Share

Bab 2. Hukuman

Penulis: Casanova
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-18 20:46:15

Siang itu para penjaga penjara lebih sibuk dari biasa. Beberapa orang berlarian dan mondar-mandir. Teriakan dan instruksi dengan suara keras terdengar di kejauhan. Di dalam sel penjara, Harvey dan ayahnya menunggu dengan gelisah. Tak ada seorang pun yang datang untuk memberi info lanjutan atas fitnah yang dikemukakan Darren di depan raja.

“Aku mengkhawatirkan ibu dan adik.” Harvey bicara pelan, seperti sedang bergumam pada dirinya sendiri. “Entah berita apa yang mereka terima tentang kasus ini.”

“Mereka akan baaik-baik saja,” balsa ayahnya yang sejak tadi terlihat tenang, duduk bersandar pada dinding sambil memejamkan mata. “Raja bukan orang yang gegabah memutuskan sesuatu.”

“Raja bahkan langsung melucuti jabatan dan mengirim kita ke penjara!” bantah Harvey. Keheranan melihat ayahnya masih membela sang raja, alih-alih mengkhawatirkan keluarganya sendiri.

“Itu harus dilakukannya untuk menunjukkan pada para pejabat lain bahwa kasus seperti iini akan diselidiki dengan cepat tanpa memihak.”

“Ayah!” bantah Harvey sedikit kesal.

“Tidak seperti itu caranya. Harusnya Raja memberi kita kesempatan mengajukan saksi dan data pembanding sebelum membuat keputusan mengurung kita di penjara. Bagaimana kita bisa mengumpulkan saksi dan bukti jika kita dikurung tanpa ada orang yang mengunjungi?”

“Percayalah … raja akan memberi kesempatan itu di depan hakim pengadilan. Yang Mulia akan minta Kementrian Kehakiman mengumpulkan saksi dan bukti yang dibutuhkan. Jangan khawatir …,” bujuk Duke Alden Vaelmont menenangkan.

“Hah!” Harvey berdiri daru duduknya dan mendekat ke jeruji besi. Diab isa melihat lebih jelas aktifitas di luar sel tempat mereka ditahan. Lalu duduk di sisi ayahnya dengan dahi berkerut.

“Kenapa aku merasa aneh dengan kesibukan di luar sana ya …,” bisiknya pada saang ayah.

“Kurasa Raja sedang menyiapkan pengadilan untuk kita, agar tak perlu berlama-lama di sini.”

Duke Alden Vaelmont akhirnya membuka mata dengan senyum menghiasi wajahnya. Bahkan meski tanpa pakaian kebesaran sebagai penanda seorang pejabat tinggi negara, aura bangsawannya tetap memancar kuat.

Harvey menyipitkan mata dengan kesimpulan ayahnya yang selalu berprasangka baik pada sang raja. “Semoga saja.”

Semenjak Darren mengkhianatinya, Harvey sudah kehilangan kepercayaan pada siapa pun, kecuali keluarga … yang sangat dikhawatirkannya saat ini.

Seorang penjagaa datang ke depan sel mereka berdua. Membuka kuncinya dan menghardik dengan keras, “Keluar!”

Harvey membantu ayahnya berdiri dan berjalan ke pintu. Kemudian kedua tangaan mereka diikat terpisah. Harvey menolak perlakuan tak layak itu dengan keras. “Sidang belum dibuat, keputusan belum ditentukan. Kenapa kau perlakukan kaami seperti penjahat!” ujarnya dengan nada tersinggung.

“Raja akan memulai siding. Apa kau layak mebuat Raja menunggu?!” Sebuah pukulan keras mendarat di punggungnya sebagai peringatan jika dia berulah lagi. Lalu keduanya didorong agar berjalan lebih cepat ke tempat sidang yang ternyata diselenggarkan di depan masyarakat, di depan Kementrian Kehakiman.

Perlakuan yang mereka terima tak beda dengan para perampok dan pencuri. Ini membuat Harvey menyimpan amarah di dadanya. Tapi, Duke Alden tetap berjalan dengan anggun dan percaya diri. Percaya penuh pada keadilan Raja, tempatnya mengabdi selama 20 tahun.

Masyarakat bersorak dan melontarkan kata-kata keji serta hinaan saat mereka berdua muncul. “Bunuh! Bunuh mereka sekeluarga!”

Tak kurang kata-kata keji terlontar seakan tuduhan Darren telah terbukti jelas. Harvey sedikit linglung dan melihat nanar ke satu arah. Di sana, tunangannya Selene Hareth berdiri mematung di samping kedua orangtuanya. Mereka bergeming dan hanya menonton tanpa inisiatip untuk mendekat atau sekedar menyapa, membangkitkan semangatnya. Harvey malah seperti melihat senyum samar Selene Hareth yang secara otomatis dibalasnya dengan senyum sumbang. Lalu senyum itu seketika lenyap tak berbekas, hingga Harvey meragukan matanya sendiri.

“Berlutut!” perintah penjaga sambil mendorong mereka berdua untuk jongkok di lantai semen.

Harvey jatuh dengan lutut mendarat keras di lanate. Wajahnya meringis menahan sakit. Wajahnya merah menahan rasa marah, karena belum pernah dipermalukan seperti tiu seumur hidupnya. Tapi, sebelum suaranya keluar dari mulutnya yang terbuka itu, sebuah lengking jeritan membuat kepala Harvey dan ayahnya menoleh ke satu arah.

Ekspresi terperanjat di wajah Duke Alden terlihat jelas. Matanya membeliak melihat istri dan putri cantiknya yang menjadi salah satu bunga paling indah di ibukota, kini mengalami perlakuan tak kalah mengenaskan.

“Ibu!”

Harvey lebih dulu menyadari keadaan, dibanding ayahnya yang shock. Dia ingin bangkit untuk menahan tangan kotor penjaga yang mendorong ibunya dengan kasar. Tapi sebuah pukulan tombak kembali menghantam punggung, membuatnya jatuh terjerembab.

“Yang mulia tiba!” Petugas mengumumkan kehadiran Raja yang datang dengan wajah masam dan dingin.

Duke Alden menatap sang raja dengan mata penuh pertanyaan, masih berharap pemegang kekuasaan tertinggi itu berbelas kasih pada istri dan putrinya yang kini diikat dan berlutut di belakang mereka.

Begitu Raja duduk, Duke Alden tak dapat menahan pertanyaan. “Yang Mulia, apa hubungan istri dan putriku dalam kasus yang bahkan belum disidangkan ini?”

Raja menoleh padanya dengan wajah dingin dan rahang mengeras menahan amarah. Amarah yang tak dapat dimengerti oleh Harvey dan ayahnya.

“Lancang!” seru pejabat kehakiman dengan suara keras. “Atas permintaan Yang Mulia, kami segera memeriksa semua bukti catatan dan saksi-saksi. Lihat di sana!”

Tangan pejabat kehakiman menunjuk ke sisi kiri, di mana beberapa orang terkapar setelah mengalami penyiksaan berat. Tubuh mereka penuh darah akibat luka-luka pukulan. Ada yang masih bergerak, ada pula yang sudah diam saja. Entah masih hidup atau sudah mati.

“Tidak! Mereka tak melakukan kesalahan!”

Harvey kembali bangkit memberontak, hingga pukulan lain kembali mendarat di punggungnya. Pria itu melenguh menahan rasa nyeri di tubuh dan hatinya. Orang-orang itu adalah para bawahan kepercayaannya. Orang-orang baik yang selalu ,membantunya di lapangan. Dia meludahkan darah kental dari mulutnya, akibat pukulan berulang yang kini telah melukai organ dalamnya.

Ayahnya mencoba menopang tubuh sang putra. Kini ekspresinya dingin membeku. Sepertinya pria paruh baya itu mulai menyadari bahwa tak perlu lagi berharap Raja akan bersikap adil. Karena istri dan putrinya saja ikut ditangkap bak penjahat. Kepalanya menoleh pada istri dan putrinya yang berlutut dengan mata ketakutan dan sembab akibat menangis. “Kalian harus kuat. Kita tak bersalah. Kebenaran akan muncul jika waktunya tiba.”

“Dengarkan Dekrit Raja!” Penjaga meneriakkan pengumuman tentang keputusan sang raja.

Harvey dan ayahnya saling pandang. Pria muda itu kembali ingin protes karena mereka bahkan belum disidang. Bagaimana mungkin Raja membuat keputusan seceroboh itu? Tapi gelengan ayahnya membuat gerakan Harvey terhenti.

“Diputuskan bahwa gelar bangsawan dua tersangka dan keluarganya dicabut sebagai hukuman atas penggelapan dana, penyelewengan material proyek Garnisun Timur, yang disimpulkan sebagi tindakan makar!”

Dua wanita bangsawan yang kini jadi orang biasa itu, tertunduk. Penjaga melanjutkan pembacaan Dekrit Raja.

“Karena kebaikan Raja, tersangka Harvey bersama ibu dan adiknya dikirim ke Vale Ardan.”

 Dikirim adalah kata halus dari ungkapan dibuang dan jadi budak! Masyarakat terlihat puas dan menunggu apa hukuman yang akan diterima penasehat agung itu sebagai hukuman atas kejahatan makar yang merupakan kejahatan terberat di kerajaan.

“Tersangka Alden mendapat hukuman terberat, karena sebagai seorang penasehat kerajaan ternyata ikut serta dalam tindakan makar ini. Maka Raja memberi hukuman kerja paksa seumur hidup, di penjara terkejam Benteng Aether, di wilayah Selatan!”

Caci maki masyarakat yang hadir mulai terdengar saat raja berdiri dan meninggalkan tempat penghakiman itu. Di antara pengunjung, Harvey melihat Darren memeluk tunangannya dengan profokatif, dan Selene Hareth tersenyum manja pada serigala itu. Membuat Harvey meludah dengan rasa jijik.

“Hukuman dimulai … sekarang!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Seruling Emas
Buset.. cepet banget bikin keputusan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dari Pecundang Jadi Pahlawan   Bab 6. Pembalasan

    “Beri dia pakaian!” perintah harvey pada Liora. Suara dinginnya terdengar menyeramkan.Pria yang semula memanggilnya, muncul dengan cepat di sana. Menatapnya tajam penuh selidik. “Apa yang ingin kau lakukan?”“Aku harus menjaga kehormatan adikku!” kata Harvery tegas. Dia menoleh sekilas pada Liora yang memakaikan baju pelayan pada Willow. Lalu melangkah lebar dan tegas. Kakinya jelas mengarah ke rumah utama.“Berhenti! Jangan bodoh!” pria itu menarik lengan Harvey untuk memperlambat langkah pria yang sedang disulut amarah itu.Harvey mendengus kasar. “Aku menjunjung tinggi kehormatan keluarga! Tak akan kubiarkan siapa pun merendahkan keluargaku seperti itu.”Pria itu lari dan berdiri tepat di depan Harvey. Tangannya yang kokoh tegap ditempa keadaan, diangkat dan diletakkan di dada pria muda di depannya, untuk menghentikan langkahnya. Matanya menatap tajam dalam kegelapan. Kali ini peringatannya diucapkan dengan nada suara rendah.“Jika kau mati, kau tak akan bisa lagi melindungi adikm

  • Dari Pecundang Jadi Pahlawan   Bab 5. Willow

    Tuan Morvane mengumpat mencaci maki dan menganggap kesialan masuk ke kediaman karena kematian budak yang belum dua bulan dibelinya. Dia merasa rugi besar.Hanya Willow, Liora dan dua penjaga yang sama sekali tak bersedia membantu, yang ada di tempat itu. Harvey menggali sendiri tanah berbatu untuk memakamkan ibunya. Dia pula yang menarik gerobak kayu untuk membawa tubuh ibunya ke sana. Sementara Willow, dibantu Liora, berusaha membersihkan tubuh ibunya dengan air sungai, agar terlihat layak sebelum dimasukkan ke tempat peristirahatan yang terakhir.“Ibu, aku akan menjaga Willow dengan jiwaku!” Harvey berjanji di depan makam yang hanya ditinggikan dengan tumpukan batu sungai. Bahkan Liora tak diijinkan penjaga memetik sedikit bunga liar untuk diletakkan di situ.“Waktunya kembali!”Penjaga berdiri dari duduk di atas batu besar tak jauh dari sana. Matanya memandang langit yang menggelap di kejauhan. Harvey melihat dengan cemas, akankah makam ibunya tergenang jika sungai kecil ini dipenu

  • Dari Pecundang Jadi Pahlawan   Bab 4. Kediaman Tuan Morvane

    Sebagai bangsawan tinggi ibukota yang seumur hidupnya hanya belajar dan dilayani, bekerja di pertanian Tuan Morvane ---bangsawan kecil dan tuan tanah terbesar di Vale Ardan--- bukanlah hal mudah. Sebulan itu, fisiknya ditempa kelelahan luar biasa karena harus membersihkan lahan baru yang harus siap untuk ditanami dalam dua minggu. Setelah istirahat, minggu berikutnya menyemai benih jagung. Dia benar-benar jadi budak kecil menyedihkan di antara para budak lain milik Tuan Morvane.Tapi sebenarnya bukan itu saja yang dia tanggung. Kondisi mental ibunya yang terus bersedih dan sering mendapat hukuman akibat tak dapat menyesuaikan diri dari nyonya bangsawan menjadi budak rendahan, juga menjadi beban paling berat bagi Harvey. Ditambah kekhawatirannya terhadap keamanan Willow. Putra ketiga Tuan Morvane jelas terpikat pada kecantikan adiknya. Dan sebagai pria, Harvey tahu bahwa kesukaan itu bukan cinta, melainkan nafsu belaka.“Bagaimana kondisi ibu?” tanya Harvey kala mereka kembali setelah

  • Dari Pecundang Jadi Pahlawan   Bab 3. Vale Ardan

    Setelah melewati perjalanan darat dan laut yang panjang selama tiga hari. Penuh hinaan dan penderitaan, Harvey, ibu dan adik perempuanya sampai di pelabuhan dalam keadaan mengenaskan. Sebagai pria satu-satunya, dia tak dapat lagi memikirkan keadaan ayahnya yang dihukum di tempat terpisah. Perpisahaan pertama kali dalam keadaan sehina itu, membuat batin ibunya terpukul. Maka, Harvey lah yang harus melindungi dua wanita tersayangnya itu dari lemparan batu atau tendangan orang lain. Tubuh mereka penuh luka dan kotoran yang menempel hingga kering di pakaian tahanan yang telah dipakai sejak keluar dari Kementrian Kehakiman.“Maju! Kalian harus diperiksa lebih dulu!”Seorang petugas yang terlihat berpakaian resmi, berteriak dan menunjuk pada meja yang terletak di dekat pintu gerbang bangunan yang diyakini Harvey sebagai bagunan milik pemerintah daerah Vale Ardan.Dia membantu ibunya yang hampir pingsan, untuk berjalan ke meja. Makin cepat pemeriksaan selesai, makin kecil kemungkinan mereka

  • Dari Pecundang Jadi Pahlawan   Bab 2. Hukuman

    Siang itu para penjaga penjara lebih sibuk dari biasa. Beberapa orang berlarian dan mondar-mandir. Teriakan dan instruksi dengan suara keras terdengar di kejauhan. Di dalam sel penjara, Harvey dan ayahnya menunggu dengan gelisah. Tak ada seorang pun yang datang untuk memberi info lanjutan atas fitnah yang dikemukakan Darren di depan raja.“Aku mengkhawatirkan ibu dan adik.” Harvey bicara pelan, seperti sedang bergumam pada dirinya sendiri. “Entah berita apa yang mereka terima tentang kasus ini.”“Mereka akan baaik-baik saja,” balsa ayahnya yang sejak tadi terlihat tenang, duduk bersandar pada dinding sambil memejamkan mata. “Raja bukan orang yang gegabah memutuskan sesuatu.”“Raja bahkan langsung melucuti jabatan dan mengirim kita ke penjara!” bantah Harvey. Keheranan melihat ayahnya masih membela sang raja, alih-alih mengkhawatirkan keluarganya sendiri.“Itu harus dilakukannya untuk menunjukkan pada para pejabat lain bahwa kasus seperti iini akan diselidiki dengan cepat tanpa memihak

  • Dari Pecundang Jadi Pahlawan   Bab 1. Pengkhianatan

    Pagi itu langit Averlin cerah, tapi udara istana terasa lebih dingin dari biasanya. Harvey Vaelmont dan ayahnya melangkah dengan anggun memasuki gerbang istana. Balairung kerajaan menjulang megah di depan sana. Pusat kekuasaan kerajaan Averlin yang telah lama mereka layani dengan setia. Seperti biasa, beberapa dayang tak dapat mengalihkan pandangan dari ketampanan pemuda bangsawan yang terkenal karena budi pekerti, dan masa depan gemilang itu, sambil berbisik-bisik, sebelum segera berlalu karena dipelototi penjaga istana.“Jangan lupa untuk tetap rendah hati, jika Baginda memujimu.” Duke Alden Vaelmont memperingatkan sang putra saat mereka berdua berada di anak tangga menuju balairung, tempat pertemuan dengan Baginda biasa diselenggarakan.Pemuda bangsawan itu tersenyum dan menjawab dengan lembut, “Tentu, ayah. Aku hanya melakukan tugasku." Dia mengarahkan tangannya dengan sopan, untuk mempersilakan sang ayah melangkah naik lebih dulu.Pria paruh baya yang ketampanannya tak kalah d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status