Home / Romansa / Dari Musuh Menjadi Suami / 3. Kedatangan Kala

Share

3. Kedatangan Kala

Author: Alya Feliz
last update Last Updated: 2025-04-29 19:20:04

Jenna menatap ngeri pada Rangga. Apa tadi pria itu bilang? Dia jatuh cinta pada Kala?

"Dalam mimpi!" sergahnya kesal. "Aku nggak sudi ya jatuh cinta sama orang rese dan playboy macam dia. Kayak nggak ada cowok lain aja."

Dalam hidupnya, sama sekali tidak pernah Jenna memiliki pemikiran seperti itu. Jangankan jatuh cinta, mendengar namanya saja sudah membuat darah Jenna mendidih. Selalu marah dan kesal bawaannya. Jenna merasa lebih aman dan damai jika pria itu tidak ada di sekitarnya.

"Sebenarnya apa sih yang menyebabkan kamu benci banget sama dia? Apa dulu dia pernah berbuat kasar sama kamu?" tanya Rangga sambil melajukan mobil.

Ditanya seperti itu, Jenna langsung diam. Kala tidak pernah berbuat kasar. Apalagi sampai menyerang fisik. Yang ada, pria itu malah suka sekali menjailinya. Entah menarik rambutnya, menjawil pipinya, atau mencubit hidungnya. Eh, apakah itu termasuk dalam kekerasan fisik? Tapi, fisiknya tidak merasa sakit.

"Kenapa nggak bisa menjawab? Atau mungkin, sebenarnya kamu cuma kesal aja sama dia karena terus-terusan digoda. Mungkin sebenarnya kamu maunya dia perhatian sama kamu kayak Mas Arman dan temen yang satunya lagi."

Huh, siapa juga yang minta diperhatikan oleh Kala?

"Nggak tahu. Pokoknya aku ilfeel sama dia. Aku nggak suka! Aku lebih nyaman kalau dia nggak ada. Lagian dia juga playboy," jawabnya kesal.

Kenapa juga Rangga tiba-tiba seperti membela pria itu? Padahal dia memandang Rangga tinggi. Melihat pria itu lebih baik dari Kala. Tapi sikapnya hari ini membuatnya kecewa. Apa dia terlalu berharap lebih?

Perkataan Arman kembali terngiang di benak Jenna. Kalau memang Rangga serius, kenapa pria itu tidak pernah menyatakan cinta padanya? Kenapa tidak berani menemui orangtuanya tadi setelah ditolak?

"Udah sampai."

Jenna mengerjap. Terlalu fokus pada pikirannya membuat Jenna tidak sadar telah mengabaikan Rangga.

"Oh iya, besok aku nggak bisa jemput kamu. Meta minta dijemput dari bandara," ucap Rangga dengan wajah tak enak.

Meta adalah sepupu Rangga sekaligus sahabat Jenna sejak SD. Mereka berdua seperti saudara kembar tapi tak sedarah dan beda wajah, karena kemana-mana selalu bersama. Hanya saja, mereka harus berpisah karena bekerja di tempat yang berbeda setelah lulus kuliah.

"Ck, anak itu kalau nggak dijemput pasti ngambek. Santai aja, Mas." Jenna mengibaskan tangan, lalu keluar dari mobil. "Makasih ya udah dianter."

Dia melambaikan tangan ketika pria itu kembali menyalakan mesin mobil dan melaju meninggalkannya di dekat pos satpam.

"Masuk shift malam, Mbak Jenna?" sapa satpam yang keluar dari pos.

"Harusnya sih hari ini saya libur, Pak. Tapi Pak Budi malah nyuruh saya masuk gara-gara Santi sakit," gerutu Jenna.

"Hah? Mbak Santi kan dipindah ke shift pagi buat menggantikan Mbak Jenna besok. Kalau sepengetahuan saya sih, karena pemilik hotel ini mau dateng. Makanya Pak Budi minta panjenengan yang handle bagian resepsionis. Soalnya kan Mbak Jenna itu bisa bikin seneng tamu yang berkunjung."

Jenna bengong mendengar penjelasan dari satpam itu. Matanya mengerjap beberapa kali. Tiba-tiba otaknya lambat bekerja. Entah kalimat mana yang membuatnya loading lambat. Apakah dirinya yang ditipu oleh Pak Budi, pemilik hotel yang mau datang, atau dia yang bisa membuat tamu senang?

Maksudnya senang yang bagaimana? Selama ini dia tidak pernah aneh-aneh. Hanya melakukan tugasnya sesuai prosedur.

"Maksudnya saya bikin tamu senang, gimana ya Pak?" Malah itu pertanyaan yang keluar. Seharusnya dia bertanya, pemilik hotel itu yang mana dan namanya siapa? Biar dia bisa bersiap-siap.

"Ya wajah Mbak Jenna kan cuantik sekaligus imut-imut. Kalau para tamu itu bilang, nggemesin. Kayak boneka hidup." Satpam itu mendekat, lalu berbisik. "Hati-hati aja ya, Mbak. Mereka itu sering membayangkan mbak yang nggak-nggak. Dijadikan fantasi kalau kata anak saya."

Jenna masih tidak mengerti. Mungkin karena dia masih polos atau memang karena dia belum pernah berpengalaman soal hubungan dengan lawan jenis, sehingga dia hanya mengangguk.

"Oke deh, Pak. Makasih infonya. Saya masuk dulu."

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 1 pagi ketika Jenna meregangkan badannya yang terasa pegal. Matanya sudah sangat berat sejak tadi, karena memang dia belum tidur seharian ini.

Tiba-tiba saja, seseorang meletakkan sekotak makanan yang menguarkan aroma nasi goreng dan kopi panas di gelas plastik. Jenna langsung mendongak, hampir mengucapkan terima kasih karena mengira bahwa yang membawakan makanan dan kopi itu adalah Pak Budi atau salah satu staff housekeeping.

"Maka...Ngapain kamu di sini? Kamu ngikutin aku ya?" Jenna memelototi seseorang yang seharian tadi membuatnya kelaparan dan tidak bisa tidur dengan tenang.

"Iya."

Jenna terperangah mendengar jawaban jujur pria itu. Seharusnya Kala menjawab seperti biasanya. "Pede banget kamu!" Atau "Ngarep ya aku kasih perhatian?" yang akan membuatnya jengkel bukan main.

"Makan dulu. Kamu pasti laper. Duh, jangan cemberut gitu dong, nanti nggak imut lagi." Tiba-tiba saja Kala mengulurkan tangan dan menjawil dagunya.

"Ih, apaan sih? Risih tahu!" sentaknya kesal sambil menepis tangan pria itu.

"Ck, galak banget kayak anak kucing. Gemesin! Jadi pengen gigit."

Jenna kembali melotot. "Pergi nggak? Jangan gangguin aku kerja! Lagian ngapain sih kamu kurang kerjaan banget dateng kesini? Oh, atau jangan-jangan, kamu mau check in sama pacar kamu kan, kayak kebiasaan kamu dulu? Udah cepetan. Aku mau istirahat sebentar."

Dengan sigap dia mengklik layar komputer untuk mencari kamar mana saja yang kosong. Wajahnya langsung berubah jutek sekaligus kesal. Pria itu datang ke sini hanya untuk bermalam dengan perempuan yang entah siapa kali ini.

Jenna masih ingat dengan jelas bagaimana Kala sering masuk ke hotel ini dengan wanita yang berbeda-beda dulu ketika masih SMA. Bayangan itu membuat wajahnya tanpa sadar mengernyit jijik. Sebebas itu pergaulan Kala, tapi herannya keluarganya justru memuja-muja pria itu. Aneh.

"Masih ada dua kamar kosong. Kamu mau check in buat berapa hari?" Jenna mendongak dan tertegun ketika melihat ekspresi Kala yang tidak seperti biasanya.

Pria itu menatapnya dengan sorot mata terluka, atau mungkin itu cuma halusinasinya saja karena dia benar-benar mengantuk saat ini sekaligus kelaparan.

"Apa seburuk itu aku di mata kamu?"

Mulut Jenna terbuka, tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Pria yang lebih tua 4 tahun darinya itu memasang wajah dingin dengan rahang mengeras. Entah kenapa, Jenna merasa tidak enak. Apa kali ini dia sudah keterlaluan? Tapi, memangnya dia salah jika menganggap Kala seburuk itu?

"Kamu terbiasa menyimpulkan sesuatu sesuai dengan apa yang kamu mau, bukan apa yang sebenarnya terjadi." Kala mengepalkan kedua tangan dengan erat, seolah-olah sedang menahan sesuatu.

Jenna hanya bisa bengong. Mata lebarnya berkedip sekali, dan itu membuat Kala mengerang sambil mengacak-acak rambut. Setelah itu Kala keluar begitu saja dari hotel.

"Hah? Dia kenapa?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dari Musuh Menjadi Suami   48. Geram

    Jenna terperangah mendengar perkataan yang keluar dari mulut Meta dengan entengnya. Kalau dia tidak mendengarnya sendiri, maka dia tidak akan pernah percaya.Kakinya melangkah menuju ke pintu yang ternyata sedikit terbuka. Jenna bisa melihat Meta di ruang tamu sedang membelakanginya di atas pangkuan seorang....pria.Hampir saja dia berteriak saking terkejutnya, kalau saja tidak bergegas menutup mulut dengan tangan. Matanya melotot tak percaya. Meta sedang naik turun di atas tubuh pria iu dengan desahan menjijikkan. Baju mereka masih utuh, hanya rok Meta saja yang dinaikkan ke atas. Lebih mengejutkan lagi saat tahu bahwa lelaki itu adalah Rangga. Rasanya seperti dihantam dengan benda keras di bagian dada kirinya. Selama ini, semua sudah direncanakan. Rangga berpura-pura baik dan perhatian padanya untuk menghancurkannya, sedangkan selama ini pria itu berhubungan dengan Meta."Lebih cepat lagi, Sayang!"Jenna mengernyit jijik, hampir saja muntah. Dia memalingkan muka dan sedikit bergese

  • Dari Musuh Menjadi Suami   47. Cerita Dari Sisi Lain

    "Aku minta maaf. Aku sudah tahu kalau Kala tergila-gila sama kamu dan sangat setia. Bahkan dia selalu menolak siapapun perempuan yang mengejar-ngejar dia atau sengaja mendekati dia. Semuanya demi kamu."Jenna masih tidak berbalik. Dia hanya menatap mobilnya dan beberapa orang yang lewat."Dia juga sudah bersikap tegas sama aku. Aku saja yang nggak tahu diri. Sebenarnya....sebenarnya sudah lama Kala menghentikan bantuannya untuk membiayai sekolah adik-adikku dan biaya pengobatan ibuku. Karena aku...aku pernah nekat datang ke penthouse-nya dan...." Suara Septi mulai terdengar lirih. "Dan sengaja telanjang di depannya."Panas, Jenna langsung berbalik dan menghampiri Septi dengan cepat. Ketika wanita itu mendongak, tangan Jenna melayang dan menghantam pipi kiri Septi hingga tubuh wanita itu terhuyung. Tangannya meraih rambut Septi dan menjambaknya dengan kuat."Apa kamu semurahan dan segatal itu sampai telanjang di depan laki-laki? Kamu pikir Kala itu laki-laki rendahan yang langsung takl

  • Dari Musuh Menjadi Suami   46. Tidak Tahu Diri

    "Jangan banyak protes! Rumah itu memang bukan milik kita. Seharusnya kamu bersyukur karena dia tidak melaporkan Mbak ke polisi!""Aku nggak peduli! Aku mau menuntut Kala biar dia tanggung jawab!"Jenna hanya mematung di tempatnya berdiri. Seandainya saja dia belum mendengar semuanya dari Kala, mungkin dia akan langsung berlari meninggalkan tempat ini dan menangis seperti orang bodoh, sebelum akhirnya meminta cerai.Bahkan Jenna tidak sempat protes, ketika Kala menunjukkan semua rekaman CCTV yang berhubungan dengan Septi. Saking hafalnya pria itu pada tabiat Jenna yang keras kepala dan suka berburuk sangka.BRAK!Jenna terlonjak dan sedikit mundur. Pintu yang sudah lapuk itu hampir saja terlepas dari pengaitnya karena dibanting oleh seorang gadis yang terlihat lebih tua dari Jenna. Siapa dia? Apa kakaknya Septi? Tapi Kala bilang, Septi anak sulung."Siapa kamu?" Gadis itu menatap penampilan Jenna dari atas sampai bawah, lalu melirik mobil di belakang Jenna."Mbak Septi ada? Aku Jenna."

  • Dari Musuh Menjadi Suami   45. Akur

    Semenjak Kala mencurahkan isi hatinya, hubungan mereka kian dekat. Jenna melihat pria itu dari sudut pandang yang berbeda. Selama ini, dia hanya fokus pada kebenciannya karena Kala menolak perasaannya. Lagipula, waktu itu dia masih sangat labil. Perasaannya begitu sensitif, sehingga belum mampu untuk mengelola emosinya."Harum banget. Masak apa?"Jenna memekik ketika sepasang tangan memeluk perutnya dari belakang. Dia masih belum terbiasa dengan perhatian-perhatian kecil dari pria itu, karena selama ini dia belum pernah pacaran."Iih, ngagetin aja! Nanti kalau aku kena wajan gimana?" gerutunya kesal."Nanti aku obatin." Kala mencium pipinya dari belakang. "Kelihatannya enak. Kenapa nggak minta Buk Ngatini aja buat masak? 'Itu' kamu masih sakit kan?"Kalau menuruti keinginannya, tentu saja dia maunya bermalas-malasan. Tapi petuah dari sang ibu yang sering berkunjung karena rumah mereka dekat, membuat kuping Jenna panas. "Meskipun kamu masih belum bisa menerima pernikahan ini, setidakn

  • Dari Musuh Menjadi Suami   44. Heart to Heart

    Seandainya saja Jenna bisa menghilang, dia akan langsung menghilang saat ini juga. Tak pernah terbayangkan dalam hidupnya akan berada dalam posisi seperti ini. Harus buang air kecil di depan seorang laki-laki. Harga dirinya jatuh sejatuh-jatuhnya. Jenna merasa dipermalukan. Dan dia merasa benci dan marah pada laki-laki yang kini menurunkan celananya itu. "Aku benci banget sama kamu!" ucapnya dengan ketus dan mata berkaca-kaca. "Aku tahu." "Kamu kenapa sih selalu menyebalkan dari dulu?" Kesal, Jenna menjambak rambut Kala dengan kuat sampai pria itu memekik. "Nanti keburu ngompol, Jen. Jangan ditahan," ucap Kala dengan sabar. Jenna menangis lagi. Selain karena malu, bagian intimnya benar-benar masih sakit. Saking sakitnya, dia bahkan tidak kuat berjalan jauh dan tidak bisa berjongkok. Apa begini rasanya melahirkan? Lagi-lagi tidak ada yang memberitahunya bahwa luka di bagian bawah sana rasanya berkali-kali lipat lebih sakit dari pada luka di bagian tubuh lain. Menahan malu dan h

  • Dari Musuh Menjadi Suami   43. Curhat

    "Hah? WC umum? Buat apa laki-laki tidur di WC umum? Apa nggak bau?" tanya Jenna tak mengerti.Kala menyentil dahi Jenna yang mengaduh."Dasar! Kamu nih, polosnya kebangetan.""Ck! Sakit, Ka!""Panggil Mas bisa? Aku ini suami kamu, loh," protes Kala.Jenna hanya memutar mata malas. Siapa suruh memaksanya menjadi istri? Dia sebenarnya belum siap untuk menikah. Yang dia pikirkan hanyalah mencari uang sebanyak-banyaknya dan berpacaran dulu. Menikah sama sekali tidak masuk dalam rencananya dalam waktu dekat."Kenapa cemberut, hm?"Jenna menatap Kala dengan kesal. "Kamu kenapa sih, tiba-tiba banget melamar aku? Padahal aku masih mau senang-senang dulu menikmati hidup. Masih pengen tahu rasanya pacaran gimana. Kerja aja belum ada setahun. Udah gitu, menikah pun dadakan di rumah sakit. Nggak ada perayaan kek, pesta mewah kek. Kesannya aku ini kayak boneka yang bisa diatur sesuka hati.""Kan udah kubilang kalau...""Aku dalam bahaya? Meta mau menjahati aku? Atau Rangga mau memperkosa aku? Tap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status