Mendengar bunyi mencurigakan di luar, Kanania yang berada dalam kamar langsung menyeringai. Dia cepat mengganti pakaian dengan gaun tidur seksi. Sebelum keluar kamar, dia melapisinya dengan jubah mandi. "Kak Arya? Kakak baik-baik saja?" serunya saat menuju ruang tamu. Dengan tak sabar, Kanania melangkah cepat. Namun, Arya tak ditemukan di ruang tamu. Kanania megedarkan pandangan. Matanya kini tertuju pada pintu yang terbuka lebar. Engselnya sedikit rusak seperti dibuka dengan paksa. Kanania pun berlari ke luar. Mobil Arya sudah tak lagi terparkir di halaman. Kanania menendang meja teras, tetapi langsung mengerang karena tendangannya terlalu kencang sehingga kaki terasa ngilu. Untung saja, kakinya tak tertimpa kaktus seperti Aldino. "Sial*n! Kenapa bisa lolos? Padahal, aku sudah memesan obat yang sangat kuat," umpat Kanania. "Ya, tentu saja tidak mempan. Arya itu sudah sering diracuni dengan obat kuat. Selama ini, Jika orang lain pasti tidak bisa menahan diri, maka dia bisa
"Ketua? Ketua?"Arlita menggerak-gerakkan tangan di depan wajah Kiria. Namun, Kiria tetap tak bereaksi. Dia hanya menatap hampa gelas beker di atas pengaduk magnetik."Ketua!" seru Arlita lebih keras.Kiria tergagap. "Ya, ya, ada apa, Lit?""Waktu pengujiannya sepertinya sudah terlewat, Ketua," sahut Kiria seraya menunjuk stir bar yang telah berhenti berputar.Kiria menepuk kening, lalu mendecakkan lidah berkali-kali. Seorang penggila kerja sepertinya melamun saat dituntut fokus rasanya sangat memalukan. Kiria mengamati jam tangannya, sudah terlewat 30 detik. Dia menghela napas berat."Lewat 30 detik, harus diulang dari awal," keluhnya."Kan, cuma lewat, 30 detik, Ketua," celetuk Arlita sambil mengisi gelas ukur 100 ml dengan gliserin.Kiria mendelik tajam. Arlita menyegir lebar. Kiria mengambil gelas beker baru, menuangkan kembali sampelnya. Setelah memasukkan stir bar, dia menyalakan kembali menyalakan pengaduk magnetik dan mengatur timer."30 detik itu sangat berarti, Lit. Janganka
"Dia ... dia ....""Nek! Nenek! Ada mobil keren di luar!"Belum sempat bibi bungsu berbicara, dua orang anak laki-laki berlarian memasuki rumah. Mereka berebutan hendak bercerita, lalu berakhir dengan pertengkaran. Bibi tertua menjadi kesal karenanya."Kalian ini kenapa malah berantem? Memangnya ada apa di luar, hah?"Bocah dengan tubuh bongsor langsung menyeletuk, "Ada mobil mahal, Nek, seperti yang ada di TV.""Iya, Nek. Bukan cuma satu, tapi ada tiga," timpal bocah yang lebih kurus.Bibi tertua terlupa dengan masalah Arya. Dia menjadi penasaran dan melangkah keluar rumah. Ternyata, cucu-cucunya tidak berbohong. Di halaman, empat buah mobil mewah tengah berbaris rapi.Namun, belum hilang keterkejutannya, pengawal berbadan tegap membukakan pintu mobil di baris kedua. Pria dan wanita paruh baya yang memancarkan aura bangsawan keluar dengan elegan. Wanita yang sangat cantik itu tampak membawa kotak dari kayu jati. Mereka berjalan menuju teras rumah diikuti dengan empat pengawal yang ma
"Arya?" gumam Kiria begitu melihat sosok tampan dalam balutan jas krem dan celana senada berdiri di depan pintu yang terbuka.Saat Kiria masih terbengong-bengong, Arya telah memasuki rumah dengan elegan. Kharismanya begitu mendominasi. Trio bibi julid, kanania, dan Mira hanya bisa terpaku seperti terkena sihir. Langkah yang penuh wibawa itu baru terhenti saat tepat berada di hadapan Kiria."Ada apa? Kenapa tiba-tiba datang ke sini?" cecar Kiria."Kamu tidak memeriksa pesanku, Ria?" Arya malah balik bertanya.Kiria mengeluarkan posnel dari sakunya. Benar saja, ada tujuh panggilan tak terjawab dari nomor Arya dan dua pesan masuk. Terlalu sibuk membantu Riani di dapur, membuat gadis itu tak menyadari getaran ponsel. Kiria memang tidak pernah membunyikan nada dering ponsel agar tak menganggu saat bekerja."Maaf, Arya, tadi aku belum melihat ponsel karena sibuk di dapur.""Ya aku mengerti. Sudah terbiasa," sahut Arya.Kiria seketika tersedak. Dia memang beberapa kali dengan sengaja mengaba
Tap! Tangan Kanania yang terulur dipukul pelan, membuatnya tergagap. Dia hendak melarikan diri, tetapi Kiria dengan sigap memegangi pergelangan tangannya. Setelah menggumam tak jelas dan sedikt menggeliat, Kiria membuka mata dengan malas"Ada apa, Nia? Kamu perlu sesuatu?" tanyanya dengan suara serak.Kanania menelan ludah beberapa kali. "Ummm ... aku cuma ingin pinjam charger hape punya Kakak. punyaku rusak soalnya, Kak," kilahnya cepat. "Kakak simpan di mana, Kak, chargernya?""Oh ... nyam nyam, charger ... sebentar ...."Kiria menggosok-gosok mata, juga mengelap asal iler di sudut bibir, membuat Kanania mendadak merasa mual. Dia melemaskan otot sebelum bangkit dari tempat tidur. Kiria membuka laci nakas, nihil. Kiria pun menggaruk kepala yang tidak gatal."Bentar, Nia, Kakak lupa naruhnya."Kanania mengangguk. Kiria mulai mencari di berbagai tempat, lemari, laci meja, tas, bahkan sampai ke dalam sepatu. Namun, pengisi daya tersebut tak jua ditemukan. Kanania berdiri dengan gugup s
Suara gelas menghantam lantai keramik memecahkan keheningan. Tumpahan jus berceceran. Celana hitam kiara dan kotak perhiasan basah, penuh bercak merah muda, dan beraroma stoberi. Namun, buku kesayangan berhasil diselamatkan. Untunglah, Kiria sempat melihat tingkah mencurigakan Kanania dan mengangkat buku di pangkuannya tepat waktu. "Ya ampun, Nia! Kenapa ceroboh sekali?" tegur Riani. Kanania langsung memasang wajah memelas dengan mata berkaca-kaca. "Tanganku licin, Bu .... Jadi tidak sengaja." Isakannya mulai terdengar samar. Dia tampak seperti sedang bersusah payah menahan tangis. Riani yang hendak marah perlahan luluh. Dulu, Kiria pun seperti sang ibu. Melihat sedikit saja jejak kesedihan di wajah adiknya, apa pun akan dilakukan Kiria untuk menghibur. Namun, sejak Kanania menunjukkan wajah aslinya, Kiria sudah tidak lagi terjebak. Setelah berada di sisi yang lebih objektif, trik Kanania ini ternyata sangat jelas. Untungnya, Kiria termasuk tipikal yang pandai mengatur ekspres