Share

Dari Mantan Jadi Ipar
Dari Mantan Jadi Ipar
Penulis: Nania Orchid

Kenyataan Pahit

Jantungku berdetak kencang ketika mata tanpa sengaja tertuju pada sosok pria yang telah lama tak terlihat. Pria yang sudah susah payah aku lupakan. Namun sial, kini dia berada di hadapan.

Rasanya seperti mimpi buruk. Sungguh, di alam mimpi pun aku sebenarnya tak mau bertemu dengannya. Akan tetapi, ini nyata dan tak bisa terelakkan. Semesta, kenapa mesti bertemu dia lagi? Bukankah hari ini aku berhak bahagia?

Konyol, tiada guna aku bertanya pada semesta seperti itu. Semua hanya akan semakin membuat hati ini kalut. Ah, sudahlah, lebih baik aku pura-pura tidak kenal saja padanya. Lagipula, saat ini aku harus buru-buru, sebelum akad nikah Kakak dimulai.

"Ayesha! Kamu Ayesha, kan?" Pria itu bertanya demikian sambil berusaha menyejajarkan dirinya di samping tubuh ini. Ah, ternyata dia masih mengenaliku. Sial!

Aku enggan menanggapi pria yang bernama Azka itu. Hanya membuang waktu dan tak ada gunanya juga. Lebih baik aku bergegas pergi agar segera sampai ke tujuan. Andai, sopir taksi tidak buru-buru karena istrinya mau melahirkan, mungkin dia bisa mengantar hingga tujuan dan aku tidak perlu berjalan kaki menuju tempat resepsi pernikahan Kakak.

Ya, hari ini adalah hari paling membahagiakan buat kakakku. Di hari ini juga aku kembali menginjakkan kaki di kota ini, setelah hampir lima tahun bekerja di luar daerah. Sebenarnya, enggan sekali untuk pulang, tapi akhirnya aku ada di sini.

Alasannya selain rindu pada Ibu, aku juga tak tega pada Kak Dinda, saudara satu-satunya yang aku miliki. Saat dia lamaran, diri ini sudah tak menghadiri. Akan jahat sekali jika saat akad pun aku alpa lagi. Namun, kenapa mesti bertemu dengan Azka, mantan pacar yang aku anggap sudah mati. Bertemu dengannya sama seperti mengulang rasa sakit. Bukankah, rasa sakit itu tak pantas untuk di kenang?

"Ayesha! Tunggu!'' Azka terus berusaha membuatku berhenti. Pria itu sepertinya berusaha sekali membuat diri ini meresponnya.

"Sha, kamu apa kabar? Udah lama, ya kita nggak ketemu?" Lagi, Azka terus berbicara, sementara aku hanya cuek saja. Memangnya aku harus bagaimana? Say hello gitu? Oh, no!

"Eh, Nduk. Alhamdulillah, akhirnya kamu nyampe. Ibu udah cemas nungguin kamu. Ibu pikir, kamu ndak jadi pulang." Seorang wanita dengan suara lembut menyapa. Seketika hati ini sedih, karena wajah tua itu sudah lama tak aku lihat langsung. Dia, ibuku. Orang yang paling berharga dalam hidup seorang Ayesha Bestari.

Aku bergegas menghampiri Ibu dan langsung memeluk tubuh tuanya. Kemudian, menciumi pipi wanita itu. Keriput di wajah Ibu semakin bertambah. Membuat aku sadar, jika Ibu sudah semakin sepuh. Ya, usia beliau saat ini sudah menginjak lima puluh tahun.

"Ayesha kangen Ibu. Maaf, ya kalau baru sekarang Ayesha pulang," kataku sambil terus tersenyum pada Ibu.

"Ndak apa-apa, Nduk. Ibu tau kesibukanmu. Maaf, ya, kalo kamu begini karena harus menafkahi keluarga ini." Mata Ibu semakin berkaca-kaca.

"Eh, ada apa ini, kok pada nangis? Masa anaknya pulang malah sedih." Kak Dinda muncul dari balik pintu. Dia terlihat cantik dan anggun sekali.

"Kak," sapaku sambil memeluknya. "Selamat, ya. Maaf, aku baru bisa pulang."

"Iya, gak apa-apa. Yuk, masuk, sebentar lagi acaranya mau dimulai. Barang-barang kamu taruh aja di kamar Ibu, ya. Maaf, kakak gak bisa sewa kamar khusus buat kamu. Bikin resepsi ini aja dananya ngepas."

Entah kenapa, aku merasa tidak enak hati saat mendengar penuturan Kak Dinda. Namun, aku buru-buru menepis pikiran itu.

Aku pun mengikuti langkah Ibu yang mendahului. Namun, tiba-tiba suara seseorang mengusikku untuk menoleh ke belakang.

"Jelasin ke aku, dia siapa?" Azka bertanya demikian pada Kak Dinda dengan raut wajah yang menurutku sangat kecewa. Kenapa, ya dia? Apa mereka saling kenal?

"Mas, aku bisa jelasin. Kamu tenang, ya jangan emosi. Malu tau. Kita, kan mau nikah." Kak Dinda berusaha mereda amarah Azka. Ah, gila. Ternyata Azka ....

Aku masih berusaha mengendalikan diri. Berusaha menahan sesak yang sangat menyakitkan. Ternyata Azka ada di tempat ini karena dialah calon suami Kakakku. Lelucon macam apa ini? Bagaimana bisa dia akan menikahi saudaraku?

"Kak, ini calon suamimu?" Aku menghampiri dua sejoli itu dan bertanya dengan raut wajah setenang mungkin.

"Iya, Sha. Kenalin namanya Azka. Maaf, ya selama ini kamu minta foto dan nama calon suami kakak, kakak selalu bilang rahasia. Biar kamu penasaran dan mau pulang."

Kak Dinda semringah sekali saat memperkenalkan pria pilihannya padaku. Andai dia tahu bahwa dulu Azka adalah kekasihku. Mungkin, dia tak akan seperti ini. Oh, Allah, kenapa mesti Azka di antara banyaknya pria di dunia?

Aku dan Azka bersalaman, layaknya tidak saling mengenal. Busyet, ini terlalu menyakitkan. Pertemuan ini hanya racun yang bisa membunuh secara perlahan. Nyatanya, setelah sekian lama, aku belum sepenuhnya move on dari Azka. Terbukti, hati ini sakit sekali setelah mengetahui dia akan menikahi Kak Dinda.

Semesta nyatanya tidak adil. Kenapa Kak Dinda bisa menikah dengan Azka? Apakah ibunya Azka sudah berubah dan mau menerima orang miskin menjadi menantunya? Aku ingin lihat, bagaimana reaksi wanita itu ketika mengetahui siapa Ayesha sekarang dan apa hubungannya dengan Kak Dinda.

"Jadi kamu punya adik? Kok, kamu nggak jujur?" Azka masih melanjutkan pertanyaannya. Namun, pertanyaannya kali ini membuatku kaget.

"Sebenarnya aku mau jujur, cuma waktu itu aku nggak sempat jelasin karena ibu kamu sudah menanyakan hal lain," jelas Kak Dinda dan langsung membuatku mencoba mengerti. "Sayang, udah, ya. Hal kek gini, kan gak penting juga diribetin. Mending kamu ganti baju, dari tadi Mbak Nisa nungguin kamu, lho mau dandanin kamu. Lagian, tamu udah pada dateng. Pak Penghulu juga udah di sini."

Azka menghela napasnya. Wajahnya kecewa sekali. Dari dulu dia memang begitu jika kesal. Ah, mengingat masa lalu dengannya sama saja menyakiti hati ini. Ayesha, kamu harus ikhlas. Harus!

"Aku boleh nggak pergi sebentar? Aku mau latihan akad, soalnya aku belum lancar. Daripada nanti malu, kan?" Azka berkata demikian. Entah itu alasan, atau memang benar. Ah, itu bukan urusanku.

Kak Dinda tampak sedih. Namun, dia tetap menyetujui permintaan Azka. Ah, sepertinya kakakku itu sangat mencintai Azka. Tuhan, aku mohon ikhlaskan hati ini untuk menerima kenyataan.

***

"Nduk, kamu, kok ngelamun? Kenapa?" Ibu bertanya sambil mengusap pelan bahuku.

Aku menggenggam tangan Ibu, kemudian membawa tangan keriput itu ke pangkuanku. "Ayesha nggak apa-apa, Bu. Cuma agak capek." Senyumku mengembang, tapi hati ini sebenarnya menangis. "Bu, Ayesha boleh nanya?"

"Apa, Nduk?"

"Kak Dinda bisa nyewa hotel ini emangnya murni uang hantaran dari suaminya?"

Ibu agak kaget setelah mendengar pertanyaanku. Apa ada yang beliau tutupi, ya? Atau mungkin, pertanyaan tadi tidak sopan?

"Nduk ...." Ibu menghela napasnya. "Maafin ibu, ya. Sebenarnya uang yang tiap bulan kamu kirim buat tabungan ibu ke Mekah yang dipake Dinda. Dia bilang, akan diganti setelah dia menikah," jelas Ibu dengan nada berat.

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status