Home / Fantasi / Dari Penguasa Kegelapan Menjadi Raja Pedang / Sepuluh Pemuda Sekte Bayangan Yin.

Share

Sepuluh Pemuda Sekte Bayangan Yin.

Author: Jimmy Chuu
last update Last Updated: 2025-12-07 23:48:58

Saat itu, Gadis yang lebih tua menarik tangan adiknya sekuat tenaga, jari-jarinya mencengkeram erat dalam keputusasaan. Kakinya mulai goyah, terasa berat dan lemah, tapi ia tidak berani berhenti berlari sedikit pun.

"Sedikit lagi!" teriaknya sambil terus berlari, napasnya terengah-engah di tengah hutan yang gelap. "Desa Heishan sudah dekat! Bertahanlah!"

Tapi harapan itu sirna seketika saat sepuluh bayangan hitam pekat turun dari dahan pohon, muncul entah dari mana. Mereka mendarat ringan di depan mereka, memblokir jalan setapak sepenuhnya.

Jubah gelap yang mereka kenakan menampilkan simbol kelelawar merah darah di dada, sebuah lambang yang mengerikan.

Lima pemuda berdiri kokoh di depan, dan lima lainnya di belakang, membuat mereka terkepung sempurna tanpa celah untuk melarikan diri.

Gadis yang lebih tua berhenti paksa, tubuhnya menegang karena terkejut. Ia mendorong adiknya ke belakangnya dengan cepat, sebuah naluri melindungi yang kuat, dan tangannya gemetar hebat.

Salah satu pemuda di tengah tertawa kecil, sebuah suara yang dingin dan meremehkan. Wajahnya tampan namun matanya penuh nafsu yang menjijikkan.

"Lari ke mana lagi, Nona?" tanyanya sambil melangkah maju perlahan, langkahnya mengancam. "Kalian sudah berlari satu jam penuh. Lelah, kan?"

Pemuda lain ikut tertawa sambil menyeret pedang hitamnya di tanah, menciptakan bunyi gesekan tajam yang bikin bulu kuduk merinding. Suara itu menusuk ke tulang.

"Kami sudah bilang dari tadi," ucapnya dengan nada main-main, seolah ini adalah sebuah permainan kejam. "Kalian tidak akan bisa kabur. Kenapa susah-susah lelahkan diri sendiri?"

"Lebih baik dari tadi menyerah," tambah pemuda ketiga sambil menjilat bibirnya, sebuah gerakan yang menjijikkan. "Kami janji akan melakukannya dengan lembut."

Tawa mesum bergema di antara pepohonan, memecah keheningan hutan. Sepuluh pemuda itu saling pandang dengan seringai penuh arti, berbagi niat jahat.

Gadis yang lebih muda gemetar hebat, tubuhnya bergetar tak terkendali. Air matanya jatuh membasahi pipinya yang pucat.

"Kakak, aku takut," bisiknya dengan suara bergetar, penuh ketakutan yang mendalam.

Gadis yang lebih tua memeluk adiknya erat, mencoba memberikan sedikit perlindungan. Matanya menatap kearah sepuluh pemuda itu dengan campuran takut dan marah yang yang dibuat-buat berani.

"Kalian dari sekte besar," ucapnya dengan suara bergetar, mencoba menunjukkan keberanian. "Kenapa kalian berniat lakukan hal keji ini?"

Salah satu pemuda tertawa keras, suaranya menusuk telinga.

"Ap? Keji?" Ia menggelengkan kepala, seolah tak percaya dengan pertanyaan itu. "Nona cantik, di dunia ini yang kuat yang menang. Itu saja."

"Dan kami kuat," tambah pemuda lain sambil menyalakan api merah di telapak tangannya, sebuah demonstrasi kekuatan yang menakutkan. "Kalian lemah. Jadi kalian milik kami."

"Lagipula," ucap pemuda ketiga dengan senyum miring, penuh penghinaan, "di era Dewa Benua ini, sekte ortodoks seperti kalian tidak lebih dari rumput liar. Kami bisa lakukan apa saja."

Pemuda yang paling angkuh melangkah maju, memancarkan aura dominasi yang jelas.

"Sekte Bayangan Yin memang dulu sekte iblis yang punya aturan ketat," katanya santai, seolah membicarakan hal sepele. "Tapi itu dulu. Di masa pimpinan lama yang sudah mati ratusan tahun lalu."

"Sekarang tidak ada lagi aturan konyol itu," tambah pemuda bersuara rendah dan dingin, suaranya penuh ancaman. "Sekarang era Dewa Benua. Kami bebas lakukan apa pun."

Dua pemuda di belakang sudah melepas ikat pinggang jubah mereka, sebuah tindakan yang sangat mengancam.

"Sudah cukup bicara," ucap salah satu dari mereka, suaranya tidak sabar. "Aku sudah tidak sabar."

Dua pemuda bergerak cepat, menerkam dengan brutal. Mereka menangkap tangan kedua gadis dengan kasar, lalu menarik mereka ke tengah lingkaran.

"Lepaskan!" teriak gadis yang lebih tua sambil mencoba melawan, meronta dengan sekuat tenaga.

Tapi salah satu pemuda menampar pipinya keras, bunyi tamparan nyaring bergema. Pipi gadis itu langsung merah membengkak.

"Diam," ucapnya dingin, suaranya penuh otoritas kejam.

Gadis yang lebih muda menjerit ketakutan, suaranya pecah. Seorang pemuda memegang kedua tangannya dari belakang, memaksa gadis itu berlutut di tanah.

"Berisik," ucap pemuda itu sambil menutup mulut gadis dengan tangannya, membungkamnya. "Kalau tidak diam, aku potong lidahmu."

Gadis yang lebih tua juga dipaksa berlutut, tak berdaya. Salah satu pemuda mengikat kedua tangannya di belakang punggung dengan tali, sebuah ikatan yang kuat. Tali itu diikat kuat hingga pergelangan tangannya memerah kesakitan.

Sepuluh pemuda mengelilingi dua gadis itu, seperti serigala buas mengelilingi mangsa yang tak berdaya.

Salah satu pemuda berjongkok di depan gadis yang lebih tua. Tangannya mengangkat dagu gadis itu paksa, memaksanya menatap.

"Tatap aku," perintahnya dengan senyum menjijikkan, penuh kekejaman. "Aku mau lihat mata cantikmu saat kau menangis nanti."

Tangannya bergerak ke kerah jubah gadis itu, sebuah sentuhan yang meresahkan. Dengan satu tarikan kasar, kerah itu robek, kancing-kancing jatuh berserakan di tanah. Bahu putih gadis itu terlihat, terekspos.

Gadis itu menjerit, sebuah suara yang penuh teror.

"Jangan! Jangan sentuh aku!" teriaknya sambil mencoba menggerakkan tubuhnya yang terikat.

Pemuda itu tertawa, sebuah tawa yang kejam dan memuaskan.

"Terlambat, Nona," ucapnya sambil menarik jubah itu lagi, memperparah kerusakannya.

Jubah gadis itu makin terbuka, memperlihatkan lebih banyak kulit. Bagian atas dadanya mulai terlihat, menambah kengerian.

Di sebelah, dua pemuda lain merobek pakaian gadis yang lebih muda, dengan gerakan brutal. Gadis itu menangis keras tapi mulutnya ditutup paksa, suaranya teredam.

"Mmph! Mmph!"

"Ssshhh," bisik salah satu pemuda di telinganya, suaranya dingin dan mengancam. "Diam saja."

Jubah putih gadis itu robek hingga hampir terbuka semua, hanya pakaian dalam tipis yang masih menutupi tubuhnya. Gadis itu gemetar hebat, tubuhnya bergetar tak terkendali.

Salah satu pemuda menjilat bibirnya sendiri, matanya penuh nafsu yang tak terkendali.

"Kulitnya benar putih seperti salju," ucapnya dengan nada penuh nafsu, sebuah pujian yang mengerikan.

"Jangan rusak dulu," ucap pemuda yang paling angkuh, suaranya tenang namun penuh otoritas. "Kita masih punya waktu panjang."

Pemuda lain menggerakkan api merah di tangannya dekat pipi gadis yang lebih muda, sebuah ancaman yang nyata. Gadis itu bisa merasakan panasnya yang membakar.

"Kalau kau berontak," ancamnya dengan suara dingin, "aku bakar wajahmu."

Gadis itu menggelengkan kepala cepat, sebuah tanda kepatuhan yang menyakitkan. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya.

Gadis yang lebih tua melihat adiknya diperlakukan seperti itu, hatinya hancur berkeping-keping.

"Hentikan! Kalian brengsek!" teriaknya dengan suara penuh amarah dan putus asa, sebuah perlawanan terakhir.

Pemuda yang memegang rambutnya tertawa, sebuah tawa yang kejam.

"Brengsek?" Ia menarik rambut gadis itu hingga kepalanya mendongak ke atas, memaksanya menatap. "Terima kasih pujiannya."

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mulai menarik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dari Penguasa Kegelapan Menjadi Raja Pedang    Serangan Yang Terpental Balik

    Bing Ruoxue mendengar semua ejekan itu. Tubuhnya gemetar lebih hebat. Tapi ia tidak mundur. Ia tetap berdiri di tempatnya, menatap Elder Sekte Bayangan Yin dengan tatapan penuh ketakutan tetapi juga penuh tekad.Elder Sekte Bayangan Yin terdiam sebentar. Ia menatap gadis di hadapannya dengan tatapan dingin, lalu tersenyum. Sebuah senyum yang membuat lampion-lampion bergetar lebih hebat."Kesaksian yang menarik," ucapnya dengan suara yang terdengar lembut tetapi penuh ancaman tersembunyi. "Tapi aku tidak butuh kesaksian dari sekte kecil."Asap hitam di tangannya semakin menebal. Aura gelap itu mulai memadat, berubah menjadi cakar energi yang mengerikan. Bau besi dan darah menyebar di udara.Suhu turun semakin drastis. Suara serak seperti arwah tercekik bergema samar di sekeliling mereka.Beberapa murid di barisan belakang tidak tahan lagi. Mereka mundur dengan panik, beberapa bahkan jatuh terduduk dengan wajah pucat pasi."Itu Cakar Bayangan Kematian," bisik salah satu kultivator senio

  • Dari Penguasa Kegelapan Menjadi Raja Pedang    Kesaksian Bing Ruoxue

    Rong Tian masih berdiri diam. Tidak ada perubahan ekspresi di wajahnya. Ia hanya menatap Elder itu dengan tatapan datar, seperti menatap sesuatu yang membosankan.Di dalam hatinya, ia bahkan sedikit merasa lucu."Elder Jiwa Muda awal," gumamnya dalam hati sambil mengamati aura yang mengepul dari tubuh pria itu. "Lima ratus tahun lalu, kultivator sekelas ini bahkan tidak layak menjadi tetua sekte kecil. Sekarang dia berani mengancamku?"Tapi ia tidak mengatakan itu dengan suara keras. Ia hanya diam, menunggu.Bing Ruoxue melihat asap hitam yang mulai menebal di sekitar Elder Sekte Bayangan Yin. Dadanya sesak. Napasnya pendek. Ia tahu apa artinya itu."Dia akan membunuh," bisiknya dengan suara gemetar. "Dia akan membunuh pemuda itu di hadapan kita semua."Xue Lingyin menarik lengan kakak perempuannya dengan panik."Kakak perempuan, kita harus pergi," pintanya dengan air mata di pipinya. "Tolong. Kita harus pergi sekarang."Tapi Bing Ruoxue tidak bergerak. Ia menatap Rong Tian yang berdi

  • Dari Penguasa Kegelapan Menjadi Raja Pedang    Elder Sekte Bayangan Yin

    Balai utama Desa Heishan adalah bangunan bergaya paviliun besar dengan tiang-tiang merah tua yang kokoh. Atapnya melengkung dengan sudut-sudut timur yang khas, dihiasi lampion-lampion merah yang berderet rapi.Tirai sutra putih bergetar pelan karena angin malam yang menyelinap masuk. Meja-meja kayu cendana dengan ukiran awan tersusun rapi di tengah ruangan, sementara lantai batu abu-abu yang halus memantulkan cahaya lampion yang redup.Tapi sekarang, keindahan itu tidak ada artinya.Saat Elder Sekte Bayangan Yin muncul, lampion-lampion gemetar hebat. Nyala api di dalamnya goyah seperti akan padam. Suara bisikan yang tadi mengisi ruangan lenyap seketika. Semua murid ortodoks menunduk dalam, napas mereka tertahan. Suasana berubah seperti aula pengadilan kuno yang baru melihat malaikat maut.Pria berjubah hitam itu berdiri tegap di tengah balai. Jubahnya terbuat dari kain gelap berkualitas tinggi, dihiasi bordiran kelelawar merah tua yang sulaman khas Sekte Bayangan Yin. Matanya dingin s

  • Dari Penguasa Kegelapan Menjadi Raja Pedang    Panggung yang Membeku

    Balai utama Desa Heishan terasa seperti sebuah kuburan yang dingin, bukan tempat pertemuan para ahli.Udara di dalamnya berat, dipenuhi keheningan yang menyesakkan, hanya sesekali dipecahkan oleh desahan samar atau gesekan kain.Suara pertemuan yang seharusnya penuh semangat justru terdengar seperti gumaman orang-orang yang menunggu ajal, setiap kata terbebani oleh keputusasaan.Para murid dari sekte-sekte besar duduk berderet, bahu mereka melorot, mata mereka redup, dan napas mereka teratur namun berat, seakan ada beban tak terlihat yang menindih setiap jiwa.Tidak ada satu pun dari mereka yang memancarkan aura jenius yang digadang-gadang untuk memimpin masa depan.Elder Feng berdiri di depan, punggungnya sedikit membungkuk, wajahnya diukir oleh kerutan-kerutan lelah yang lebih banyak bercerita tentang kekhawatiran daripada kebijaksanaan. Ia berusaha menjaga wibawanya, tetapi suaranya terdengar rapuh, nyaris berbisik.“Kita harus segera mencari cara untuk menahan serangan berikutnya,

  • Dari Penguasa Kegelapan Menjadi Raja Pedang    Pertemuan Para Jenius yang Lelah

    Rong Tian tidak menjawab, ia tidak peduli dengan bisikan-bisikan di sekitarnya. Ia hanya terus berjalan, mengamati sekitar dengan tatapan datar dan penuh analisis."Dunia ini," gumamnya pelan sambil menatap semua pemuda dan pemudi yang ramai berbicara, "benar-benar berbeda dari yang kukenal."Mereka akhirnya sampai di pojok desa, tempat yang lebih tenang. Di sana, ada tenda kecil dengan bendera putih bertuliskan "Sekte Bunga Salju".Tenda itu terlihat sederhana, jauh dari kemegahan tenda-tenda lain. Ukurannya tidak sebesar tenda-tenda sekte besar lainnya, menunjukkan status mereka."Ini tenda kami, Tuan," ucap Bing Ruoxue sambil menunjuk tenda kecil itu."Silakan beristirahat sebentar di sini, pertemuan akan dimulai sebentar lagi."Rong Tian menatap tenda itu sebentar, lalu mengangguk pelan."Terima kasih."Ia duduk di bangku kayu di luar tenda, mengamati keramaian. Bing Ruoxue dan Xue Lingyin masuk ke dalam tenda untuk merapikan pakaian mereka yang masih robek.Rong Tian menatap kera

  • Dari Penguasa Kegelapan Menjadi Raja Pedang    Kemerosotan Dunia Kultivasi

    Rong Tian langsung menyadari sesuatu yang aneh saat mengamati sekeliling. "Auranya lemah," gumamnya dalam hati sambil menatap para pemuda itu dengan tatapan tajam."Bahkan yang terkuat hanya Tahap Eliksir Emas tingkat awal. Apakah ini yang mereka sebut jenius dari sekte besar?"Ia mengamati lebih teliti setiap individu yang berlalu lalang. Sebagian besar hanya berada di Tahap Fondasi, sebuah tingkat dasar dalam kultivasi.Beberapa bahkan masih di Tahap Awal, baru menyentuh gerbang kultivasi, menunjukkan kurangnya pengalaman."Tidak masuk akal," bisiknya pelan sambil menggelengkan kepala, ketidakpercayaannya begitu nyata. "Dulu, lima ratus tahun lalu, jenius muda dari sekte ortodoks besar sudah mencapai Tahap Jiwa Muda di usia dua puluh tahun."Ia melanjutkan, "Bahkan yang biasa-biasa saja sudah Tahap Eliksir Emas tingkat menengah."Ia menatap sekitar lagi dengan tatapan tidak percaya, membandingkan masa lalu dengan masa kini. "Tapi sekarang? Tahap Eliksir Emas awal sudah dianggap jeni

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status