleh pria yang bernama Adrian. Kamu yang jadi Disa—adiknya Dira. Rencananya, Dira akan diperankan oleh Mila Yusuf.”

“Terus, yang jadi Adrian siapa?”

“Hmmm...itu, Senja Purnama.”

“Hah, enggak salah? Memangnya dia bisa akting?”

“Ya kalau enggak bisa, enggak mungkin dipilih, dong.”

“Kan modal tampang. Aku enggak mau ah, kalau main film sama dia!”

“Jangan ditolak! Bayarannya mahal loh, sudah gitu film ini karya Roze. Dia itu penulis terkenal, karya-karyanya selalu mendapat penghargaan. Ini kan buat popularitas kamu juga. Dua hari lagi ada meeting sama sutradara, produser dan pemain lainnya. Aku jemput kamu jam tujuh malam. Ini contoh scriptnya. Pelajari baik-baik, besok kamu harus datang untuk tanda tangan kontrak.”

“Loh, kok dadakan gini? Aku kan juga belum bilang setuju, Ron.”

“Sudah, jangan kebanyakan mikir. Ceritanya bagus, sutradaranya keren, produsernya pun produser besar. Banyak pemain senior juga di film ini. Bayarannya gede banget. Apalagi coba, yang kamu pikirin? Kalau masalah Senja, hmmm ... ya pokoknya jangan kamu tolak, lah. Aku pulang dulu. Sampai besok.”

Keesokan siangnya, dengan ragu-ragu Dafa menandatangani kontrak film itu. Dafa tidak habis pikir, bagaimana mungkin si Senja yang tidak pernah main film itu, akhirnya bisa menjadi pemeran utama di film ini? Modal tampang, kah? Memang sih, dia itu penyanyi dan model. Tapi bagi Dafa, tampangnya biasa saja, suaranya pun enggak bagus-bagus banget. Apa coba, yang dilihat dari dia?

Dafa akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah saja, karena sudah beberapa hari ini tidak pernah pulang.

Sesampainya di rumah, Dafa kembali membaca naskah itu. Banyak adegan perkelahian di film ini, maklum lah, film ini bukan film bergenre romantis. Sambil membaca, Dafa memakan salad buah yang dibuat oleh asisten rumah tangganya. Dafa memang rutin mengkonsumsi buah dan sayuran segar. Sebagai artis papan atas, Dafa harus menjaga stamina dan kecantikan pada wajahnya. Salah satunya dengan makanan dan minuman yang sehat, juga tidak lupa berolah raga. Sudah beberapa tahun Dafa menjalani profesinya sebagai artis.

🍂

“Dafa, ayo jangan sampai telat. Ingat ya, walaupun kamu tidak suka dengan si Senja, kamu simpan saja dalam hati,” Rony terus saja mengingatkan Dafa tanpa henti. Dafa hanya menghela nafas. Akan kah pembuatan film nanti akan berjalan dengan lancar? Dafa sendiri merasa tidak yakin.

Dafa melihat Senja di loby. Mereka saling menatap, sinis.

Ya ampun, itu produser dan sutradaranya tidak salah apa, pilih dia? Sampai sekarang aku masih tetap heran. Nyogok kali ya? Pikir Dafa dalam hatinya.

“Kamu yakin, mau main film ini?”

“Kalau enggak yakin, aku tidak mungkin ada di sini kan?” ucap Senja penuh keyakinan. Dafa mengangkat alis.

“Ada masalah?” tanya Pak Salman, produser film ini.

“Tidak,” jawab Dafa dan Senja bersamaan sambil mengulas senyum. Senyum kepalsuan namun terlihat jujur. Namanya juga artis, itu sih sudah biasa, apalagi pemain film seperti Dafa, yang sudah sering kali berakting di layar kaca.

“Ayo kita mulai rapatnya,” ajak beliau mendahului Dafa, Senja dan para manager mereka. Bebeapa orang artis sudah memasuki ruang rapat terlebih dahulu. Sebenarnya ini adalah restoran tapi memiliki ruang khusus yang sering diadakan rapat terutama oleh Pak Salman.

“Selamat malam semuanya. Kita mulai saja sekarang rapatnya. Jadi, saya akan membuat film baru berjudul ‘Mr. Bodyguard’. Film ini diambil dari novel yang berjudul sama, yang ditulis oleh penulis terkenal, Roze. Penulis naskahnya pun beliau. Saya juga senang sekali, Bang Dodi mau menjadi sutradaranya. Ini kerja sama kita yang kesekian ya, Bang. Sudah sering kita bekerja sama. Selanjutnya, saya akan memperkenalkan para pemain di film ini. Tokoh Dira, akan diperankan oleh Mila Yusuf, Disa oleh Dara Fazia, Adrian oleh Senja Purnama, Alex Gibran oleh Sigit Istiyoso ....”

Pembagian peran terus dibacakan. Memang benar kata Rony, banyak pemain senior di film ini.

“Syuting pertama akan dilakukan satu bulan lagi. Jadi tolong persiapkan semuanya dengan sebaik mungkin.”

🍂

“Akhir-akhir ini papa merasa seperti ada yang mengikuti. Kalian juga harus berhati-hati. Papa sudah mendapatkan orang yang tepat untuk menjaga kalian berdua.”

Seorang pria masuk. Wajahnya sangat tampan, badannya tinggi tegap, aroma tubuhnya sangat wangi.

Perfect!

Itulah yang pertama yang harus dikatan untuk menggambarkan sosok yang baru saja memasuki ruang keluarga itu. Pandangan matanya tajam dan auranya juga cukup kuat.

“Selamat malam tuan.” Suara pria itu terdengar tegas. Auranya langsung terpancar begitu saja. Pandangannya selalu fokus pada pria paruh baya yang duduk di hadapannya. Pria muda itu sedikit membungkuk untuk memberikan hormat, lalu kembali berdiri tegap. Tidak memperhatikan apa yang ada di sekitarnya. Nampak tak peduli sama sekali pada dua wanita yang kini memandangnya lekat-lekat.

“Namanya Adrian, dia yang akan menjadi bodyguard kalian. Dia akan mengawal kalian setiap hari. Adrian, ini anak-anak saya. Dira dan Disa. Latihlah mereka setiap hari dan sebaik mungkin.

“Baiklah.” Dira dan Disa saling pandang, seperti memberikan penilaian untuk pria yang bernama Adrian itu.

Malam harinya.

“Kak, kenapa sih papa menyuruh kita dikawal? Kita kan bisa jaga diri. Kita bisa karate dan ....”

“Sudah, turuti saja apa kata papa,” ucap Dira. Dira sendiri sebenarnya bingung kenapa dia dan adiknya harus memiliki bodyguard pribadi. Toh selama ini mereka berdua baik-baik saja. Dira dan Disa sibuk dengan pikiran masing-masing, hingga tanpa sadar Disa sudah tertidur di kamar sang kakak.

Keesokan paginya, Adrian menyuruh Dira dan Disa untuk joging. Langit masih gelap, udara dingin menusuk kulit kedua gadis itu, walaupun pakaian yang mereka gunakan sudah cukup tebal.

“Sekarang push up!” ucap Adrian.

“Baru selesai lari,” protes Disa.

Keringat membasahi keningnya.

“Itu kan dua menit yang lalu.”

Dira dan Disa hanya bisa menurut walau dalam hati sebenarnya kesal bangat.

Setiap hari Adrian melatih Dira dan Disa. Dimulai dari jam lima pagi, mereka harus berlari selama satu jam. Setelah itu push up sebanyak lima puluh kali. Tadinya seratus kali, namun Dira dan Disa protes, takut badan mereka malah terlalu berotot. Ditambah dengan olahraga ringan lainnya. Dan yang terakhir adalah karate. Latihan itu akan berakhir jam sembilan. Lalu sorenya akan dimulai jam empat hingga jam lima tiga puluh. Mereka melakukannya setiap hari.

Ini penyiksaan!

“Kurang tinggi. Lebih tinggi lagi! Lebih kuat lagi!” teriak Adrian pada Disa.

Sialan banget nih orang, mentang-mentang papa yang menyuruh, dia jadi seenaknya, batin Disa dengan kesal.

“Ya ampun, capek banget aku, Kak.”

“Sama. Ngeselin bangat sih, Adrian itu.”

“Iya. Kenal dari mana sih papa sama Adrian itu?”

“Mana aku tahu.”

Tidak lama kemudian papa mereka pulang. Wajahnya nampak lelah.

“Pa, bisa enggak sih Adrian itu tidak melatih kami lagi. Kakak sama aku kan sudah berlatih bela diri sejak kecil ....”

“Jangan manja! Adrian sudah bilang, katanya kalian kurang disiplin, manja dan susah dikasih tahu.” Dira dan Disa melongo. Apa maksdnya itu? Dasar cowok enggak tahu diri, pikir Dira dan Disa bersamaan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status