Share

Dari Mantan Jadi Ipar
Dari Mantan Jadi Ipar
Penulis: Nania Orchid

Kenyataan Pahit

Penulis: Nania Orchid
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-19 17:26:45

Jantungku berdetak kencang ketika mata tanpa sengaja tertuju pada sosok pria yang telah lama tak terlihat. Pria yang sudah susah payah aku lupakan. Namun sial, kini dia berada di hadapan.

Rasanya seperti mimpi buruk. Sungguh, di alam mimpi pun aku sebenarnya tak mau bertemu dengannya. Akan tetapi, ini nyata dan tak bisa terelakkan. Semesta, kenapa mesti bertemu dia lagi? Bukankah hari ini aku berhak bahagia?

Konyol, tiada guna aku bertanya pada semesta seperti itu. Semua hanya akan semakin membuat hati ini kalut. Ah, sudahlah, lebih baik aku pura-pura tidak kenal saja padanya. Lagipula, saat ini aku harus buru-buru, sebelum akad nikah Kakak dimulai.

"Ayesha! Kamu Ayesha, kan?" Pria itu bertanya demikian sambil berusaha menyejajarkan dirinya di samping tubuh ini. Ah, ternyata dia masih mengenaliku. Sial!

Aku enggan menanggapi pria yang bernama Azka itu. Hanya membuang waktu dan tak ada gunanya juga. Lebih baik aku bergegas pergi agar segera sampai ke tujuan. Andai, sopir taksi tidak buru-buru karena istrinya mau melahirkan, mungkin dia bisa mengantar hingga tujuan dan aku tidak perlu berjalan kaki menuju tempat resepsi pernikahan Kakak.

Ya, hari ini adalah hari paling membahagiakan buat kakakku. Di hari ini juga aku kembali menginjakkan kaki di kota ini, setelah hampir lima tahun bekerja di luar daerah. Sebenarnya, enggan sekali untuk pulang, tapi akhirnya aku ada di sini.

Alasannya selain rindu pada Ibu, aku juga tak tega pada Kak Dinda, saudara satu-satunya yang aku miliki. Saat dia lamaran, diri ini sudah tak menghadiri. Akan jahat sekali jika saat akad pun aku alpa lagi. Namun, kenapa mesti bertemu dengan Azka, mantan pacar yang aku anggap sudah mati. Bertemu dengannya sama seperti mengulang rasa sakit. Bukankah, rasa sakit itu tak pantas untuk di kenang?

"Ayesha! Tunggu!'' Azka terus berusaha membuatku berhenti. Pria itu sepertinya berusaha sekali membuat diri ini meresponnya.

"Sha, kamu apa kabar? Udah lama, ya kita nggak ketemu?" Lagi, Azka terus berbicara, sementara aku hanya cuek saja. Memangnya aku harus bagaimana? Say hello gitu? Oh, no!

"Eh, Nduk. Alhamdulillah, akhirnya kamu nyampe. Ibu udah cemas nungguin kamu. Ibu pikir, kamu ndak jadi pulang." Seorang wanita dengan suara lembut menyapa. Seketika hati ini sedih, karena wajah tua itu sudah lama tak aku lihat langsung. Dia, ibuku. Orang yang paling berharga dalam hidup seorang Ayesha Bestari.

Aku bergegas menghampiri Ibu dan langsung memeluk tubuh tuanya. Kemudian, menciumi pipi wanita itu. Keriput di wajah Ibu semakin bertambah. Membuat aku sadar, jika Ibu sudah semakin sepuh. Ya, usia beliau saat ini sudah menginjak lima puluh tahun.

"Ayesha kangen Ibu. Maaf, ya kalau baru sekarang Ayesha pulang," kataku sambil terus tersenyum pada Ibu.

"Ndak apa-apa, Nduk. Ibu tau kesibukanmu. Maaf, ya, kalo kamu begini karena harus menafkahi keluarga ini." Mata Ibu semakin berkaca-kaca.

"Eh, ada apa ini, kok pada nangis? Masa anaknya pulang malah sedih." Kak Dinda muncul dari balik pintu. Dia terlihat cantik dan anggun sekali.

"Kak," sapaku sambil memeluknya. "Selamat, ya. Maaf, aku baru bisa pulang."

"Iya, gak apa-apa. Yuk, masuk, sebentar lagi acaranya mau dimulai. Barang-barang kamu taruh aja di kamar Ibu, ya. Maaf, kakak gak bisa sewa kamar khusus buat kamu. Bikin resepsi ini aja dananya ngepas."

Entah kenapa, aku merasa tidak enak hati saat mendengar penuturan Kak Dinda. Namun, aku buru-buru menepis pikiran itu.

Aku pun mengikuti langkah Ibu yang mendahului. Namun, tiba-tiba suara seseorang mengusikku untuk menoleh ke belakang.

"Jelasin ke aku, dia siapa?" Azka bertanya demikian pada Kak Dinda dengan raut wajah yang menurutku sangat kecewa. Kenapa, ya dia? Apa mereka saling kenal?

"Mas, aku bisa jelasin. Kamu tenang, ya jangan emosi. Malu tau. Kita, kan mau nikah." Kak Dinda berusaha mereda amarah Azka. Ah, gila. Ternyata Azka ....

Aku masih berusaha mengendalikan diri. Berusaha menahan sesak yang sangat menyakitkan. Ternyata Azka ada di tempat ini karena dialah calon suami Kakakku. Lelucon macam apa ini? Bagaimana bisa dia akan menikahi saudaraku?

"Kak, ini calon suamimu?" Aku menghampiri dua sejoli itu dan bertanya dengan raut wajah setenang mungkin.

"Iya, Sha. Kenalin namanya Azka. Maaf, ya selama ini kamu minta foto dan nama calon suami kakak, kakak selalu bilang rahasia. Biar kamu penasaran dan mau pulang."

Kak Dinda semringah sekali saat memperkenalkan pria pilihannya padaku. Andai dia tahu bahwa dulu Azka adalah kekasihku. Mungkin, dia tak akan seperti ini. Oh, Allah, kenapa mesti Azka di antara banyaknya pria di dunia?

Aku dan Azka bersalaman, layaknya tidak saling mengenal. Busyet, ini terlalu menyakitkan. Pertemuan ini hanya racun yang bisa membunuh secara perlahan. Nyatanya, setelah sekian lama, aku belum sepenuhnya move on dari Azka. Terbukti, hati ini sakit sekali setelah mengetahui dia akan menikahi Kak Dinda.

Semesta nyatanya tidak adil. Kenapa Kak Dinda bisa menikah dengan Azka? Apakah ibunya Azka sudah berubah dan mau menerima orang miskin menjadi menantunya? Aku ingin lihat, bagaimana reaksi wanita itu ketika mengetahui siapa Ayesha sekarang dan apa hubungannya dengan Kak Dinda.

"Jadi kamu punya adik? Kok, kamu nggak jujur?" Azka masih melanjutkan pertanyaannya. Namun, pertanyaannya kali ini membuatku kaget.

"Sebenarnya aku mau jujur, cuma waktu itu aku nggak sempat jelasin karena ibu kamu sudah menanyakan hal lain," jelas Kak Dinda dan langsung membuatku mencoba mengerti. "Sayang, udah, ya. Hal kek gini, kan gak penting juga diribetin. Mending kamu ganti baju, dari tadi Mbak Nisa nungguin kamu, lho mau dandanin kamu. Lagian, tamu udah pada dateng. Pak Penghulu juga udah di sini."

Azka menghela napasnya. Wajahnya kecewa sekali. Dari dulu dia memang begitu jika kesal. Ah, mengingat masa lalu dengannya sama saja menyakiti hati ini. Ayesha, kamu harus ikhlas. Harus!

"Aku boleh nggak pergi sebentar? Aku mau latihan akad, soalnya aku belum lancar. Daripada nanti malu, kan?" Azka berkata demikian. Entah itu alasan, atau memang benar. Ah, itu bukan urusanku.

Kak Dinda tampak sedih. Namun, dia tetap menyetujui permintaan Azka. Ah, sepertinya kakakku itu sangat mencintai Azka. Tuhan, aku mohon ikhlaskan hati ini untuk menerima kenyataan.

***

"Nduk, kamu, kok ngelamun? Kenapa?" Ibu bertanya sambil mengusap pelan bahuku.

Aku menggenggam tangan Ibu, kemudian membawa tangan keriput itu ke pangkuanku. "Ayesha nggak apa-apa, Bu. Cuma agak capek." Senyumku mengembang, tapi hati ini sebenarnya menangis. "Bu, Ayesha boleh nanya?"

"Apa, Nduk?"

"Kak Dinda bisa nyewa hotel ini emangnya murni uang hantaran dari suaminya?"

Ibu agak kaget setelah mendengar pertanyaanku. Apa ada yang beliau tutupi, ya? Atau mungkin, pertanyaan tadi tidak sopan?

"Nduk ...." Ibu menghela napasnya. "Maafin ibu, ya. Sebenarnya uang yang tiap bulan kamu kirim buat tabungan ibu ke Mekah yang dipake Dinda. Dia bilang, akan diganti setelah dia menikah," jelas Ibu dengan nada berat.

Bersambung ....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dari Mantan Jadi Ipar   Semua yang Manis

    Jantungku serasa copot ketika seorang wanita itu masuk dan mendekati Mas Athaar. Bukankah kamar adalah privasi dan haram dimasuki orang luar? Namun, kenapa wanita itu begitu biasa dan tak canggung sama sekali.? Bahkan ketika dia tahu jika Mas Athaar tengah video call dengan istrinya. Parahnya lagi, wanita itu malah menyapaku. Aku memasang wajah masam ketika Mas Athaar kembali fokus ke layar handphone. Pria itu tersenyum simpul seperti berpura-pura bodoh. Sepertinya dia sengaja agar aku tak lagi marah padanya."Sejak kapan kamu punya pembantu, Mas? Kenapa, nggak bilang aku dulu?" Aku bertanya dengan wajah yang masih masam."Sayang ... santai. Jangan marah, dong. Nanti cantik kamu ilang gimana?" Mas Athaar malah menggodaku."Mas!" kesalku dan langsung disambut tawa oleh Mas Athaar. Andai saja dekat, pasti sudah aku cubit pinggangnya."Sebenarnya Bulek Hanum bukan pembantu, Sayang. Dia cuma kebetulan lagi berobat di Malang. Dan dia di sini sama Mbak Asri dan Mas Agung juga. Kamu lupa ka

  • Dari Mantan Jadi Ipar   Diduakan Ketika Berjauhan

    Sebuah perjalanan cinta indah telah aku rasakan nikmatnya. Menggapai puncak nirwana juga telah aku tempuh bersama pria bergelar suami. Kini, aku tengah berbadan dua, mengandung buah cintaku dengan Mas Athaar setelah delapan tahun pernikahan kami.Layaknya wanita hamil, aku merasakan berbagai hal tak mengenakkan sekaligus menyenangkan. Ada tawa tiap janin yang kini berusia empat bulan merespon suara dan sentuhan kami orang tuanya.Mas Athaar semakin sayang padaku. Begitu juga dengan Mama dan Papa Mertua. Namun, akhir-akhir ini sikap Kak Dinda agak aneh. Mungkin dia merasa jika aku sangat beruntung ketimbang dia yang kurang perhatian mertua.Azka sekarang banyak berubah, tapi aku merasa jika dia masih saja memperhatikan diri ini. Namun, tentunya tak seperti dulu. Pria itu kini sangat berhati-hati. Mungkin, karena kini dia sudah memiliki tiga buah hati dengan Kak Dinda. Jadi, pikirannya lebih dewasa.Meskipun sedang hamil, aku tetap sibuk menjalani hari-hari. Mulai menjadi istri hingga w

  • Dari Mantan Jadi Ipar   Bercinta Penuh Gelora (area 21++)

    "Kenapa kamu bertanya seperti itu, Sha? Apa ada yang mengganjal di hati kamu?"Aku mengangguk mendapat pertanyaan seperti itu dari Mas Athaar. Karena memang kenyataannya ada beberapa hal yang masih mengganjal pikiran."Katakanlah. Mas akan coba jawab sejujurnya." Mas Athaar mengedipkan mata sambil membelai rambutku yang panjang terurai. Wajahnya menenangkan dan itu mampu membuat hatiku berbunga-bunga.Sepersekian detik aku hanya bergeming dan menatap wajah Mas Athaar lekat. Berusaha untuk menyusun kalimat yang tepat agar tak ada hati yang tersakiti."Mas, sekarang kita, kan sudah menikah. Dan, sesuai kesepakatan di awal, tidak ada kebohongan yang kita sembunyikan di antara kita." Mas Athaar menganggukkan kepala sebagai tanda ingat akan janji yang pernah terucap."Mas, siapa, sih anaknya Bu Broto? Apa ada hubungannya dengan kamu?" Dengan to the point, akhirnya aku menanyakan hal yang memang ingin aku ketahui jawabannya.Mas Athaar sedikit kaget. Namun, dia tetap tenang. Sebuah senyuman

  • Dari Mantan Jadi Ipar   Terbuai Cinta dalam Curiga

    Curiga yang aku rasakan bukan tanpa alasan. Tatapan mama mertua padaku kini seperti salah tingkah. Jelas, ada yang disembunyikan olehnya. Tapi apa?Mas Athaar juga menghindari kontak mata denganku. Rasanya, hari bahagia ini menjadi hambar karena hal ini. Seharusnya, kan sekarang aku happy, tapi malah curiga dan sakit hati.Menyalami para tamu pun sudah tak fokus lagi. Ingin sekali acara ini segera usai agar apa yang sedang mengganjal di hati ini segera enyah. Pokoknya, aku harus mempertanyakan siapa itu anaknya Bu Broto pada Mas Athaar."Nduk, kamu kenapa? Senyumnya, kok ilang? Itu Bude Miah mau salim, kok kamu malah cemberut. Piye, to?" Ibu menepuk pundakku dan berkata demikian padaku.Ah, ternyata curiga ini sudah membuat semuanya kacau. Suasana hati yang tak enak nyatanya sudah mengubah diriku. Bahkan orang lain pun terkena imbasnya. Fokuslah, Ayesha!"Sayang, kamu nggak apa-apa? Kamu capek, ya?" Kini, Mas Athaar yang berbicara. Wajahnya terlihat khawatir. Sebegitu pedulikah dia? A

  • Dari Mantan Jadi Ipar   Rasa Curiga di Hari Bahagia

    Suara Mas Athaar terdengar mengancam. Mungkin, Ibu juga mendengarnya karena posisi dapur dan ruang tamu tidaklah jauh. Namun, entah di mana Ibu. Wanita itu tak muncul sama sekali. Apa iya jika Ibu sudah malas ikut campur dan mendamaikan kami seperti biasanya?Langkahku terhenti. Entahlah, seperti sudah terprogram untuk menuruti perkataan Mas Athaar. Namun, sebenarnya lebih dari itu. Ya, aku takut hubungan kami semakin hancur jika aku menuruti ego diri tetap pergi.Aku memutar badan. Memasang wajah setenang mungkin padahal hati sudah dongkol sekali. Sesak merajai. Andai aku bisa berontak, tapi bagaimanapun aku harus tetap memikirkan hati Ibu."Ayesha, menikahlah dengan mas. Maaf untuk semua yang telah terjadi. Mas hanya kalap, takut kehilangan kamu. Asal kamu tau, mas sudah beberapa hari nggak pulang ke rumah. Mas mencari ketenangan sendiri dan mohon petunjuk Allah. Sekarang, mas sudah yakin, jika dengan menikah dengan kamu, adalah pilihan yang terbaik. Kamu mencintai mas, kan?" Mas At

  • Dari Mantan Jadi Ipar   Ancaman dari Mas Athaar

    Beberapa detik berlalu begitu saja tanpa dialog di antara aku dan Mas Athaar. Bahkan, aku tak sedikit pun menoleh ke arah pria itu. Diriku hanya mematung dan kebingungan harus berbuat apa.Sementara, suara desah napas Mas Athaar terdengar panjang. Mungkin, pria itu merasa kecewa dengan sikapku yang terkesan cuek."Sha ... kamu beneran udah benci, ya sama mas?" Mas Athaar akhirnya buka suara. Nada bicaranya terdengar parau.Aku menoleh, rasanya tak enak hati jika terus-terusan berdiam diri dan tak merespon ucapan Mas Athaar. Pria itu tak bersalah sama sekali. Hanya terkadang dia terlalu berlebihan cemburu.Aku kikuk berhadapan dengan Mas Athaar. Seperti saat pertama jumpa. Degup jantung pun mulai tak keruan. Ah, kenapa aku jadi berlebihan? Harusnya aku biasa-biasa saja.Mas Athaar mendekat. Aroma parfum pria itu begitu menyengat hingga menusuk rongga penciumanku. Dia pasti sengaja memakai banyak wewangian agar aku terkesan. Padahal, aku adalah tipe orang yang kurang suka parfum dengan

  • Dari Mantan Jadi Ipar   Rindu yang Hampa

    Menikah kemudian membina rumah tangga adalah impian setiap orang termasuk aku yang kini sudah layak berada di fase itu. Akan tetapi, halangan dan cobaan datang silih berganti untukku mencapai tujuan.Entahlah, mungkin memang belum saatnya Allah meridhoi aku berumah tangga. Padahal akad sudah hampir terucap. Bagaimanapun jika Allah tak berkehendak, semua tak mungkin terjadi.Sudah hampir seminggu Ibu pulang dari rumah sakit. Kondisi beliau juga semakin membaik. Alhamdulillah, Ibu tak mempermasalahkan dan menyalahkan diri ini atas kejadian yang menimpanya. Namun, juga tak sepenuhnya rela aku batal nikah.Persiapan pernikahan yang sudah sangat matang nyatanya tak menjamin sepasang kekasih akan bersanding di pelaminan. Nyatanya, kini aku harus mengikhlaskan batal nikah karena berbagai masalah yang datang.Pihak keluarga Mas Athaar nyatanya masih keberatan menerimaku jadi mantu yang katanya sudah membuat keluarga besar mereka malu. Terlalu berlebihan, nggak, sih? Kan, aku tidak melakukan h

  • Dari Mantan Jadi Ipar   Siapa yang Egois?

    "Stop! Diam!" teriakku sembari membantu Mas Athaar berdiri. Pria yang sebentar lagi menjadi suamiku itu tadi jatuh terjengkang karena tiba-tiba Azka mendorong dirinya.Azka seperti lupa sedang berada di penjara. Seharusnya dia bisa menahan dan menempatkan dirinya. Jika sudah seperti ini, bisa-bisa hukuman yang dia terima jadi bertambah berat.Melihat keributan yang terjadi, seorang petugas sipir langsung berusaha mengamankan Azka. Pria yang selalu memegang tongkat itu sigap memborgol Azka dan mengatakan jangan membuat keributan di tahanan. Namun, Azka malah berontak dan membuat petugas sipir itu sedikit kewalahan."Dasar Pecundang!" bentakku pada Azka. "Aku datang ke sini rupanya untuk melihat seperti ini? Mulai hari ini, aku nggak akan mau jenguk kamu ataupun peduli tentang diri kamu. Nikmatilah hari-hari kamu di sini. Masalah Aira, aku yang akan membesarkan dia." Aku berujar dengan penuh emosi. "Ayo, Mas, kita pergi dari sini. Buang-buang waktu aja kita di sini," ajakku pada Mas Ath

  • Dari Mantan Jadi Ipar   Pertengkaran di Rutan

    "Sha, alhamdulilah, akhirnya kamu sadar." Saat mata ini terbuka, Mas Athaar yang pertama kali terlihat. Wajahnya terlihat cemas dan ada jejak basah yang masih jelas di sana."Mas," sapaku padanya. "Aku di mana sekarang, Mas? Kamu lihat Aira nggak" tanyaku setelahnya."Kamu dan Aira sekarang ada di tempat yang aman, Sha." Alhamdulillah, aku bisa nyelametin kalian dari Mbak Dinda."Aku merasa agak ganjal dengan ucapan Mas Athaar. Bagaimana ceritanya dia yang menyelamatkan aku dan Aira? Bukankah di saat kejadian, pria itu tak ada di tempat."Kamu nyelametin aku dan Aira, Mas? Tapi, kan kamu—""Tadi aku putar balik ke rumah kamu, Sha. Karena aku pikir, secepatnya kita harus bicara. Makanya aku mutusin kembali ke sini. Pas aku baru nyampe halaman, aku denger suara Aira nangis dan teriakan Mbak Dinda, aku buru-buru masuk dan ternyata ada kejadian seperti ini," jelas Mas Athaar dengan penuh keseriusan.Aku bahagia Mas Athaar yang menyelamatkan aku dan Aira. Namun, juga cemas, karena takut Dok

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status