Share

4. Dipecat

Penulis: Alya Feliz
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-29 19:36:45

Baru kali ini Jenna merasa badannya remuk, padahal tidak bekerja ekstra seperti pegawai pabrik. Mungkin karena dia tidak tidur sama sekali selama sehari semalam, sehingga tubuhnya mulai oleng. Setelah ini mungkin bagian bawah matanya menghitam.

"Jenna, ke ruangan HRD sekarang." Pak Budi mencegatnya ketika hendak keluar dari lobi.

"Hah? Kenapa lagi sih Pak? Saya udah nggak kuat ini, ngantuk banget. Jantung saya juga berdebar-debar," keluh Jenna dengan wajah memelas.

Ternyata dunia kerja itu berat sekali. Tidak bisa bersantai-santai seperti saat kuliah dulu. Rasanya Jenna ingin menangis.

"Cuma sebentar. Habis itu kamu bisa istirahat."

Jenna berdecak. Dengan malas membalikkan badannya dan berjalan menuju ke lift, lalu menekan tombol angka 2. Matanya benar-benar sudah hampir terpejam ketika pintu lift terbuka. Untung suasana hotel masih sepi, sehingga dia tidak perlu merasa malu karena penampilannya tidak sesegar waktu berangkat.

"Jenna!"

Sebelum pintu lift menutup, Pak Budi berteriak memanggil namanya dan sedikit tergopoh-gopoh menghampirinya.

"Apa ada yang ketinggalan Pak? Atau bapak mau ikut saya ke lantai 2?" tanya Jenna heran.

"Eh? Itu...saya minta maaf kalau selama ini ada salah sama kamu. Tolong jangan diambil hati saat saya memarahi kamu atau membentak-bentak kamu. Saya cuma melaksanakan tugas saja," jawab Pak Budi dengan sedikit gugup.

"Hah? Kenapa minta maaf?"

Tapi pintu lift sudah menutup dan Pak Budi buru-buru pergi. Kenapa orang-orang bersikap aneh sih? Kemarin Kala, sekarang Pak Budi.

Saat sudah sampai di lantai 2, Jenna menuju ke ruangan HRD dengan sedikit tergesa-gesa karena rasa kantuk yang tidak tertahankan. Dia mengetuk pintu dan menyapa staff yang sudah stand by di belakang komputer.

"Eh, Jenna. Masuk Jen. Udah ditungguin sama Bu Fera. Langsung masuk aja ke ruangan beliau," jawab staff itu.

Jenna mengangguk dan langsung menuju ke ruangan manajer HRD. Bu Fera, sang manajer yang terlihat masih muda, mungkin seumuran kakaknya, menatapnya dengan tatapan aneh. Sedikit...sinis, tapi juga takut. Sepertinya Jenna sudah mulai berhalusinasi lagi gara-gara kurang tidur.

"Duduk!"

Jenna menuruti perintah wanita itu. Hatinya mendadak merasa was-was tidak nyaman. Ada apa gerangan?

"Mulai besok, kamu tidak udah masuk lagi."

Deg!

Wajah Jenna terasa dingin dan tangannya mulai gemetar.

"Mak-maksudnya gimana, Bu?" tanyanya dengan jantung berdebar jauh lebih cepat. Tangannya bahkan sampai berkeringat dingin.

"Ya kamu dirumahkan. Kamu sudah tidak dibutuhkan lagi di sini."

Jenna terperangah dengan wajah tak percaya. "Tapi kenapa Bu? Saya tidak merasa melakukan kesalahan apapun selama bekerja. Bahkan tamu hotel selalu memberikan ulasan yang positif. Kontrak kerja saya juga masih lama."

"Kamu mau tahu kesalahan kamu apa?"

Jenna mengangguk-angguk dengan cepat. Bu Fera menghela nafas panjang, lalu menyodorkan surat keterangan kerja yang sudah ditandatangani.

"Kamu tidak melayani pemilik hotel ini dengan baik, malah bersikap ketus pada beliau. Kamu juga makan di saat jam kerja. Pemilik hotel tidak berkenan dengan kinerja kamu dan ingin kamu diberhentikan."

Deg!

"Tapi..saya bahkan tidak tahu pemilik hotel ini siapa. Orangnya yang mana? Kapan saya ketus padanya? Dan untuk makan di saat jam kerja, itu memang kesalahan saya, Bu. Karena saya belum makan sama sekali waktu Pak Budi meminta saya untuk masuk shift malam secara mendadak. Tapi setidaknya, saya diberikan SP1 dulu dong, bukannya langsung dipecat."

Bu Fera menggeleng dengan tatapan prihatin. "Maaf, ini sudah keputusan dari pemilik hotel. Saya sendiri tidak berhak untuk mengintervensi. Tapi sebagai gantinya, saya sudah buatkan surat rekomendasi buat kamu. Bisa kamu gunakan untuk melamar kerja di tempat lain. Ini sekalian surat keterangan kerjanya."

"Tapi Bu...saya tidak terima..."

"Kita nggak bisa melawan orang berduit, Jenna. Mau kita benar sekalipun, tetap saja kalah dengan yang punya kuasa. Bukan hanya kamu, saya pun juga bisa dipecat kalau tidak mau menuruti perintah dari pemilik hotel ini."

Air mata Jenna mengalir tanpa bisa dicegah. Emosinya benar-benar terkuras habis dalam hitungan detik. Sudahlah belum tidur sama sekali, badan lemas, dan sekarang dipecat. Kesalahan apa yang sudah dia lakukan sebelumnya, Tuhan? Apakah itu karma karena dia sudah berani melawan orangtuanya?

Dengan tangan gemetar, dia meraih surat keterangan kerja dan surat rekomendasi dari Bu Fera. Wanita itu benar. Dia bukan siapa-siapa. Meskipun dia tidak bersalah, pemilik hotel ini bisa bebas memecat siapapun dan menggantinya dengan orang lain. Bawaannya mungkin? Sudah biasa kan, hal seperti itu terjadi?

"Maafkan saya ya, Jen. Maaf kalau selama ini saya ada salah sama kamu."

Jenna tersenyum getir. Jadi ini maksud permintaan maaf dari Pak Budi tadi? Ternyata karena dia dipecat tanpa sebab yang jelas? Siapa sih pemilik hotel ini? Sombong sekali! Dia doakan semoga mendapatkan jodoh yang menyebalkan dan menguras emosi, biar kena mental!

"Saya pamit, Bu. Makasih untuk semuanya," pamit Jenna dengan suara lirih.

Bu Fera memeluknya singkat, sebelum menepuk pundaknya. "Kamu cantik dan masih fresh. Pasti gampang nyari kerjaan yang lain. Malah nggak perlu kerja pun, kamu bisa ongkang-ongkang kaki di rumah."

"Hah?" Jenna menatap wanita itu heran. Ongkang-ongkang kaki bagaimana? Kalau tidak kerja, ya mana bisa ongkang-ongkang kaki?

"Gajinya aku transfer habis ini. Nggak usah khawatir."

Jenna mengangguk sebelum akhirnya keluar dari ruangan yang menyesakkan itu. Dalam perjalanannya menuju ke lobi hotel, ponselnya berbunyi. Mungkin transfer gaji yang dijanjikan oleh Bu Fera.

Karena penasaran, Jenna akhirnya duduk di lobi hotel dan menjawab sapaan Santi yang ternyata memang benar masuk shift pagi. Ah, dia seperti dipermainkan saja. Diambilnya ponsel dari tas, lalu dibukanya kunci layarnya. Benar, transfer gaji dari HRD.

"Seratus lima puluh...hah? Gimana-gimana?" Jenna mengucek matanya berkali-kali, takut salah lihat. "Seratus lima puluh juta? Hah? Sama bonus? Ini nggak salah?"

Dia membuka aplikasi m-banking dan matanya melotot dengan mulut menganga lebar.

"Ini Bu Fera ngelindur apa gimana sih?"

Saldo rekeningnya ada 200 juta. 200 juta! Manajer HRD-nya sedang kesurupan penunggu hotel ini pasti! Angka itu terlalu mencurigakan!

Atau jangan-jangan, uang ini adalah hasil money laundering? Jenna sengaja dipecat untuk menghilangkan barang bukti, atau malah dijebak agar polisi hanya fokus menangkapnya dan si pelaku bisa bebas? Tidak bisa dibiarkan!

Dengan langkah cepat, Jenna kembali menaiki lift menuju ke lantai dua. Mengabaikan teriakan Santi yang memanggil-manggil namanya. Begitu sampai di lantai dua, nafas Jenna langsung memburu. Kakinya terus melangkah menuju ke ruangan HRD dengan segala kalimat yang sudah tersusun di otaknya.

"Jenna udah dikeluarkan?"

"Sudah Pak."

Langkah Jenna langsung terhenti. Suara itu, dia sangat mengenal suara itu. Begitu melekat di otaknya sampai-sampai dia bisa mendeteksi keberadaan pemilik suara itu dari radius puluhan meter.

"Bagus."

Darah Jenna terasa mendidih. Gerakan tangannya lebih cepat dari kinerja otaknya, menyebabkan pintu ruangan menjeblak dengan kasar. Membuat dua orang di sana langsung menoleh dengan ekspresi syok.

"Jadi kamu pelakunya?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dari Musuh Menjadi Suami   48. Geram

    Jenna terperangah mendengar perkataan yang keluar dari mulut Meta dengan entengnya. Kalau dia tidak mendengarnya sendiri, maka dia tidak akan pernah percaya.Kakinya melangkah menuju ke pintu yang ternyata sedikit terbuka. Jenna bisa melihat Meta di ruang tamu sedang membelakanginya di atas pangkuan seorang....pria.Hampir saja dia berteriak saking terkejutnya, kalau saja tidak bergegas menutup mulut dengan tangan. Matanya melotot tak percaya. Meta sedang naik turun di atas tubuh pria iu dengan desahan menjijikkan. Baju mereka masih utuh, hanya rok Meta saja yang dinaikkan ke atas. Lebih mengejutkan lagi saat tahu bahwa lelaki itu adalah Rangga. Rasanya seperti dihantam dengan benda keras di bagian dada kirinya. Selama ini, semua sudah direncanakan. Rangga berpura-pura baik dan perhatian padanya untuk menghancurkannya, sedangkan selama ini pria itu berhubungan dengan Meta."Lebih cepat lagi, Sayang!"Jenna mengernyit jijik, hampir saja muntah. Dia memalingkan muka dan sedikit bergese

  • Dari Musuh Menjadi Suami   47. Cerita Dari Sisi Lain

    "Aku minta maaf. Aku sudah tahu kalau Kala tergila-gila sama kamu dan sangat setia. Bahkan dia selalu menolak siapapun perempuan yang mengejar-ngejar dia atau sengaja mendekati dia. Semuanya demi kamu."Jenna masih tidak berbalik. Dia hanya menatap mobilnya dan beberapa orang yang lewat."Dia juga sudah bersikap tegas sama aku. Aku saja yang nggak tahu diri. Sebenarnya....sebenarnya sudah lama Kala menghentikan bantuannya untuk membiayai sekolah adik-adikku dan biaya pengobatan ibuku. Karena aku...aku pernah nekat datang ke penthouse-nya dan...." Suara Septi mulai terdengar lirih. "Dan sengaja telanjang di depannya."Panas, Jenna langsung berbalik dan menghampiri Septi dengan cepat. Ketika wanita itu mendongak, tangan Jenna melayang dan menghantam pipi kiri Septi hingga tubuh wanita itu terhuyung. Tangannya meraih rambut Septi dan menjambaknya dengan kuat."Apa kamu semurahan dan segatal itu sampai telanjang di depan laki-laki? Kamu pikir Kala itu laki-laki rendahan yang langsung takl

  • Dari Musuh Menjadi Suami   46. Tidak Tahu Diri

    "Jangan banyak protes! Rumah itu memang bukan milik kita. Seharusnya kamu bersyukur karena dia tidak melaporkan Mbak ke polisi!""Aku nggak peduli! Aku mau menuntut Kala biar dia tanggung jawab!"Jenna hanya mematung di tempatnya berdiri. Seandainya saja dia belum mendengar semuanya dari Kala, mungkin dia akan langsung berlari meninggalkan tempat ini dan menangis seperti orang bodoh, sebelum akhirnya meminta cerai.Bahkan Jenna tidak sempat protes, ketika Kala menunjukkan semua rekaman CCTV yang berhubungan dengan Septi. Saking hafalnya pria itu pada tabiat Jenna yang keras kepala dan suka berburuk sangka.BRAK!Jenna terlonjak dan sedikit mundur. Pintu yang sudah lapuk itu hampir saja terlepas dari pengaitnya karena dibanting oleh seorang gadis yang terlihat lebih tua dari Jenna. Siapa dia? Apa kakaknya Septi? Tapi Kala bilang, Septi anak sulung."Siapa kamu?" Gadis itu menatap penampilan Jenna dari atas sampai bawah, lalu melirik mobil di belakang Jenna."Mbak Septi ada? Aku Jenna."

  • Dari Musuh Menjadi Suami   45. Akur

    Semenjak Kala mencurahkan isi hatinya, hubungan mereka kian dekat. Jenna melihat pria itu dari sudut pandang yang berbeda. Selama ini, dia hanya fokus pada kebenciannya karena Kala menolak perasaannya. Lagipula, waktu itu dia masih sangat labil. Perasaannya begitu sensitif, sehingga belum mampu untuk mengelola emosinya."Harum banget. Masak apa?"Jenna memekik ketika sepasang tangan memeluk perutnya dari belakang. Dia masih belum terbiasa dengan perhatian-perhatian kecil dari pria itu, karena selama ini dia belum pernah pacaran."Iih, ngagetin aja! Nanti kalau aku kena wajan gimana?" gerutunya kesal."Nanti aku obatin." Kala mencium pipinya dari belakang. "Kelihatannya enak. Kenapa nggak minta Buk Ngatini aja buat masak? 'Itu' kamu masih sakit kan?"Kalau menuruti keinginannya, tentu saja dia maunya bermalas-malasan. Tapi petuah dari sang ibu yang sering berkunjung karena rumah mereka dekat, membuat kuping Jenna panas. "Meskipun kamu masih belum bisa menerima pernikahan ini, setidakn

  • Dari Musuh Menjadi Suami   44. Heart to Heart

    Seandainya saja Jenna bisa menghilang, dia akan langsung menghilang saat ini juga. Tak pernah terbayangkan dalam hidupnya akan berada dalam posisi seperti ini. Harus buang air kecil di depan seorang laki-laki. Harga dirinya jatuh sejatuh-jatuhnya. Jenna merasa dipermalukan. Dan dia merasa benci dan marah pada laki-laki yang kini menurunkan celananya itu. "Aku benci banget sama kamu!" ucapnya dengan ketus dan mata berkaca-kaca. "Aku tahu." "Kamu kenapa sih selalu menyebalkan dari dulu?" Kesal, Jenna menjambak rambut Kala dengan kuat sampai pria itu memekik. "Nanti keburu ngompol, Jen. Jangan ditahan," ucap Kala dengan sabar. Jenna menangis lagi. Selain karena malu, bagian intimnya benar-benar masih sakit. Saking sakitnya, dia bahkan tidak kuat berjalan jauh dan tidak bisa berjongkok. Apa begini rasanya melahirkan? Lagi-lagi tidak ada yang memberitahunya bahwa luka di bagian bawah sana rasanya berkali-kali lipat lebih sakit dari pada luka di bagian tubuh lain. Menahan malu dan h

  • Dari Musuh Menjadi Suami   43. Curhat

    "Hah? WC umum? Buat apa laki-laki tidur di WC umum? Apa nggak bau?" tanya Jenna tak mengerti.Kala menyentil dahi Jenna yang mengaduh."Dasar! Kamu nih, polosnya kebangetan.""Ck! Sakit, Ka!""Panggil Mas bisa? Aku ini suami kamu, loh," protes Kala.Jenna hanya memutar mata malas. Siapa suruh memaksanya menjadi istri? Dia sebenarnya belum siap untuk menikah. Yang dia pikirkan hanyalah mencari uang sebanyak-banyaknya dan berpacaran dulu. Menikah sama sekali tidak masuk dalam rencananya dalam waktu dekat."Kenapa cemberut, hm?"Jenna menatap Kala dengan kesal. "Kamu kenapa sih, tiba-tiba banget melamar aku? Padahal aku masih mau senang-senang dulu menikmati hidup. Masih pengen tahu rasanya pacaran gimana. Kerja aja belum ada setahun. Udah gitu, menikah pun dadakan di rumah sakit. Nggak ada perayaan kek, pesta mewah kek. Kesannya aku ini kayak boneka yang bisa diatur sesuka hati.""Kan udah kubilang kalau...""Aku dalam bahaya? Meta mau menjahati aku? Atau Rangga mau memperkosa aku? Tap

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status