Seumur-umur, baru kali ini Jenna melihat orang bule secara langsung. Meskipun beberapa orang Malang memang memiliki wajah mirip bule, tapi mereka berbeda dengan bule asli.
Di depan Jenna saat ini, seorang pria yang terlihat begitu dewasa menjulang tinggi seperti tugu monas. Jenna yang mungil sampai harus mendongak. Mata abu-abu, rambut coklat, kulit putih dengan wajah berewok yang sudah dicukur rapi. Mirip seperti tokoh-tokoh pria yang menjadi sugar daddy di novel-novel dewasa. Jenna mengerjap. Dia yakin tadi sudah bangun dari tidurnya. Tapi kenapa para pria dalam cover novel tiba-tiba keluar ke dunia nyata? Dia melihat pria lain di belakang pria itu. Wajahnya hampir mirip, tapi lebih cuek dan tidak mau melihat Jenna. Tipikal pria yang digilai oleh banyak wanita. "Ehem!" Jenna terkesiap. Ternyata ada orang lain lagi di sebelah dua pria yang memiliki vibes sugar daddy itu. Dia melirik siapa pelaku yang berdehem tadi. Dan saat itulah, Jenna tertegun. Sejak kapan Kala memiliki mata berwarna hazel? Oh, sebentar! Kok Jenna baru sadar bahwa pria itu ternyata ganteng? Kulitnya putih bersih dan terlihat bersinar. Hah? Apa-apaan ini? Matanya kembali mengerjap. Dia tidak salah lihat kan? Kala itu musuhnya! Tidak seharusnya dia memuji musuhnya! "Selamat malam, Nona. Bisakah kami menemui orangtuamu?" Jenna tanpa sadar masih bengong menatap Kala yang juga menatapnya. Iris mata itu sedikit bergerak, dan setelah itu telinga Kala memerah. Kening Jenna berkerut. Kenapa dengan pria itu? "Astaghfirullah! Jenna!" Tiba-tiba tubuh Jenna ditarik paksa oleh Bu Via dan disembunyikan di belakang sang ayah. Jenna yang masih bengong hanya menurut dengan wajah kebingungan. "Kamu ini apa-apaan sih pakai baju begitu? Cepetan ganti baju yang sopan terus balik lagi ke sini!" omel Bu Via. Jenna menunduk dan langsung melotot kaget. Ya Tuhan! Jadi sejak tadi dia hanya memakai daster pendek tanpa lengan? Celakanya lagi, dia tidak memakai dalaman! Pantas saja pria bule itu melengos dan tidak ada yang mau menatapnya. Sedangkan Kala... Aarrggghhhh! Tanpa aba-aba, Jenna langsung berlari kencang menuju ke tangga dengan wajah memerah. Rasanya sangat malu sekali. Dia sedikit membanting pintu begitu masuk ke dalam kamar dan merosot ke lantai. "Oh my God! Astaga! Si kalajengking udah lihat! Pantesan dia nggak kedip-kedip dari tadi! Dasar kurang ajar!" Jenna memukul-mukul karpet dengan kesal sekaligus malu. Seumur-umur, hanya Arman dan ayahnya yang melihatnya dengan baju tidur kesukaannya ini. Dan sekarang, Kala dan dua pria bule itu juga ikut melihatnya. "Mamaaa, aku malu!" pekiknya sambil berurai air mata. Apakah tadi termasuk tindak pelecehan? Dengan langkah gontai, Jenna masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia baru sadar bahwa saat ini sudah pukul 7 malam. Jadi, seharian ini dia hanya tidur? Apa karena sehari sebelumnya tidak tidur sama sekali? "Ah, bodo amat lah. Aku nggak mau keluar habis ini!" tekatnya. *** "Nggak mau, Ma. Aku nggak mau ketemu sama mereka. Lagian mereka pasti tamunya ayah, kan? Udah om-om gitu, jelas tamunya ayah atau Mas Arman. Jenna nggak kenal," tolak Jenna sambil menahan kakinya, tapi Bu Via semakin kuat menarik lengannya. "Sekali-kali manut kenapa sih, Jen? Heran mama sama kamu. Bandelnya minta ampun. Cuma nemenin tamu aja susah banget," gerutu Bu Via. "Aduh, Jenna nggak mau ketemu sama Kala, Ma! Dia yang udah bikin Jenna dipecat." Jenna masih kukuh dengan pendiriannya. "Halah, mana ada begitu? Kok malah nuduh Kala? Ayo cepetan." Terdengar langkah kaki mendekat. Menaiki anak tangga satu persatu. Arman muncul dengan kedua alis terangkat, lalu menggelengkan kepalanya. "Suara kalian tuh keras banget loh dari bawah," celetuk Arman. Mata Jenna melotot. Aduh, semakin malu saja dia. Apa mereka semua mendengar rajukannya tadi? Kala pasti akan mengejeknya setelah ini. Dia yakin itu! "Ayo dek, udah ditungguin daritadi. Udah malem juga loh," ucap Arman. "Hah? Ngapain nungguin aku? Aku kan nggak kenal sama mereka," protes Jenna. Arman mengulurkan tangan. Kalau sudah begitu, Jenna tidak bisa menolak. Kakaknya itu sangat menyayangi Jenna dan selalu menuruti kemauannya, jadilah Jenna lebih patuh pada Arman ketimbang orangtuanya sendiri. "Aku di kamar aja ya, Mas. Si kalajengking kan temennya kakak. Aku nggak mau ketemu sama dia!" "Dek, nggak boleh gitu. Kala itu seumuran kakak, panggil dia Mas juga." "Dih, ogah! Mas harus tahu kalau dia itu udah kurang ajar sama aku. Kemarin itu, dia udah ngeremas...." Jenna langsung menutup mulutnya ketika mereka memasuki ruang tamu. Semua pasang mata menatapnya, dan entah kenapa dia ingin berlari keluar rumah agar tidak bertemu dengan mereka lagi, terutama Kala. Wajahnya terasa panas. Dia terus menunduk sampai akhirnya duduk di dekat Arman, disusul oleh Bu Via yang duduk di dekat Pak Bowo. "Maaf ya, Nak, Mas, Jenna memang agak susah anaknya," ucap Bu Via dengan wajah tak enak. Jenna memutar mata sambil mencibir. Cih! Giliran di hadapan para lelaki ganteng saja, ibunya langsung bersikap lemah lembut. Berbeda sekali dengan kebiasaannya sehari-hari. "Berhubung Jenna sudah hadir di sini, silahkan kalau ingin menyampaikan maksud dari kedatangan kalian," ucap Pak Bowo. Terdengar suara deheman, sebelum salah satu dari mereka bersuara. "Baiklah. Saya dan Ethan di sini sebagai perwakilan dari orangtua Kala untuk melamar putri anda..." "Hah?" Jenna memekik secara spontan sambil mendongak. "Maksudnya?" Pria yang tadi pertama kali dilihat oleh Jenna, menatapnya dengan lembut. "Kala ingin melamar kamu. Apa kamu mau?" Jenna hanya bisa bengong, seolah-olah pria itu baru saja mengatakan sesuatu dengan bahasa alien. Sentuhan di lengannya membuat Jenna menoleh. "Kala anak yang baik, Jen. Terima saja. Dia yang paling pantas untuk menjadi suami kamu dibandingkan dengan laki-laki yang selama ini dekat dengan kamu," ujar Bu Via. Barulah Jenna sadar dari rasa syok yang sempat melandanya. Hah? Kala anak yang baik? Dia refleks mendengkus. "Nggak! Aku nggak mau nikah sama dia!" Jenna menatap Kala dengan mata berapi-api dan penuh kebencian. Dia benar-benar muak dengan lelaki itu. Sudah membuatnya dipecat, masih saja sengaja ingin membuatnya kesal. "Kamu sengaja mau mempermalukan aku kan? Kamu mau ngeprank aku lagi? Kamu mau menertawakan aku habis ini terus bilang ke orang-orang kalau aku halu dan putus asa ngejar-ngejar kamu seperti dulu, iya kan?" "Jenna, kamu ngomong apa sih?" Arman menatapnya dengan kening berkerut. "Jenna, jangan kurang ajar. Kamu kenapa suka sekali menjelek-jelekkan Kala dari dulu?" sentak Bu Via. Hati Jenna langsung panas, apalagi ketika Kala hanya menatapnya. Dia menggertakkan rahang. Tangannya menunjuk wajah pria itu dengan amarah yang mencapai ubun-ubun. "Dia membuat aku dipecat dari hotel karena alasan yang nggak jelas. Aku yakin dia pasti takut ketahuan mau tidur sama seluruh perempuan di hotel itu. Dasar cowok brengsek!"Suasana mendadak hening setelah Jenna melampiaskan amarahnya. Dia menatap Kala dengan kebencian yang semakin bertambah. Dia benar-benar muak dengan segala tingkah laku pria itu."Kamu jangan sembarangan kalau ngomong. Kala nggak mungkin melakukan hal buruk seperti yang kamu tuduhkan."Jenna tertawa getir saat ibunya masih saja membela Kala. Entah apa yang dilakukan oleh pria itu hingga keluarganya tertipu mentah-mentah."Kala itu anak yang baik. Mana mungkin dia nakal? Mamanya pasti marah...""Mama nggak tahu kan kelakuan Kala selama ini gimana? Dia suka ke hotel sama cewek yang berbeda-beda sejak SMA dulu! Itu yang mama bilang anak baik? Mama mau aku dapat suami pezina macam dia!" pekik Jenna dengan putus asa."Jenna, kamu pasti salah lihat...""Kamu juga mau belain dia mentang-mentang dia sahabat kamu? Aku kecewa sama kamu, Mas." Dia tidak mengerti kenapa mereka menutup mata terhadap kelakuan Kala. Lelaki itu berkelakuan buruk dan suka bermain wanita. Apa orangtuanya tidak takut ji
Seumur-umur, baru kali ini Jenna melihat orang bule secara langsung. Meskipun beberapa orang Malang memang memiliki wajah mirip bule, tapi mereka berbeda dengan bule asli.Di depan Jenna saat ini, seorang pria yang terlihat begitu dewasa menjulang tinggi seperti tugu monas. Jenna yang mungil sampai harus mendongak. Mata abu-abu, rambut coklat, kulit putih dengan wajah berewok yang sudah dicukur rapi. Mirip seperti tokoh-tokoh pria yang menjadi sugar daddy di novel-novel dewasa. Jenna mengerjap. Dia yakin tadi sudah bangun dari tidurnya. Tapi kenapa para pria dalam cover novel tiba-tiba keluar ke dunia nyata? Dia melihat pria lain di belakang pria itu. Wajahnya hampir mirip, tapi lebih cuek dan tidak mau melihat Jenna. Tipikal pria yang digilai oleh banyak wanita."Ehem!"Jenna terkesiap. Ternyata ada orang lain lagi di sebelah dua pria yang memiliki vibes sugar daddy itu. Dia melirik siapa pelaku yang berdehem tadi. Dan saat itulah, Jenna tertegun.Sejak kapan Kala memiliki mata berw
Seperti slow motion di film-film, Jenna berlari ke arah Kala dan menerjang pria itu sambil melayangkan pukulan ke wajah. Otaknya tidak bisa berpikir dengan jernih. Tangannya digerakkan oleh amarah yang menggebu-gebu."Aduh!"Barulah ketika Kala mengerang dan menangkap tangannya, Jenna seketika sadar. Apa yang baru saja dia lakukan? Dia menoleh ke arah Bu Fera yang melotot dengan mulut menganga, begitu juga dengan staff lain yang ada di ruangan itu."Mati aku," gumam Jenna setelah sadar apa yang telah terjadi. Kakinya refleks mundur dengan mata membelalak. Bagaimana jika Kala menuntutnya? Tapi ngomong-ngomong, pria itu sedang apa di ruangan HRD?"Aku..." Jenna langsung berbalik dan bersiap untuk berlari, sampai tiba-tiba tubuhnya melayang. "Aaaaaa, apa-apaan ini?!"Kepalanya berada di bawah dan matanya bersirobok dengan punggung Kala yang baru Jenna tahu begitu lebar dan terlihat kokoh. Hah? Kenapa dia baru tahu?"Kalajengkiiing! Turunin nggak? Kenapa kamu ngangkat aku kayak karung ber
Baru kali ini Jenna merasa badannya remuk, padahal tidak bekerja ekstra seperti pegawai pabrik. Mungkin karena dia tidak tidur sama sekali selama sehari semalam, sehingga tubuhnya mulai oleng. Setelah ini mungkin bagian bawah matanya menghitam."Jenna, ke ruangan HRD sekarang." Pak Budi mencegatnya ketika hendak keluar dari lobi."Hah? Kenapa lagi sih Pak? Saya udah nggak kuat ini, ngantuk banget. Jantung saya juga berdebar-debar," keluh Jenna dengan wajah memelas.Ternyata dunia kerja itu berat sekali. Tidak bisa bersantai-santai seperti saat kuliah dulu. Rasanya Jenna ingin menangis. "Cuma sebentar. Habis itu kamu bisa istirahat."Jenna berdecak. Dengan malas membalikkan badannya dan berjalan menuju ke lift, lalu menekan tombol angka 2. Matanya benar-benar sudah hampir terpejam ketika pintu lift terbuka. Untung suasana hotel masih sepi, sehingga dia tidak perlu merasa malu karena penampilannya tidak sesegar waktu berangkat."Jenna!"Sebelum pintu lift menutup, Pak Budi berteriak me
Jenna menatap ngeri pada Rangga. Apa tadi pria itu bilang? Dia jatuh cinta pada Kala?"Dalam mimpi!" sergahnya kesal. "Aku nggak sudi ya jatuh cinta sama orang rese dan playboy macam dia. Kayak nggak ada cowok lain aja."Dalam hidupnya, sama sekali tidak pernah Jenna memiliki pemikiran seperti itu. Jangankan jatuh cinta, mendengar namanya saja sudah membuat darah Jenna mendidih. Selalu marah dan kesal bawaannya. Jenna merasa lebih aman dan damai jika pria itu tidak ada di sekitarnya."Sebenarnya apa sih yang menyebabkan kamu benci banget sama dia? Apa dulu dia pernah berbuat kasar sama kamu?" tanya Rangga sambil melajukan mobil.Ditanya seperti itu, Jenna langsung diam. Kala tidak pernah berbuat kasar. Apalagi sampai menyerang fisik. Yang ada, pria itu malah suka sekali menjailinya. Entah menarik rambutnya, menjawil pipinya, atau mencubit hidungnya. Eh, apakah itu termasuk dalam kekerasan fisik? Tapi, fisiknya tidak merasa sakit."Kenapa nggak bisa menjawab? Atau mungkin, sebenarnya k
Jenna menatap lantai kamarnya dengan cemberut. Rasa kesal, benci, dan marah bercampur aduk menjadi satu. Seharusnya dia bisa bersantai di rumahnya sendiri dan menikmati masakan mamanya, setelah itu pergi bersama Rangga. Tapi semuanya gagal total gara-gara kehadiran satu orang."Kapan sih pulangnya tuh orang? Rumahnya deket juga. Harusnya nggak usah mampir lah. Buat apa sih? Ngerusak mood aja," gerutunya untuk yang kesekian kalinya.Dia menolak untuk makan bersama karena Kala juga ikut. Bahkan teguran dari Pak Bowo, ayahnya, tidak dia gubris. Dia benar-benar marah luar biasa karena keluarganya menerima Kala dengan tangan terbuka dan hangat, padahal pria itu selalu bersikap buruk padanya.Kruuuukkk!Jenna meringis saat perutnya semakin terasa melilit dan air liurnya mulai melimpah di dalam mulut. Matanya melirik dimsum yang tadi diantarkan oleh Arman, yang tentu saja sambil menasehatinya macam-macam. Aromanya benar-benar menggoda luar biasa.Masakan Nek Sekar memang terkenal sangat enak
"Jennaaa! Pakai baju mbok yo yang sopan! Masa baju kok kaos gombrong sama celana dalam tok iku lho!"Jenna berdecak sambil memutar mata, lalu menghembuskan nafas lelah karena ibunya selalu mendramatisir keadaan."Celana dalam apanya sih, Ma? Ini tuh namanya hotpants. Celana pendek," bantahnya."Ck! Celana apa modelnya kok kelihatan pantatnya begitu? Ganti sana!""Buat apa sih, Ma? Toh ini juga lagi di rumah aja. Ntar kalau Mas Rangga dateng, aku pasti ganti baju kok," jawabnya dengan malas.Bu Via berkacak pinggang sambil melotot. "Mama bilang ganti baju ya ganti baju! Yang lebih sopan dan tertutup."Jenna tidak menggubris. Masih sibuk berbalas pesan dengan Rangga, pria yang menarik hatinya. Setelah entah berapa kali dia selalu gagal menjalin hubungan dengan lawan jenis, baru kali ini dia menemukan pria yang cocok dengan hatinya."Nanti sore nggak boleh keluar sama Rangga! Mama nggak suka sama anak itu. Ayahmu juga nggak suka," teriak Bu Via sambil melenggang menuju ke dapur.Perkataa