Kiria refleks ikut memelototi Raka. Namun, pria itu tampak tak terbebani dengan ekspresi ingin membunuh Arya. Dia malah menarik kursi dan ikut bergabung di meja yang sama."Jarang-jarang bisa makan bersama Presdir Arya saat senggang seperti ini," celetuk Raka.Dia dengan santai memanggil pelayan rumah makan. Gadis muda berkebaya cokelat mendekat dengan wajah kebingungan. Namun, gadis itu tetap menjalankan SOP pelayanan secara profesional.Raka mengambil buku menu yang diberikan. Dia hanya memesan makanan ringan dan minuman rendah kalori. Pelayan rumah makan mencatat pesanan masih dengan wajah bengong, lalu permisi setelah memastikan pesanan sudah benar."Ternyata, Pak Arya juga suka dawet. Saya juga suka, tapi dokter keluarga sedang membatasi gula yang boleh saya konsumsi." Raka terkekeh.Arya tersenyum sinis. "Pak Raka, kami sedang tidak ingin makan-makan dengan relasi bisnis. Kami sedang kencan, jadi tidak ingin ada obat nyamuk di sini," tegurnya."Pak Arya ini benar-benar kaku. Na
Tring!Bunyi notifikasi membuyarkan lamunan Kiria. Dia memeriksa ponsel, ternyata hanya notifikasi postingan sosial media Viola. Calon adik iparnya itu tengah mengunggah foto di salah satu tempat wisata.Kiria memberikan tanda suka. Dia hampir menyimpan kembali ponsel. Namun, keningnya berkerut saat membaca caption di postingan tersebut."Bucket list tempat yang ingin dikunjungi sudah beres. Ha ha ha bucket list tempat kencan di kota kelahiran malah belum dikunjungi. Besok sudah pulang ke tanah air, saatnya memenuhi bucket list bersama yang tersayang @Satya_Wijaya."Kiria memicingkan mata saat membaca bucket list Viola di Indonesia. Dia seketika menertawakan diri sendiri. Daftar tempat yang ingin dikunjungi Viola persis dengan tempat-tempat kencan yang akan didatangi bersama Arya."Ada apa, Ria? Kenapa mendadak tertawa? Apa ada sesuatu di wajahku?" cecar Arya."Iya, ada cabe di gigimu."Arya langsung berkaca di jendela mobil. Namun, dia tidak menemukan cabe tersebut. Kiria seketika te
Baru saja hakim hendak bersuara, LCD di persidangan mendadak menyala. Sebuah video muncul di layar putih, menampilkan sosok bertopeng kelinci merah muda.Ruang sidang menjadi sedikit berisik. Para hadirin mulai saling berbisik. Dua wanita penuntut masih tampak percaya diri tak menyadari bahaya yang siap menerkam mereka."Cepat selidiki masalah ini!" perintah salah seorang petugas berpangkat tinggi."Siap laksanakan!" sahut bawahannya dengan takzim.Pemuda itu kembali tak lama kemudian. Wajahnya memucat. Dia terdiam cukup lama sampai membuat sang atasan merasa tak sabaran."Ada apa?""Jaringan kita sudah diretas, Pak. Tim IT kita sedang berusaha melawan peretas itu, tapi kita kesulitan."Emosi sang atasan hampir meledak. Namun, si topeng kelinci tiba-tiba bertepuk tangan. Perhatian semua orang pun terfokus ke layar."Tenang saja, Pak Polisi, saya hadir kali ini bukan untuk melakukan kejahatan, justru untuk mengungkap kebenaran," tutur si topeng kelinci dengan suara yang sudah diubah me
Sentuhan lembut terasa di bibir. Kiria membuka mata saat sentuhan itu berakhir. Mata elang Arya masih terpaku padanya, terasa hangat dan mendebarkan. Logika seketika dikalahkan oleh bisikan hati."Apa kamu sudah benar-benar siap, Ria?" bisik Arya lembut."Si-siap apa maksudmu?" Kiria balik bertanya dengan gelagapan. Dia mencoba menepis pikiran nakal yang berseliweran di benak. Wajahnya sudah semerah tomat. Saat Arya mengulang lagi pertanyaan yang sama, Kiria malah sibuk perang batin dengan diri sendiri."Tidak mungkin Arya meminta 'itu', kan? Dia cinta sama Viola, 'kan?""Bisa saja, Kiria. Laki-laki bisa melakukannya tanpa cinta, 'kan? Dia laki-laki normal.""Bagaimana nanti kalau dia marah karena menganggapku mengambil kesempatan dalam kesempitan?""Memangnya kenapa? Salahnya sendiri terbawa suasana.""Tidak, aku tidak mau sepicik itu.""Ayolah, Kiria. Kamu juga menginginkannya bukan? Bukankah kamu merasa aura Arya mirip dengan Raka cinta pertamamu?""Aku ...."Satu kecupan lembut m
Kiria keluar dari laboratorium sambil memijat pundak. Hampir seharian dia berada di depan komputer untuk mengolah data dua pasien yang mengaku keracunan obat uji coba PT. Farma Medikal. Tubuh terasa kaku dan mata berkunang-kunang.Saat melangkah di paving blok, Kiria tak sengaja menendang batu. Dia pun kehilangan keseimbangan. Kiria melakukan gerakan berputar. Sialnya, dia malah menuju got."Shit!" umpatnya."Ketuaaa!" Arlita dan Yanto yang berada di depan pintu kompak menjerit.Keduanya berlarian ke arah Kiria. Namun, mereka malah bertabrakan dan terjerembab. Amira menepuk kening.Sementara itu, Kiria memejamkan mata, bersiap malu. Namun, sepasang tangan kokoh mendadak melingkar erat di pinggangnya. Aroma got dan rasa sakit tidak dirasa."Istriku yang sangat teliti kenapa jadi ceroboh seperti ini? Apa karena terlalu merindukanku?" Bisikan menggoda dari suara familiar membuat Kiria tersentak.Dia membuka mata perlahan. Wajah Arya begitu dekat, hingga napas terasa menampar wajah. Sorot
Setelah memastikan obrolan rahasia dua pasien di dalam telah berganti dengan topik tak penting, barulah Kiria mengetuk pintu. Para wanita itu seketika mengubah ekspresi wajah. Mereka mendadak memasang raut wajah korban teraniaya. Wanita yang berbaring di ranjang bahkan meringis sambil memegangi pipi kanan."Ya, siapa?" tanyanya dengan suara lemas dan sedikit serak.Kiria membuka pintu lebih lebar. Dia memasuki ruang rawat inap dengan langkah-langkah tegas dan berkharisma. Amira dan penanggung jawab pengujian klinis mengekor. Kiria berhenti di samping tempat tidur."Saya Kiria Purnama Sari, Ketua Tim Pengembangan Obat PT. Farma Medikal," ucapnya santun memperkenalkan diri. "Dan ini asisten saya Amira.""Oh, jadi kamu yang bikin obat berbahaya itu? Kami hampir mati gara-gara obatmu! Lihat temanku ini, sampai sekarang pipinya terus menerus sakit! Kalian harus tanggung jawab!" omel wanita yang duduk di kursi."Benar! Pipi saya masih sakit! Saya pasti akan menuntut kalian!" timpal wanita y