Share

Tawaran Menikah

last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-23 15:47:13

“Jadi, kamu ingat apa yang terjadi padamu?” tanya pria itu memastikan.

“Memang salahku mengemudi dengan kecepatan tinggi,” ucap Emily pelan. Akan tetapi, tak lama dia merasa kesal. Dia ingat, meskipun mengemudi dengan kecepatan tinggi tetapi dia yakin berada di lajur yang benar.

“Tapi bukan semua kesalahanku juga. Aku yakin jalurku sudah lampu hijau, tapi tiba-tiba dari arah kanan, ada orang bodoh yang mengemudikan mobil menerobos lampu merah lalu menabrak bagian belakang mobilku. Ya, aku ingat ada mobil lain yang menabrakku, apa kamu melihatnya?” tanya Emily berapi-api pada pria itu.

Emily sekali lagi tertegun melihat pria di hadapannya. Ada sebersit keterkejutan di mata pria itu, akan tetapi sejurus kemudian ekspresi pria itu kembali tenang.

Ada yang aneh.

“Saya tidak melihat ada mobil lain. Saya hanya melihat mobilmu yang sudah menabrak pohon,” jawab pria itu menjelaskan.

Emily mendengkus kasar mendengar jawabannya. “Sial, mungkin pengemudi mobil itu kabur. Semoga saja dia dapat balasan yang lebih parah dariku,” gerutu Emily tampak kesal. Dia tidak terima seluruh badannya sakit, tetapi pelaku pelanggar lalu lintas itu malah kabur.

Beberapa saat tidak ada percakapan di antara mereka, pria itu tidak merespon ucapannya membuat Emily agak salah tingkah.

Emily masih terbaring di tempat tidurnya, sedangkan pria itu masih berdiri di sampingnya dan menatapnya.

“Mungkin ini karma untukku.” Emily kembali bersuara. Kepribadiannya yang supel, membuatnya tak sungkan bercerita pada pria yang baru pertama kali ditemuinya itu. Juga dia tidak nyaman berada di situasi yang canggung seperti ini.

Namun, Emily tetap kaget melihat pria itu tiba-tiba menarik kursi dan duduk di samping ranjang Emily. Seolah pria itu ingin mendengarkan ceritanya?

“Saya Alaric,” kata pria itu, mengulurkan tangan pada Emily. “Maaf belum sempat mengenalkan diri.”

Pria yang cukup sopan, dalam hati Emily membatin. Lantas Emily menyambut uluran tangan Alaric. “Kamu sudah tahu namaku. Emily.”

“Saya rasa itu bukan karma,” ucap Alaric lagi.

Emily membuang napas kasar mendengar respon Alaric, kemudian menjawab, “Kamu tidak tahu. Aku sudah menjadi anak yang durhaka karena tidak percaya ucapan ibuku. Ibuku bilang kalau pacarku itu bukan pria baik-baik, tapi aku malah membela pria bajing—aduh kepalaku.”

“Kamu tidak apa-apa?” Alaric dengan sigap berdiri mendekati wajah Emily dengan wajahnya.

Emily yang ditatap sedekat itu justru menjadi gelagapan. “Ti—tidak apa-apa. Aku tidak apa-apa. Kamu bisa agak lebih jauh, tidak? Aku kesulitan bernapas.”

Siapa yang tidak kesulitan bernapas ditatap pria tampan sedekat itu?

Aduh, sekarang pipi Emily terasa panas.

Emily menepuk pipinya, agar kembali waras.

“Mau saya panggilkan dokter?”

“Tidak perlu. Aku baik-baik saja.”

Alaric hanya mengangguk kecil sambil kembali duduk, lalu bersuara, “Jadi, pacarmu selingkuh?”

“Bagaimana kamu tahu?”

“Saya hanya menebak,” kata pria itu datar.

Merasa ada yang bisa merasakan perasaannya, tiba-tiba air mata Emily jatuh begitu saja. Emily jadi tak kuasa untuk tidak bercerita, “Iya! Dia berselingkuh dengan musuh bebuyutanku sendiri! Aku baru memergokinya tadi, makanya aku frustasi dan kebut-kebutan hingga akhirnya kecelakaan.”

Alaric mengambil selembar tisu dan memberikannya pada Emily. Dia masih diam menatap dan mendengarkan Emily bercerita.

“Makanya aku bilang ini karma, ‘kan? Sekarang aku ingin pulang ke rumah bertemu Mami tapi aku malu.”

Emily mengeluarkan ingus dari hidung ke tisu dengan keras hingga menciptakan suara yang menggelitik telinga.

Alaric sampai meringis mendengar suara ingus Emily tapi berusaha untuk tenang.

“Kamu tahu apa yang paling membuatku marah? Bisa-bisanya aku dikhianati dan membela mati-matian pria berengsek itu di depan Mami!” cerocos Emily. Dia sudah tidak peduli dengan siapa dia sedang berbicara, perasaan kesal di hatinya harus dikeluarkan.

Alaric hanya mengangguk-angguk mendengar ucapan Emily.

“Aku sudah sangat antusias ingin mengajaknya menikah. Tapi dia malah berselingkuh dengan alasan kalau aku kolot dan tak mau tidur dengannya. Apa kamu bisa bayangkan itu, bagaimana bisa ada pria seberengsek itu?” keluh Emily lagi sambil menangis. Dia meminta tisu pada Alaric lagi untuk membersihkan ingusnya.

“Saya tidak tahu. Saya bukan pria berengsek,” gumam Alaric lantas memberikan tisu pada Emily.

Emily kembali mengeluarkan ingus dengan kasar hingga membuat Alaric meringis lagi.

“Seharusnya aku tadi menamparnya, kenapa hanya aku siram bir?” ucap Emily lebih pada dirinya sendiri.

Alaric hanya diam dan bersedekap mendengar keluh-kesah Emily.

“Semua lelaki memang berengsek! Maunya hanya bagian enaknya saja!” gerutu Emily.

“Tidak semua lelaki,” balas Alaric.

Emily melirik Alaric, tapi kembali menangis. Sedang pria itu tetap diam menatap Emily.

“Aku harus bagaimana sekarang? Bagaimana caranya menghadapi orang tuaku?” tanya Emily sesaat kemudian, menundukkan kepala karena kembali ingat orang tuanya.

Baru Emily ingin menoleh pada Alaric untuk meminta bantuan, justru wanita itu membelalakan matanya ketika Alaric tiba-tiba berkata, “Bagaimana kalau menikah denganku?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (11)
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
EMI pasti langsung syok....baru juga ketemu langsung di ajak nikah
goodnovel comment avatar
wardah
emi sadar g sih itu ya klo alaric rada jijiay dengen suara ingus mu em ,,jaim Napa em...
goodnovel comment avatar
Voni Oktavia93
emi bar bar sekali depan cowok ganteng
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Ekstra Part 2

    Vano baru saja selesai rapat saat membaca pesan dari Sabrina. Dia sangat terkejut membaca pesan dari Sabrina hingga terburu-buru meninggalkan tempat rapat begitu selesai, membuat semua orang sampai keheranan.Vano pergi ke rumah sakit. Dia mencari Sabrina di poliklinik, hingga bertemu dengan sang bibi.“Bi, Sabrina dan Mami ke sini?” tanya Vano.“Dia di ruang inap, tadi sudah diperiksa dan karena tekanan darahnya rendah serta dia pusing dan mual, jadi aku menyarankan untuk rawat inap,” jawab sang bibi.Vano sangat panik mendengar jawaban sang bibi.“Dia dirawat di ruang mana?” tanya Vano dengan wajah panik.Sang bibi tersenyum melihat kepanikan Vano, lalu memberitahu di mana Sabrina sekarang.Vano pergi ke ruang inap dengan terburu-buru, hingga akhirnya bertemu Sabrina yang berbaring lemas dengan selang infus terpasang di tangan.“Bagaimana kondisinya, Mi?” tanya Vano saat menghampiri Sabrina.“Dia baik, kamu jangan cemas,” jawab Oma Aruna.“Baik apanya, dia sampai dirawat seperti ini,

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Ekstra Part 1

    Sabrina duduk sambil menikmati cokelat hangat pagi itu, hingga satu tangannya yang bebas dari cangkir, digenggam sampai jemarinya bertautan dengan tangan lain. Sabrina menoleh Vano, melihat suaminya itu tersenyum sambil menggenggam erat tangannya. Vano duduk di samping Sabrina yang duduk di bangku panjang. Mereka berlibur di pantai, menikmati kebersamaan mereka setelah sah menjadi suami-istri. “Kamu tidak pesan kopi?” tanya Sabrina sambil menyandarkan kepala di pundak Vano. “Sudah, tinggal menunggu datang saja,” jawab Vano lalu memiringkan kepala hingga menyentuh kepala Sabrina. Keduanya saling bersandar satu sama lain, menatap hamparan pasir putih bersamaan dengan deburan ombak yang menghantam pantai. “Kamu yakin tidak masalah tinggal sama mami?” tanya Vano memastikan. Sabrina mengerutkan alis mendengar pertanyaan Vano. “Kenapa masih tanya lagi?” tanya Sabrina keheranan. Dia mengangkat kepala dari pundak Vano, lalu memandang suaminya itu. “Ya, aku hanya memastikan saja, takut

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Akhir

    “Nggak mau pulang. Mau bobok sama Om Vano!” Athalia merengek menolak pulang saat kedua orang tuanya mengajak selepas pulang setelah pesta. Vano hanya mengusap tengkuk melihat kelakuan absurd keponakan satunya itu. Alaric sampai pusing, kenapa anaknya sampai bandelnya seperti itu. “Pulang beli es krim, ya.” Emily membujuk agar Athalia mau pulang. “Nggak mau!” Athalia menolak sampai memeluk kaki Vano. Sabrina menahan tawa dengan kelakuan Athalia, lalu dia ikut membujuk. “Papa mau beli bunga sama balon, Thalia nggak mau ikut?” tanya Sabrina ke Athalia. Athalia langsung menoleh ke sang papa, hingga melihat ayah dan ibunya terkejut mendengar ucapan Sabrina. “Ah, benar. Papa dan mama mau beli bunga, kamu nggak mau ikut?” tanya Emily mengiakan ucapan Sabrina. Athalia tiba-tiba bangun dan melepas kaki Vano, kemudian menggandeng tangan ibunya. “Ayo! Nanti kamarku harus dikasih bunga-bunga,” celoteh Athalia. Alaric dan Emily lega karena Athalia mau dibujuk, akhirnya mereka mengajak p

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Hari Pernikahan

    Mereka masih menautkan bibir, sampai terlena hingga sejenak lupa akan status mereka sekarang.Sabrina melepas pagutan bibir mereka, lalu sedikit mendorong dada Vano agar menjauh darinya.“Airnya sudah panas,” ucap Sabrina sambil masih menunduk karena malu.Vano mematikan mesin pemanas air, lantas kembali memandang Sabrina.Sabrina menatap Vano, melihat wajah pria itu yang merah mungkin dia juga.“Sekadar ciuman boleh, tapi jangan melebihi batas,” ujar Sabrina mengingatkan.Vano langsung mengulum bibir sambil memulas senyum.“Aku tidak mau kita berhubungan sebelum menikah. Kamu paham maksudku, kan?” tanya Sabrina kemudian agar Vano tak salah paham dengan ucapannya.“Hm … ya, tentu,” balas Vano sedikit canggung karena dia terlalu impulsif. Dia tentunya takkan marah dengan keinginan Sabrina yang mencoba menjaga diri sampai mereka benar-benar sah menjadi suami istri.Van

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Jangan Khilaf

    Setelah bertunangan, Vano dan Sabrina sering menghabiskan waktu bersama di akhir pekan. Mereka jarang jalan di tempat umum karena Raditya melarang, pria tua itu takut kalau terjadi sesuatu lagi dengan Sabrina, padahal ada Vano yang menjaganya. Seperti hari ini, mereka berada di apartemen menonton film seolah berada di bioskop. Vano duduk sambil melingkarkan tangan di belakang pundak Sabrina, sehingga gadis itu bisa bersandar di dadanya. “Besok Mami mengajak fitting gaun untuk pernikahan kita,” ucap Vano sambil melihat ke film yang sedang mereka tonton. Sabrina sedang mengunyah snack, lalu menoleh ke kalender yang ada di meja hias. Tak terasa sudah dua bulan semenjak mereka bertunangan, pantas saja Oma Aruna sudah ingin melakukan fitting baju. “Iya,” balas Sabrina menoleh sekilas ke Vano. Mereka kembali fokus ke film, hingga ponsel Sabrina yang ada di meja berdering. Sabrina menegakkan badan, lalu mengambil benda pipih itu dan melihat sang papa yang menghubungi. “Papa telepon, aku

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Hari Pertunangan

    Hari pertunangan Sabrina dan Vano pun tiba. Pertunangan mereka diadakan di rumah Vano sesuai dengan kesepakatan Raditya dan Opa Ansel.Malam itu halaman samping rumah disulap menjadi tempat pesta untuk pertunangan yang terlihat romantis. Acara itu didatangi keluarga terdekat dan rekan kerja Sabrina di divisinya.“Rumah Pak Vano ternyata sangat besar,” celetuk salah satu staff yang datang.“Pastilah, perusahaannya saja besar. Lupa kalau dia anak pemilik perusahaan,” timpal yang lain.“Iya, lupa,” balas staff itu sampai membuat yang lain tertawa.Sabrina keluar bersama ayahnya memakai gaun elegan hingga membuatnya tampak begitu cantik.Vano sudah menatap tanpa berkedip saat melihat Sabrina. Dia tak menyangka kalau hari ini tiba lalu tinggal menunggu hari lain yang luar biasa tiba.Sabrina tersenyum saat melihat Vano menatapnya, hingga akhirnya mereka berdiri berhadapan untuk melakukan prosesi pertunan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status