Share

Bab 5

Author: KarenW
“Kamu sudah merasa lebih baik sekarang?” tanya Selena sambil masuk ke kantor, menyeimbangkan gelas air di atas nampan.

“Ya. Lebih baik. Terima kasih.” Aku tersenyum tipis, sambil mengambil gelas itu dari tangannya.

Dia tampak ragu sejenak. “Maaf kalau aku tadi tidak sengaja mendengar… kamu bertengkar dengan suamimu?”

“Ya. Pertengkaran biasa… karena seorang wanita jalang.” Aku tidak bisa menemukan kata yang lebih halus untuk menggambarkan Lina, dan jujur saja... Aku tidak ingin mencoba.

Alis Selena terangkat, lalu dia tertawa kecil. “Kita semua pasti punya seorang wanita jalang seperti itu di hidup kita.”

“Yang kumiliki agak berbeda,” desahku sambil meminum air sedikit demi sedikit. “Dia menyalahkanku atas sesuatu yang sebenarnya dia lakukan sendiri.”

“Itu jahat level berikutnya,” gumam Selena dengan kedua matanya menyipit. “Dan suamimu? Dia tidak percaya padamu?”

“Tentu saja tidak. Dia selalu melihatku sebagai penjahat.” Aku tersenyum pahit. “Sepertinya aku terlalu ‘feminin’ untuk dia hadapi.”

“Omong kosong,” ucapnya sambil mengangkat dagu. “Kamu kuat dan mandiri. Kamu menjalankan bisnis yang sukses. Dia seharusnya bersyukur memiliki kamu.”

Aku tak bisa menahan tawa kering.

“Jujur saja,” tambahnya sambil sedikit mengangkat bahu. “Kalau dia memperlakukanmu seperti itu, seleramu dalam memilih pria patut dipertanyakan. Jangan marah ya.”

“Tidak masalah,” gumamku. “Memang benar. Seleraku buruk dalam pria… dan dalam berteman.”

'Dan mungkin...' pikirku dengan pahit. 'Seleraku buruk juga dalam menjadi ibu, bahkan anakku sendiri melihatku seperti penjahat dalam cerita dongengnya.'

“Bagaimana kalau kita lupakan semua itu?” tawar Selena dengan lembut. “Mau aku buatkan kamu sesuatu untuk dimakan?”

“Terima kasih, tapi aku belum lapar.” Aku mengambil tas, dan mengeluarkan botol obat, lalu menuangkan satu pil.

Selena melihat labelnya dan terdiam. “Obat depresi?”

Tanganku sempat terhenti sepersekian detik.

Dia memperhatikan, dan kini udara di ruangan terasa berbeda, terasa lebih berat. Seperti rahasia lama yang tiba-tiba terbongkar.

Aku memaksakan senyum. “Ya… bisakah tolong rahasiakan ini?”

“Tentu.” Dia mengangguk, lalu mengembuskan napas pelan. “Aku tidak menyangka. Kamu selalu terlihat… kuat dan tak tergoyahkan.”

“Kita semua pada akhirnya bisa retak juga,” kataku dengan ringan, dan mencoba menepis. “Jangan khawatir tentang aku. Aku bisa mengatasinya.”

Dia tampak ingin berbicara lagi, tetapi pintu tiba-tiba terbuka keras hingga membentur dinding dengan suara brak.

Elvin menerobos masuk, ponsel digenggam erat, kemarahan jelas di wajahnya.

“Apa-apaan yang kamu kirimkan padaku?” bentaknya sambil berjalan cepat ke arahku dan menodongkan ponsel ke wajahku.

“Seperti yang kamu dengar,” jawabku dengan tenang sambil menyimpan botol obat. “Pengakuan. Kamu sudah dengar, kan?”

Matanya berkedip dan rasa bersalah muncul sesaat sebelum ia memalingkan wajah.

Di belakangnya, Lina masuk dengan tatapan lembut dan bibirnya bergemetar.

“Bagaimana kamu bisa melakukan ini padaku?” serunya dengan nada terkejut, seolah tersakiti. “Bahkan kalau kamu membenciku, Olivia, bagaimana kamu bisa berbohong tentang apa yang terjadi? Kamu benar-benar mencari orang untuk memalsukan pengakuan?”

Aku menatap mereka bergantian, Elvin yang enggan menatapku, dan Lina yang memeluk kebohongannya seperti selimut mahal.

“Kamu membawanya ke sini?” tanyaku dengan suara datar.

Elvin bergumam, “Aku membuka pesannya saat dia bersamaku…”

Tentu saja.

Lina memanyunkan bibirnya secara dramatis, berkedip cepat seolah air mata sudah siap jatuh. “Aku tahu kamu membenciku, Olivia… tapi memalsukan pengakuan? Itu perilaku yang rendah sekali.”

Aku menatapnya lama dengan tatapan dingin.

'Oh, Sayang.'

'Kamu belum pernah melihat yang benar-benar rendah.'

“Aku tidak memalsukannya, dan kamu tahu itu, Lina,” kataku dengan suara datar.

Selena dengan keberanian yang luar biasa, melangkah maju dengan tatapan tajam seperti bilah kaca. “Bu Olivia tidak punya waktu untuk memalsukan rekaman. Dia baru saja pulang dari rumah sakit.”

Mata Elvin membesar. “Rumah sakit? Kamu tidak bilang apa-apa. Apa…kamu sakit?”

“Dia pingsan di lobi kasino,” kata Selena jelas tidak terkesan, pandangannya bergantian menatap Lina dan Elvin. “Aku pikir suaminya yang penyayang dan sahabat terbaiknya pasti tahu. Ternyata tidak.”

Elvin meraih tanganku, tiba-tiba terlihat penuh perhatian. “Maaf, aku tidak tahu…”

Aku menarik tanganku kembali dengan dingin dan acuh tak acuh. “Tidak parah. Dan aku tidak mau mengganggu mantan suamiku dan cinta sejatinya.”

Itu berhasil.

Elvin menegang, wajahnya memerah. Aku setengah berharap dia akan marah seperti biasanya. Tapi sebaliknya, dia memaksakan senyum lemah dan meraihku lagi. “Sayang, ayo. Jangan marah. Aku tahu aku lupa makan malam hari peringatan pernikahan kita, tapi aku akan menggantinya. Janji.”

Dia terlihat frustrasi saat aku tidak menjawab, “Aku sudah datang ke sini, kan? Apa lagi yang kamu mau dariku, Olivia?”

“Tanpa aku...” tambahnya dengan suara lebih lembut. “Siapa yang akan mencintaimu seperti aku?”

Aku berkedip, terkejut oleh keberaniannya.

Siapa yang akan mencintaiku?

Aku memiliki kasino paling sukses di Kota Nasara. Aku tidak butuh belas kasihan darinya atau cintanya. Dan dia tidak pernah benar-benar memberikannya.

“Kamu dengar sendiri kata-katamu barusan?” tanyaku dengan suara tenang namun berbahaya. “Kamu pikir aku Olivia, tidak bisa bertahan hidup tanpa kamu?”

“Sayang, bukan itu maksud aku,” ucapnya dengan cepat, dan mencoba meraihku lagi.

Aku mundur selangkah. Aku sudah muak.

Dan di sana Lina. Masih berdiri di belakangnya, berperan sebagai istri yang lembut dengan mata yang besar, dan bibir yang rapuh. Terlalu takut untuk bersuara. Seolah aku tidak bisa melihat kepalsuannya.

“Mending cepat keluar dari kasino aku,” ucapku dengan tatapanku tak lepas darinya.

Bibirnya bergetar, matanya berair tepat waktu. “Aku… aku hanya ingin melihat keadaanmu, Olivia. Aku tidak pernah berniat membuatmu marah…”

Dia menoleh ke Elvin, jelas mencari dukungan.

Tapi kali ini, Elvin tidak tertipu.

Dia menatapnya, lalu menatapku. “Mungkin kamu harus pergi, Lina. Biar aku yang di sini.”

Itu hampir membuatku tertawa.

“Sebenarnya,” ucapku dengan manis. “Kamu juga harus pergi. Kalian berdua. Keluar dari kantorku. Keluar dari kasinoku. Atau aku akan menyuruh satpam tarik kalian keluar.”

Selena yang sedari tadi diam, tiba-tiba tertawa rendah. “Ada orang yang memang tidak pernah paham petunjuk, ya?”

Aku sempat terkejut, tapi tidak bisa menahan senyum. Dia mengatakan tepat seperti apa yang kupikirkan.

Elvin beralih padanya dengan marah. “Dan siapa kamu berani-beraninya bicara seperti itu pada aku? Aku suami bosmu. Mau aku suruh dia memecat kamu?”

Selena mengangkat alis dan menatapku langsung. “Bu Olivia, apa aku sudah terlalu ikut campur? Haruskah aku pergi?”

Aku tersenyum dengan perlahan dan jelas. “Tentu tidak. Kamu temanku. Kamu sangat diterima di sini.”

Lalu aku beralih pada kedua orang yang tidak diundang itu. “Untuk kalian berdua, aku bilang pergi. Dan aku serius. Jangan pernah hina teman aku lagi.”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dari Patah Hati Menjadi Tak Tersentuh   Bab 9

    Segera setelah itu, aku menerima telepon dari Pak Gading. Ia mengundangku untuk mengunjungi kebun anggur yang telah aku jual padanya, mengatakan bahwa ia memiliki kejutan yang menungguku di sana.Aku pergi dengan senang hati.Ia sudah menunggu di sebelah Lamborghini hitamnya yang mengilap, mengenakan setelan jas khasnya. Seperti biasa, dia tampak tenang dan sulit terbaca. Ia membawa aku ke salah satu restoran terbaik di kota, dan ketika kami sampai pada gelas anggur kedua, ia menyelipkan sebuah map ke arah aku di atas meja.Itu sebuah kontrak.“Aku mengambil alih operasi narkoba mantanmu,” katanya seolah sedang menawarkan hidangan tambahan. “Ternyata dia gagal jadi suami, tapi tidak gagal jadi bandar narkoba. Ini semua daftar kliennya, politisi, selebritas, dan artis. Dan ini…” Ia menekan halaman kedua. “… Ini daftar seluruh properti, lokasi ladang, dan laboratorium rahasia. Kamu bisa memanfaatkannya untuk membangun bisnismu sendiri, kalau mau.”Aku menatapnya. “Gading… kamu tidak perl

  • Dari Patah Hati Menjadi Tak Tersentuh   Bab 8

    Lina jatuh ke jalan, gaunnya kusut di bawah tubuhnya. Ia tampak seperti wanita yang baru saja hancur, air mata membasahi pipinya, tangisannya menggema di tangga kantor pengadilan.“Kamu berpura-pura menjadi gadis polos,” ucapku dengan dingin. “Padahal kenyataannya tidak. Kamu berbohong. Kamu menyalahkan aku atas apa yang kamu lakukan. Dan sekarang? Kamu hanya marah karena kebenaran tak lagi bisa disembunyikan.”Elvin menarik Lina ke dalam pelukannya, menatap aku penuh dengan perasaan jijik dan juga kekecewaan, seolah aku telah mengkhianatinya.“Aku tidak pernah mengira kamu akan bertindak sejauh ini,” katanya dengan nada menghina. “Mengirim rekaman itu saja belum cukup? Kamu harus datang langsung? Membawa preman untuk mendukung cerita palsumu?”“Palsu atau tidak...” ujarku sambil mengangkat bahu. “Ikat Lina ke mesin pendeteksi kebohongan dan lihat hasilnya.”Aku beralih pada Jason. “Kamu bawa orangnya?”Dia mengangguk sekali. “Tidak disangka kita akan memakainya seperti ini. Tapi ya, a

  • Dari Patah Hati Menjadi Tak Tersentuh   Bab 7

    Dia berhenti, seolah baru memenangkan peperangan. “Sudah kuduga. Kamu hanya pura-pura tidak peduli.”“Tidak,” jawabku dengan tenang. “Aku hanya ingin memberitahu, temui aku di pengadilan negeri besok. Aku akan membawa pengacara aku. Kita selesaikan perceraian ini sebelum kamu sempat berubah pikiran.”Mulutnya melengkung sinis. “Baik. Aku akan datang. Aku sudah tak sabar mau menyingkirkanmu. Kamu jahat dan licik. Siapa pula yang bisa mencintai orang sepertimu?”Dan dengan itu, dia menerobos keluar dan menyeret putri yang berpura-pura hancur di belakangnya. Aku tidak bergerak atau berbicara. Hanya bersandar di kursi seolah tidak ada yang baru saja terjadi.Selena berdiri di dekat aku dengan sedikit perasaan ragu. “Kalau kamu… sedih karena ini,” katanya dengan lembut. “Tidak perlu ditahan. Boleh saja merasa sedih. Meski dia berengsek.”Aku menggelengkan kepala. “Aku tidak sedih. Hanya berharap aku melakukannya lebih awal. Dulu aku pengecut.”Senyumnya muncul, hati-hati namun tulus. “Jadi

  • Dari Patah Hati Menjadi Tak Tersentuh   Bab 6

    Mata Elvin memerah, rahangnya terkatup begitu keras sampai aku pikir akan mendengar giginya retak. “Kamu yakin mau melakukan ini? Aku sudah datang sejauh ini. Aku sudah minta maaf. Bahkan aku tidak melakukan salah apa-apa. Jangan keterlaluan.”Aku menghembuskan napas dengan disertai tawa lembut. “Nggak usah pura-pura datang karena cinta. Kita berdua sama-sama tahu apa alasanmu sebenarnya. Kamu hanya ingin aku kembali untuk menjadi pelayan setia bagi kamu dan keluargamu.”Itu berhasil membuatnya marah.Dia mengepalkan tangannya dengan kemarahan yang membara di wajahnya. Dan tepat pada waktunya, Lina maju untuk memainkan adegan terakhirnya. “Semua salah aku,” bisiknya. “Kalau bukan karena aku, Elvin dan Owen tidak perlu memeriksa kondisiku. Tapi jangan salahkan Elvin, dia hanya ingin membantu. Dia masih menganggapku sebagai sahabat saja.”Dia beralih ke Elvin, suaranya bergetar seolah sedang audisi untuk drama tragis. “Tolong jangan marah pada Olivia. Jangan bertengkar dengannya. Kamu h

  • Dari Patah Hati Menjadi Tak Tersentuh   Bab 5

    “Kamu sudah merasa lebih baik sekarang?” tanya Selena sambil masuk ke kantor, menyeimbangkan gelas air di atas nampan.“Ya. Lebih baik. Terima kasih.” Aku tersenyum tipis, sambil mengambil gelas itu dari tangannya.Dia tampak ragu sejenak. “Maaf kalau aku tadi tidak sengaja mendengar… kamu bertengkar dengan suamimu?”“Ya. Pertengkaran biasa… karena seorang wanita jalang.” Aku tidak bisa menemukan kata yang lebih halus untuk menggambarkan Lina, dan jujur saja... Aku tidak ingin mencoba. Alis Selena terangkat, lalu dia tertawa kecil. “Kita semua pasti punya seorang wanita jalang seperti itu di hidup kita.”“Yang kumiliki agak berbeda,” desahku sambil meminum air sedikit demi sedikit. “Dia menyalahkanku atas sesuatu yang sebenarnya dia lakukan sendiri.”“Itu jahat level berikutnya,” gumam Selena dengan kedua matanya menyipit. “Dan suamimu? Dia tidak percaya padamu?”“Tentu saja tidak. Dia selalu melihatku sebagai penjahat.” Aku tersenyum pahit. “Sepertinya aku terlalu ‘feminin’ untuk dia

  • Dari Patah Hati Menjadi Tak Tersentuh   Bab 4

    Aku meremehkan kekuatan diriku sendiri.Karena begitu tiba di kasino, semua perasaan yang aku tahan menyerbuku. Tubuhku ambruk. Dunia berputar, penglihatanku mengabur.Sesaat sebelum pingsan, aku melihat seorang gadis berlari ke arahku, matanya penuh kepanikan.Lucu, bagaimana orang asing bisa terlihat lebih peduli daripada semua orang yang telah bertahun-tahun menjadi keluargaku.Ketika aku membuka mata, rasanya seperti tertabrak truk. Setiap otot terasa nyeri. Tenggorokanku perih, dan kulitku panas terbakar demam.“Di mana aku?” kuucapkan dengan suara serak, lalu menoleh pada gadis yang duduk di sebelah tempat tidurku.“Kamu pingsan,” jawabnya dengan lembut. “Demammu tinggi, tapi sekarang sudah stabil.”Dia mendekat dan melepas handuk basah dari dahiku, senyumnya lembut.“Dan siapa kamu…?”“Hanya salah satu gadis yang bekerja di meja kasinomu,” katanya. “Aku pernah melihatmu beberapa kali. Namaku Selena Andika.”Aku berkedip padanya. Dia muda, hangat, dan polos.“Terima kasih,” bisik

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status