Share

7. Penolakan

Penulis: Alya Feliz
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-10 18:10:13

Suasana mendadak hening setelah Jenna melampiaskan amarahnya. Dia menatap Kala dengan kebencian yang semakin bertambah. Dia benar-benar muak dengan segala tingkah laku pria itu.

"Kamu jangan sembarangan kalau ngomong. Kala nggak mungkin melakukan hal buruk seperti yang kamu tuduhkan."

Jenna tertawa getir saat ibunya masih saja membela Kala. Entah apa yang dilakukan oleh pria itu hingga keluarganya tertipu mentah-mentah.

"Kala itu anak yang baik. Mana mungkin dia nakal? Mamanya pasti marah..."

"Mama nggak tahu kan kelakuan Kala selama ini gimana? Dia suka ke hotel sama cewek yang berbeda-beda sejak SMA dulu! Itu yang mama bilang anak baik? Mama mau aku dapat suami pezina macam dia!" pekik Jenna dengan putus asa.

"Jenna, kamu pasti salah lihat..."

"Kamu juga mau belain dia mentang-mentang dia sahabat kamu? Aku kecewa sama kamu, Mas."

Dia tidak mengerti kenapa mereka menutup mata terhadap kelakuan Kala. Lelaki itu berkelakuan buruk dan suka bermain wanita. Apa orangtuanya tidak takut jika dia tertular penyakit?

Dua pria berwajah mirip itu langsung menatap Kala dengan tatapan menghakimi, membuat Kala langsung membelalak dan menggeleng-geleng.

"Aku menolak lamaran ini. Lagian aku udah punya cowok yang aku suka."

"Tidak bisa!" Pak Bowo berkata dengan tegas. "Ayah nggak setuju kalau kamu berhubungan dengan si Rangga itu. Ayah lebih suka kamu dengan Kala."

Jenna tidak tahan lagi. Dia langsung berdiri tanpa mempedulikan kesopanan. Kepalanya menggeleng dengan hati yang begitu kecewa.

"Aku tetap menolak lamaran ini. Aku nggak mau menikah sama dia."

"Kamu harus menerima lamaran ini. Kamu mau menjadi anak durhaka?" bentak Pak Bowo.

Kedua mata Jenna berkaca-kaca mendengar perkataan sang ayah. Mereka bereaksi terlalu berlebihan. Dia berhak untuk menolak lamaran dari laki-laki yang tidak dia suka, apalagi perjodohan.

Tanpa membalas ucapan ayahnya, Jenna langsung beranjak dari tempatnya dan berlalu menuju ke kamar dengan setengah berlari. Hatinya benar-benar sakit karena kecewa. Kenapa mereka selalu memaksakan kehendak?

Dia sudah menuruti kemauan mereka untuk kuliah di jurusan perhotelan, padahal dia ingin sekali kuliah di jurusan bisnis dan manajemen. Sekarang ketika dia dipecat karena ulah Kala, mereka sama sekali tidak marah. Kenapa mereka begitu egois?

Tok! Tok! Tok!

"Jenna! Buka pintunya dek!"

Jenna menutupi telinganya dengan headset dan menyetel musik dari ponsel dengan volume tinggi agar tidak mendengarkan ucapan dari Arman di depan pintu kamarnya yang terkunci. Dia benar-benar sudah muak.

Sekarang, dia menyesal kenapa dulu selalu ingin cepat menjadi dewasa karena bisa bebas dari pelajaran sekolah. Ternyata menjadi dewasa itu tidak enak. Selalu dituntut ini itu, harus bisa menghasilkan uang sendiri, dan yang paling dia benci, dia dipaksa untuk menikah padahal usianya masih 21 tahun.

Kalau tahu akan begini jadinya, dia akan tinggal sendiri di kos seperti Meta. Dengan begitu, dia tidak akan diatur-atur oleh orangtuanya lagi.

***

Suasana rumah begitu sepi ketika Jenna keluar dari kamar. Keningnya berkerut, tapi dia sama sekali tidak peduli. Lebih baik tidak bertemu dengan siapapun di rumah ini, karena dia benar-benar enggan jika harus kembali dicecar dengan tuntutan pernikahan.

Sebuah motor berhenti di depan rumah tepat setelah Jenna menutup pintu.

"Dengan Mbak Jenna Sekar Arum?"

Jenna mengangguk. Dia menaiki jok penumpang dan memasang helm yang diberikan oleh tukang ojol.

"Alamatnya bener ini ya, Mbak?"

"Iya, Mas. Nggak terlalu jauh kok."

Jenna ingin mengadu pada Meta mengenai masalah yang menimpanya. Biasanya, gadis itu akan memberikan solusi atau penghiburan yang membuat hati Jenna tenang. Sejak dulu, dia selalu berbagi apapun pada Meta.

Seperempat jam kemudian, Jenna sudah sampai di depan kawasan kos yang begitu luas. Meskipun berbeda bangunan, semua kos-kosan itu milik satu orang. Terletak di ujung kompleks perumahan dan dekat dengan kampus.

Setelah membayar ongkos ojek, Jenna menyusuri jalanan beraspal yang menurun. Kos-kosan itu memang terletak di bawah. Karena Malang merupakan daerah pegunungan, letak bangunan di sini naik turun mengikuti kontur tanah.

Langkah Jenna melambat ketika melihat sandal pria di depan kos. Apa salah satu penghuni kos memasukkan pria ke dalam kamar? Setahunya, tidak boleh memasukkan laki-laki di kawasan kos itu.

"Ah, paling main sebentar. Pintunya udah pasti dibuka kan?" gumamnya.

Dia hampir melepaskan sandalnya ketika seseorang menghampirinya.

"Mbak, kamu temennya Meta kan?"

Jenna menoleh. Seorang gadis yang sering dilihatnya ketika berkunjung ke tempat ini. Setahunya bernama Neti.

"Iya, kenapa ya?"

Gadis itu menoleh ke sekitar sebelum menarik lengannya untuk menjauhi bangunan yang menjadi tempat kos Meta. Kamar Neti terletak di bangunan sebelahnya yang menghadap ke sisi bangunan yang ditempati oleh Meta.

"Mbak, bisa nggak kamu ngasih nasehat atau teguran ke Meta? Jujur, aku sama temen-temen kos lain risih sekaligus was-was. Kalau ketahuan bapak kos, bisa makin diperketat aturan di sini. Cowokku nanti nggak bisa datang ke sini lagi. Padahal dia cuma nungguin di teras," ucap Neti dengan suara lirih.

Kening Jenna berkerut. "Maksudnya gimana ya, Mbak? Emangnya dia ngapain?"

Kedua mata Neti sedikit melotot. "Udah beberapa kali dia masukin cowok ke kamarnya."

"Pintunya dibuka kali, Mbak. Meta nggak punya cowok kok." Jenna melebarkan mata saat teringat dengan Rangga. "Oh, mungkin itu sepupunya. Udah laporan kali sama bapak kos makanya dia santai aja."

Bukannya lega, Neti justru mencengkeram lengannya.

"Mbak, saksinya banyak nggak cuman anak-anak kos di tempatku. Anak-anak kos di tempat dia pun sering memergoki mereka berduaan di kamar dalam keadaan pintu tertutup. Kalaupun mereka sepupuan, bukannya boleh menikah?"

Jenna tertegun. Selama ini, dia sudah biasa melihat interaksi Meta dan Rangga yang begitu akrab. Tidak, lebih tepatnya...terlalu akrab. Tapi kan mereka saudara.

"Aku sering mendengar dari Meta kalau kamu suka sama sepupunya. Saranku, jangan terlalu percaya sama orang terdekat kamu. Biasanya, dia yang paling besar peluangnya untuk menusuk kamu dari belakang."

Setelah mengatakan itu, Neti pergi. Sementara Jenna hanya berdiri mematung di tempatnya. Kepalanya menoleh ke kamar Meta yang terletak di depan halaman kos Neti.

Penasaran, dia ingin mengecek sendiri apakah benar apa yang dikatakan oleh gadis itu. Telinganya sempat mendengar suara tawa Meta di dalam kamar. Sahabatnya itu memang diberi keringanan libur dua hari oleh bosnya setelah perjalanan bisnis dari luar kota.

"Kamu nggak menghubungi Jenna? Nanti dia marah loh."

Jantung Jenna mendadak berdegup kencang saat mendengar namanya disebut. Kakinya semakin cepat melangkah menuju bangunan kos yang ditempati oleh Meta. Apa sandal pria yang dilihatnya tadi adalah pacarnya Meta? Tapi siapa? Kenapa dia tidak diberitahu? Tapi kenapa pria itu bisa mengenal Jenna?

Satu pemikiran membuat tubuhnya mematung di depan pintu. Jantungnya semakin berdebar tak nyaman. Apa jangan-jangan Kala? Pria yang mengenal Jenna sekaligus mengenal Meta hanya dua. Rangga dan Kala.

Tiba-tiba ada rasa tak terima yang menyusup ke dalam hatinya. Nafasnya memburu. Dia meraih gagang pintu berkaca gelap dengan rasa tak nyaman di hati, namun...

Grep!

Jenna terkesiap dan refleks melepaskan pegangannya pada gagang pintu.

"Dicari kemana-mana malah keluyuran di sini."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dari Musuh Menjadi Suami   7. Penolakan

    Suasana mendadak hening setelah Jenna melampiaskan amarahnya. Dia menatap Kala dengan kebencian yang semakin bertambah. Dia benar-benar muak dengan segala tingkah laku pria itu."Kamu jangan sembarangan kalau ngomong. Kala nggak mungkin melakukan hal buruk seperti yang kamu tuduhkan."Jenna tertawa getir saat ibunya masih saja membela Kala. Entah apa yang dilakukan oleh pria itu hingga keluarganya tertipu mentah-mentah."Kala itu anak yang baik. Mana mungkin dia nakal? Mamanya pasti marah...""Mama nggak tahu kan kelakuan Kala selama ini gimana? Dia suka ke hotel sama cewek yang berbeda-beda sejak SMA dulu! Itu yang mama bilang anak baik? Mama mau aku dapat suami pezina macam dia!" pekik Jenna dengan putus asa."Jenna, kamu pasti salah lihat...""Kamu juga mau belain dia mentang-mentang dia sahabat kamu? Aku kecewa sama kamu, Mas." Dia tidak mengerti kenapa mereka menutup mata terhadap kelakuan Kala. Lelaki itu berkelakuan buruk dan suka bermain wanita. Apa orangtuanya tidak takut ji

  • Dari Musuh Menjadi Suami   6. Tiba-Tiba Dilamar

    Seumur-umur, baru kali ini Jenna melihat orang bule secara langsung. Meskipun beberapa orang Malang memang memiliki wajah mirip bule, tapi mereka berbeda dengan bule asli.Di depan Jenna saat ini, seorang pria yang terlihat begitu dewasa menjulang tinggi seperti tugu monas. Jenna yang mungil sampai harus mendongak. Mata abu-abu, rambut coklat, kulit putih dengan wajah berewok yang sudah dicukur rapi. Mirip seperti tokoh-tokoh pria yang menjadi sugar daddy di novel-novel dewasa. Jenna mengerjap. Dia yakin tadi sudah bangun dari tidurnya. Tapi kenapa para pria dalam cover novel tiba-tiba keluar ke dunia nyata? Dia melihat pria lain di belakang pria itu. Wajahnya hampir mirip, tapi lebih cuek dan tidak mau melihat Jenna. Tipikal pria yang digilai oleh banyak wanita."Ehem!"Jenna terkesiap. Ternyata ada orang lain lagi di sebelah dua pria yang memiliki vibes sugar daddy itu. Dia melirik siapa pelaku yang berdehem tadi. Dan saat itulah, Jenna tertegun.Sejak kapan Kala memiliki mata berw

  • Dari Musuh Menjadi Suami   5. Calon Istri?

    Seperti slow motion di film-film, Jenna berlari ke arah Kala dan menerjang pria itu sambil melayangkan pukulan ke wajah. Otaknya tidak bisa berpikir dengan jernih. Tangannya digerakkan oleh amarah yang menggebu-gebu."Aduh!"Barulah ketika Kala mengerang dan menangkap tangannya, Jenna seketika sadar. Apa yang baru saja dia lakukan? Dia menoleh ke arah Bu Fera yang melotot dengan mulut menganga, begitu juga dengan staff lain yang ada di ruangan itu."Mati aku," gumam Jenna setelah sadar apa yang telah terjadi. Kakinya refleks mundur dengan mata membelalak. Bagaimana jika Kala menuntutnya? Tapi ngomong-ngomong, pria itu sedang apa di ruangan HRD?"Aku..." Jenna langsung berbalik dan bersiap untuk berlari, sampai tiba-tiba tubuhnya melayang. "Aaaaaa, apa-apaan ini?!"Kepalanya berada di bawah dan matanya bersirobok dengan punggung Kala yang baru Jenna tahu begitu lebar dan terlihat kokoh. Hah? Kenapa dia baru tahu?"Kalajengkiiing! Turunin nggak? Kenapa kamu ngangkat aku kayak karung ber

  • Dari Musuh Menjadi Suami   4. Dipecat

    Baru kali ini Jenna merasa badannya remuk, padahal tidak bekerja ekstra seperti pegawai pabrik. Mungkin karena dia tidak tidur sama sekali selama sehari semalam, sehingga tubuhnya mulai oleng. Setelah ini mungkin bagian bawah matanya menghitam."Jenna, ke ruangan HRD sekarang." Pak Budi mencegatnya ketika hendak keluar dari lobi."Hah? Kenapa lagi sih Pak? Saya udah nggak kuat ini, ngantuk banget. Jantung saya juga berdebar-debar," keluh Jenna dengan wajah memelas.Ternyata dunia kerja itu berat sekali. Tidak bisa bersantai-santai seperti saat kuliah dulu. Rasanya Jenna ingin menangis. "Cuma sebentar. Habis itu kamu bisa istirahat."Jenna berdecak. Dengan malas membalikkan badannya dan berjalan menuju ke lift, lalu menekan tombol angka 2. Matanya benar-benar sudah hampir terpejam ketika pintu lift terbuka. Untung suasana hotel masih sepi, sehingga dia tidak perlu merasa malu karena penampilannya tidak sesegar waktu berangkat."Jenna!"Sebelum pintu lift menutup, Pak Budi berteriak me

  • Dari Musuh Menjadi Suami   3. Kedatangan Kala

    Jenna menatap ngeri pada Rangga. Apa tadi pria itu bilang? Dia jatuh cinta pada Kala?"Dalam mimpi!" sergahnya kesal. "Aku nggak sudi ya jatuh cinta sama orang rese dan playboy macam dia. Kayak nggak ada cowok lain aja."Dalam hidupnya, sama sekali tidak pernah Jenna memiliki pemikiran seperti itu. Jangankan jatuh cinta, mendengar namanya saja sudah membuat darah Jenna mendidih. Selalu marah dan kesal bawaannya. Jenna merasa lebih aman dan damai jika pria itu tidak ada di sekitarnya."Sebenarnya apa sih yang menyebabkan kamu benci banget sama dia? Apa dulu dia pernah berbuat kasar sama kamu?" tanya Rangga sambil melajukan mobil.Ditanya seperti itu, Jenna langsung diam. Kala tidak pernah berbuat kasar. Apalagi sampai menyerang fisik. Yang ada, pria itu malah suka sekali menjailinya. Entah menarik rambutnya, menjawil pipinya, atau mencubit hidungnya. Eh, apakah itu termasuk dalam kekerasan fisik? Tapi, fisiknya tidak merasa sakit."Kenapa nggak bisa menjawab? Atau mungkin, sebenarnya k

  • Dari Musuh Menjadi Suami   2. Ngambek

    Jenna menatap lantai kamarnya dengan cemberut. Rasa kesal, benci, dan marah bercampur aduk menjadi satu. Seharusnya dia bisa bersantai di rumahnya sendiri dan menikmati masakan mamanya, setelah itu pergi bersama Rangga. Tapi semuanya gagal total gara-gara kehadiran satu orang."Kapan sih pulangnya tuh orang? Rumahnya deket juga. Harusnya nggak usah mampir lah. Buat apa sih? Ngerusak mood aja," gerutunya untuk yang kesekian kalinya.Dia menolak untuk makan bersama karena Kala juga ikut. Bahkan teguran dari Pak Bowo, ayahnya, tidak dia gubris. Dia benar-benar marah luar biasa karena keluarganya menerima Kala dengan tangan terbuka dan hangat, padahal pria itu selalu bersikap buruk padanya.Kruuuukkk!Jenna meringis saat perutnya semakin terasa melilit dan air liurnya mulai melimpah di dalam mulut. Matanya melirik dimsum yang tadi diantarkan oleh Arman, yang tentu saja sambil menasehatinya macam-macam. Aromanya benar-benar menggoda luar biasa.Masakan Nek Sekar memang terkenal sangat enak

  • Dari Musuh Menjadi Suami   1. Musuh Bebuyutan

    "Jennaaa! Pakai baju mbok yo yang sopan! Masa baju kok kaos gombrong sama celana dalam tok iku lho!"Jenna berdecak sambil memutar mata, lalu menghembuskan nafas lelah karena ibunya selalu mendramatisir keadaan."Celana dalam apanya sih, Ma? Ini tuh namanya hotpants. Celana pendek," bantahnya."Ck! Celana apa modelnya kok kelihatan pantatnya begitu? Ganti sana!""Buat apa sih, Ma? Toh ini juga lagi di rumah aja. Ntar kalau Mas Rangga dateng, aku pasti ganti baju kok," jawabnya dengan malas.Bu Via berkacak pinggang sambil melotot. "Mama bilang ganti baju ya ganti baju! Yang lebih sopan dan tertutup."Jenna tidak menggubris. Masih sibuk berbalas pesan dengan Rangga, pria yang menarik hatinya. Setelah entah berapa kali dia selalu gagal menjalin hubungan dengan lawan jenis, baru kali ini dia menemukan pria yang cocok dengan hatinya."Nanti sore nggak boleh keluar sama Rangga! Mama nggak suka sama anak itu. Ayahmu juga nggak suka," teriak Bu Via sambil melenggang menuju ke dapur.Perkataa

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status