Share

2. Diabaikan Suami

Author: Trioboy
last update Last Updated: 2024-02-07 11:59:43

Akhirnya Ferdi memutuskan membawa Nisa ke rumah sakit. Jiwa kemanusiaannya meronta, tidak tega untuk membuang wanita lemah tidak berdaya yang berbaring di kursi belakang mobilnya. Lebih tepatnya, takut perbuatannya akan terendus media masa, apalagi banyak saksi di depan pemakaman tadi.

Nisa sudah dirawat dan sudah dipindahkan ke ruangan, bangsal perawatan penyakit ringan.

"Dia hanya syok, kelelahan dan kedinginan," kata dokter ketika sudah selesai memeriksa Nisa tadi.

Ferdi menekan kedua pelipisnya dengan satu tangan. Ibu jari dan telunjuk memutar-mutar dengan bersamaan, ada rasa pusing di pusat kepalanya. Bajunya agak basah karena mengangkat tubuh Nisa yang sudah basah, ditambah lagi terkena guyuran hujan yang deras.

Perhatiannya teralih ke arah Nisa yang mengerang pelan dan bergumam kehausan. Ferdi bangkit dan mengambil air mineral, lalu menaikkan sedikit brankar pembaringan Nisa.

Tanpa bicara, Ferdi menyodorkan sedotan ke bibir Nisa yang mulai berwarna.

"Terima kasih," ucap Nisa lirih, lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

"Apa yang kamu lakukan!" seru Ferdi dengan suara tegasnya ketika melihat Nisa langsung beranjak duduk sambil menyingkap selimutnya ingin berdiri.

"Aku tidak boleh disini, aku harus pulang." Nisa berdiri namun langsung terduduk lagi ke pinggir brankar sambil memegang kepalanya, pusing. Pakaian basahnya sudah diganti perawat dengan seragam pasien.

"Telepon saja suamimu." Ferdi mengeluarkan ponselnya untuk diserahkan ke arah Nisa, karena tas wanita itu lupa dibawanya saat tergesa menghindari warga yang mulai marah tadi.

Nisa menggelengkan kepalanya dengan cepat, membuat kepala itu bertambah pening. "Tidak, aku harus pulang," ujarnya lemah yang merasa trauma dengan rumah sakit karena kejadian putranya, bahkan baru semalam dia berurusan dengan bagian administrasi dan itu membuat matanya kembali panas, air mata kembali merebak.

Sifat keras kepala Nisa membuat kemarahan Ferdi kembali, dia sudah banyak membuang waktu disana. "Telepon saja suamimu agar aku bisa pergi dari sini, cepat!" ujarnya geram. Suaranya sudah cukup dibikin pelan namun tetap terdengar keras dan memerintah.

Nisa tersentak kaget. "Aku baru ingat, apa kamu yag menabrakku?"

"Sembarangan! Kamu yang menabrakkan dirimu sendiri, kenapa tiba-tiba muncul di depan mobilku?" desis Ferdi kejam, takut kalau ada yang mendengar Nisa, lalu percaya dan menganggap kalau dirinya mau melarikan diri dari tanggung jawab.

"Seharusnya kamu tidak menyelamatkanku, biarkan aku mati sekalian," gumam Nisa pelan namun masih bisa terdengar oleh telinga lebar Ferdi.

"Dan membiarkanku diamuk massa, begitu?" ujar Ferdi sinis melanjutkan gumaman Nisa.

Nisa kembali merebahkan dirinya ke pembaringan dan menutupi wajahnya dengan pergelangan tangannya yang tidak diinfus. "Tinggalkan saja aku disini," ucapnya lemas.

"Tidak bisa. Aku tidak mau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan sebelum walimu datang," ucap Ferdi masih berdiri tegap di samping pembaringan Nisa dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana, tidak kalah keras kepalanya.

Ferdi ingin urusannya dengan Nisa cepat selesai. Dia tidak ingin kejadian kecil ini menjadi masalah besar dikemudian hari, wali Nisa menuntutnya ke polisi misalnya apalagi tadi dia hampir diamuk warga.

Nisa tetap diam, masih keras kepala. Ferdi yang melihat wanita itu, mengatupkan rahangnya dengan keras hingga terdengar giginya yang beradu. Kalau bukan karena suara ponselnya yang berdering, mungkin lelaki itu sudah menyemburkan sumpah serapahnya.

"Ya, bagaimana? Apa kalian menemukan putraku?" Ucapan Ferdi membuat Nisa menyingkirkan lengannya dan memasang telinga dengan benar karena lelaki itu menjawab teleponnya sambil berjalan menjauh ke arah jendela.

"Cari ke segala tempat terutama yang bersangkutan dengan ibunya. Telepon wanita itu agar tidak membuat ulah lagi," ujar Ferdi tegas.

Nisa beranggapan kalau lelaki dihadapannya itu sangat kolot dan temperamen, apalagi menyangkut dengan istrinya karena nada bicaranya terdengar jijik ketika menyebut tentang ibu dari anaknya.

Nisa kembali menutupi wajahnya ketika Ferdi selesai dengan teleponnya, menghembus nafas lelah sebelum kembali menghampiri Nisa.

"Apa kamu tidur?" tanyanya pelan namun terdengar jelas saat melihat Nisa tidak bergerak dengan posisinya.

"Tinggalkan saja aku sendiri disini," jawab Nisa menurunkan lengannya, memperlihatkan wajah yang sembab.

"Tidak sebelum walimu datang menemani," ujar Ferdi keukeh dengan kemauannya.

Mereka berdua benar-benar keras kepala, Nisa menyadari itu dan dia harus mengalah agar masalah mereka cepat selesai.

"Baiklah," ujar Nisa sambil mencoba duduk kembali.

Ferdi hanya memperhatikannya saja tanpa mau membantu. Melihat wanita itu mengedarkan pandangan matanya mencari keberadaan tasnya.

"Tasmu hilang, aku tidak membawa tasmu waktu membawamu kesini," ujar Ferdi, sadar apa yang dicari wanita itu.

"Oh, tidak." Kedua tangan wanita itu memangku kepalanya dengan frustasi. Bagaimana tidak, selain ponsel dan data diri juga ada rincian biaya almarhum anaknya serta surat-surat penting lainnya.

"Gunakan dulu ponselku, nanti kucoba mencari lagi tasmu. Tapi kemungkinan sudah hilang karena banyak orang waktu kamu menabrakkan tubuhmu ke mobilku," ucap Ferdi menekankan kalimat tentang Nisa yang mencoba melukai dirinya sendiri.

Nisa menghela nafas lelah, tidak ingin memperumit keadaan dengan membangkang lelaki itu lagi dan mengambil ponselnya.

Beruntung dia memiliki ingatan yang bagus, sehingga nomer ponsel sang suami sudah hapal diluar kepalanya.

"Mas, aku mengalamai kecelakaan. Tolong jemput aku di rumah sakit tempat anak kita dirawat," ucap Nisa ketika panggilannya diangkat setelah panggilan kesekian kali.

Ferdi yang mendengar tentang anak Nisa yang dirawat, mengernyitkan keningnya. Kenapa wanita itu ingin pulang kalau anaknya dirawat di rumah sakit?

"Jangan bilang kalau kamu masih di kantor, Mas. Kamu sudah tidak hadir saat anak kita dirawat, tidak datang ke pemakaman anak kita hari ini, setidaknya kamu mau datang menjemputku agar aku bisa pulang, mereka butuh waliku untuk tanda tangan!" ujar Nisa, air mata yang tadi ditahan akhirnya mengalir juga di pipinya yang tirus.

DEG! Jatung Ferdi berdetak keras begitu menyadari kalau anak wanita dihadapannya ini telah meninggal. Saat itu juga dia menyadari kalau Nisa saat tertabrak olehnya tadi, wanita itu baru pulang dari pemakaman anaknya. Pantas saja wajahnya murung seperti tidak ada gairah hidup, terlebih lagi tanpa kehadiran suami.

Pandangan tentang Nisa saat itu berubah di mata Ferdi. Kekesalannya berubah menjadi kasihan karena melihat wanita itu menangis tanpa suara, berbicara kepada suaminya tanpa ingin suaminya tau kalau dia sedang menangis. Meski Ferdi tidak mendengar ucapan sang suami karena pikirannya melayang ke kecelakaan sebelumnya, tapi dia bisa mengira apa yang membuat wanita itu semakin sedih.

Nisa menyerahkan ponsel lelaki itu dan menggelang dengan sedih. "Dia tidak akan datang. Kamu bisa meninggalkanku disini, aku bisa pulang sendiri."

Ferdi menyambut ponselnya dalam diam, menatap Nisa dengan kasihan. Seorang ibu yang baru kehilangan anaknya untuk selama-lamanya dan tanpa dukungan keluarga terutama parter hidupnya, dia dapat memahami perasaan Nisa.

Ferdi keluar ruangan saat Nisa kembali merebahkan tubuhnya dan kembali dengan posisi semula, menutupi wajahnya dengan lengannya.

Ferdi menelepon seseorang dengan wajah seriusnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
klu kabur ngapain minta dijemput? kayaknya wanita tolol ini sangat menikmati perlakuan suami mertua dan iparnya.
goodnovel comment avatar
Dina0505
jodoh ni bisa dan Ferdi sm2 keras kepala tapi Ferdi peduli tu Sama Nisa
goodnovel comment avatar
MyMelody
lucu liat mrk sama2 keras kepala
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dari Asisten Dinikahi Bos Keren   28. Bi Nia dan si Lelaki Misterius

    Sesuai janjinya kepada Bi Nia, Nisa membawa Lana untuk berjalan-jalan ke taman. Sesuai usul Mang Kardi, Nisa pun juga memanggil ojek online untuk membawa mereka pergi ke tempat tujuan yang jaraknya tidak terlalu jauh.“Hati-hati, Mbak. Kalau ada apa-apa, telpon saja Amang.” Pesan Mang Kardi ketika mereka sudah siap berangkat.“Siap, Mang,” jawab Nisa lalu motor yang membawa mereka mulai berjalan.Nisa memutuskan tetap membawa majikan kecilnya jalan-jalan sore itu, sesuai dengan pesan Bi Nia, meski dia tau kemungkinan kalau mereka sedang diawasi.Setelah sampai di taman, wanita itu tidak menyesal dengan keputusannya setelah melihat Lana yang begitu senang dan mencoba semua permainan yang ada di taman itu. Memang anak itu kalau setiap hari sabtu sore, selalu ke tempat itu, tapi tidak membuatnya membuatnya puas dengan semua permainan itu. Dia akan bermain mandi bola, memancing ikan dan menaiki odong-odong.Dan setelah satu jam mereka berada di taman, Nisa kembali melihat ada lelaki ting

  • Dari Asisten Dinikahi Bos Keren   27. Jadilah Mamaku

    Seperti biasa, Nisa membawa Lana pulang dengan berjalan kaki karena jarak antara sekolah dan rumahnya hanya berjarak 2 kompleks perumahan."Bagaimana, Mbak. Mau tidak jadi mamaku?" tanya Nisa sebel;um mereka sampai di rumah bertingkat 3."Apa ayahmu yang menyuruhmu, Den?""Jangan panggil aku Aden lagi.""Aku masih pengasuhmu lho, Den Lana," ujar Nisa tertawa."Aku hanya tidak ingin mereka memecatmu. Kalau kamu jadi mamaku, tentu mereka tidak akan berani memecatmu." Lana berlari masuk ke dalam pagar yang sudah dibuka Mang Kardi saat melihat mereka berjalan mendekat."Ngambek lagi, Mbak? Majikan kecil kita?" tanya Mang Kardi saat Nisa melewati beliau."Iya, Mang. Mungkin dia kecapekan," ujar Nisa beralasan.Nisa melongokkan kembali kepalanya melewati pagar setelah kakinya melangkah ke dalam, mengintip ke arah kedatangannya bersama Lana tadi.“Ada apa, Mbak?” tanya Mang Kardi heran melihat tingkah Nisa yang seperti anak kecil main petak umpet.“Ada yang membuntuti kita dari tadi, Mang,”

  • Dari Asisten Dinikahi Bos Keren   26. Bimbang

    “Menikahlah denganku.” Ucapan Ferdi terus terngiang dalam benak Nisa.Dia tidak mampu berkata-kata saat di dalam ruang kerja lelaki itu, pikirannya berlarian kesana kemari. Sekarang pun masih, dia sedang berada di dapur dan sedang herpikir, 'kenapa bos kerennya itu bisa tertarik dengan janda seperti dirinya?'Sementara Ferdi juga sedang galau di ruangannya, dia merasa seperti kehilangan kharismanya.“Bagaimana kalau dia menolakku, aku tidak akan punya keberanian lagi untuk bertemu dengannya. Bodoh bodoh bodoh.” Ferdi memukul kepalanya seiring dengan umpatan yang dia lontarkan.“Seharusnya aku melakukan pendekatan terlebih dahulu. Dia pasti terkejut dengan pernyataanku tadi kan.” Ferdi menggaruk belakang kepalanya dengan kasar, sehingga rambut bagian belakangnya mencuat berantakan. Teringat ucapan kaki tangan sekaligus orang yang memberikan petuah cinta, begitu teman sekaligus bosnya curhat tentang seorang wanita. Lelaki seusia Ferdi yang bernama Herdiansyah. Lelaki yang dianggap sama

  • Dari Asisten Dinikahi Bos Keren   25. Menikahlah Denganku

    Merasa mendapat penolakan, membuat Ferdi diam sepanjang jalan. Sedangkan Nisa sering melirik ke samping, ke tempat Ferdi duduk di belakang kemudi, khawatir kalau lelaki itu marah atas sikapnya yang tanpa pikir panjang menampik perhatian majikannya yang tidak biasa.Ferdi menutup erat mulutnya, bahkan kalau perlu menahan nafasnya juga. Dia tidak pernah mendapat penolakan dari wanita manapun karena dia memang tidak pernah membuka hatinya kepada lawan jenis, setelah dikhianati oleh gebetannya sewaktu kuliah dulu.Bahkan ketika sampai ke rumah pun, Ferdi masih tetap tidak mau membuka mulutnya, padahal biasanya dia akan bicara walau tanpa ekspresi, “harus sudah stand by jam 8 pagi besok di mobil, setelah mengantar Lana sekolah lanjut ke kantor.”“Apa dia marah karena ku tolak papahannya tadi? Huh, kekanak-kanakan sekali. Lagian mana mungkin aku mau digandeng oleh bosku sendiri sementara banyak mata yang memperhatikan kami, apa dia tidak memikirkan reputasinya?” gumam Nisa bertanya-tanya sa

  • Dari Asisten Dinikahi Bos Keren   24. Mulai Tertarik

    "Apa Mbak Nisa dan ayah berpacaran?" tanya Lana ketika mereka sudah sampai di mall dengan diantar oleh sopir kantor."Kenapa Den Lana bisa berpikir begitu?" tanya Nisa terkejut karena anak sekecil itu bisa tau mengenai pacaran."Sama seperti ibu yang sering bawa lelaki ke rumah. Ibu bilang itu pacar ibu, mereka sering makan malam bersama. Mbak bakal pergi makan malam dengan ayah, kan?" ujar Lana, masih menggengam tangan Nisa yang menggandengnya dari ketika mereka turun dari mobil, karena anak itu sering berlari-lari hingga Nisa kesulitan mengejarnya."Kami bukan hanya makan berdua saja, Lana. Tapi juga ada klien Tuan Ferdi." Nisa memilih menjawab Lana dengan gaya dewasa, karena dia yakin dengan gaya anak itu mungkin bisa mengerti."Kalau klien perusahaan, kenapa tidak bertemu di kantor saja, Mbak. Kenapa harus makan malam?" Tuh kan, anak itu sedikit banyaknya sudah mengerti."Iya kalau klien kantor, tapi ini klien Tuan Ferdi dan beliau sedang merayakan ulang tahunnya yang ke - 70.""W

  • Dari Asisten Dinikahi Bos Keren   23. Kebimbangan Ferdi

    "Maaf, Mbak. Mbaknya ngomong sama siapa, ya?" Tiba-tiba seorang pemuda menyapa Nisa yang berbicara sendiri. Dari raut pemuda itu terlihat waspada sambil mengedarkan matanya di sekeliling Nisa."Saya pikir, Mbak tadi bicara dengan ponsel, tapi saya liat-liat lagi, tidak ada headset di lubang telinganya." Pemuda itu menatap Nisa dengan ketakutan.Nisa yang juga terkejut, heran melihat reaksi pemuda itu. "Oh, maaf mengagetkanmu. Saya hanya sedikit stres dengan pekerjaan hari ini," ujar Nisa beralasan."Oh, syukurlah." Pemuda itu menghembuskan nafasnya lega, karena sempat mengira kalau Nisa sedang berbicara dengan makhluk tak kasat mata."Pegawai baru, ya?" tanya Nisa yang merasa lucu melihat pemuda itu membuang keteganganya."Iya, Mbak. Baru 2 bulan, masih masa percobaan," jawabnya santai kemudian."Semoga betah, ya." Setelah Nisa mengatakan itu, lift yang akan turun ke lantai dasar berhenti di lantai 3."Duluan, ya," lanjut Nisa yang diangguki sopan oleh pemuda tadi.Nisa mendengar keri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status