Compartilhar

Bagian 3

Autor: Puziyuuri
last update Última atualização: 2025-04-16 03:26:39

Lima pria mengelilingi Kiria. Namun, gadis itu tampak tak gentar. Si plontos maju dengan gesit. Tinjuannya melesat cepat. Kiria hanya bergeser ke kiri beberapa langkah sembari menyeret Kanania bersamanya. Tinju si plontos malah mengenai wajah teman sendiri.

"Sial*n!"

"Kekuatan tanpa teknik yang baik hanya omong kosong," ejek Kiria.

"Awas kamu!"

Si plontos kembali menyerbu. Kini, keempat temannya juga ikut serta. Kiria tak mau kalah, bergerak gesit menghindar sembari melakukan serangan telak pada titik vital. Sebenarnya, dia bisa mengalahkan lawan dengan lebih mudah. Namun, Kanania sebagai beban menghambat gerakannya.

Akhirnya, Kiria memutuskan untuk mengamankan Kanania di sofa paling ujung. Dia kembali berjibaku dengan pertarungan. Dua pria sudah tergeletak tak berdaya. Tiga lainnya memang memiliki sedikit ilmu bela diri sehingga lebih menyusahkan.

Brak!

Pintu dibuka kasar dari luar. Pertarungan terhenti saat sepuluh pria bersetelan hitam masuk. Tanpa berkata-kata, mereka menghajar habis-habisan para pengeroyok Kiria. 

"Bu Kiria, maaf kami terlambat. Ayo kita cepat ke ruangan Pak Arya!"

Kiria belum sempat berpikir jernih. Para pengawal itu sudah menyeretnya menuju ruangan VVIP 1. Kiria berusaha meronta karena ingin membawa serta adiknya. Namun, pria-pria kekar tak menggubrisnnya. Akhirnya, kiria hanya bisa mengirimkan pesan peringatan pada Aldino agar membawa adiknya pulang dengan benar.

Mereka tiba di depan ruangan VVIP 1. Kiria mengeluarkan box khusus dari tas. Sementara itu, pimpinan pengawal membukakan pintu. Aroma khas seketika tercium. Kiria membelalak dan refleks menutup hidup.

Brak!

Kiria menendang pintu hingga tertutup kembali. Para pengawal menatapnya tajam.

"Pengharum ruangan itu juga mengandung obat perangs*ng! Minta pekerja di sini untuk mensterilkan ruangan dulu. Saya tidak mau masuk kalau masih belum hilang baunya," jelas Kiria.

Jika dia masuk bersama para pengawal tadi, entah hal seburuk apa yang bisa terjadi. Untunglah, sebagai peneliti terbaik PT. Farma Medikal, hidungnya sangat sensitif. Dia bahkan bisa membedakan berbagai reagen dengan mata tertutup.

Akhirnya, para pengawal menyeret manajer klub untuk melakukan pembersihan udara di ruangan. Manajer tampak menelan ludah berkali-kali. Kiria diam-diam mencibir. Jika hanya obat di minuman, partner bisnis nakal yang mencoba menjebak Arya. Namun, ruangan juga tercemar, berarti ada kongkalikong dengan pengelola klub.

"Ru-ru-angannya su-su-dah aman," ucap si manajer terbata.

Pengawal pun membiarkannya pergi. Pintu kembali dibuka. Setelah memastikan ruangan benar-benar aman, barulah Kiria masuk. Sayangnya, mereka sudah sangat terlambat.

Arya tergeletak di sofa dengan napas menderu. Kancing kemeja terbuka semua, membuat beberapa otot perut mengintip keluar. Rambutnya acak-acakan menutupi sebagian wajah tampan. Kiria refleks mengalihkan pandangan. Tampilan kacau dan cahaya remang-remang ruangan menambah kesan seksi sang atasan.

"Sial! Kalau sudah begini, mana bisa disuruh menelan obat! Harusnya aku membawa bentuk sedian cair!" umpat Kiria.

Obat yang dibawa Kiria memang berbentuk tablet. Dia mendecakkan lidah, lalu mengedarkan pandangan. Gadis itu akhirnya mengambil tisu dan menghancurkan tablet menggunakan gelas kaca. Setelah obat menjadi serbuk, Kiria memasukkannya ke botol air mineralnya yang tersisa seperempat.

"Maaf, Pak, pakai air bekas saya. Takutnya, minuman di ruangan ini mungkin juga sudah dikasih obat," gumam Kiria.

Selanjutya, Kiria mendekati Arya. Dia hampir tak bernapas. Suasana terasa mencekam. Salah-salah, Kiria bisa menjadi korban cinta semalam seperti di drama-drama pendek yang sering berseliweran di sosmed. Gadis itu seketika bergidik mengingat kehidupan mengerikan pemeran utama wanita yang dibenci pemeran utama pria.

Saat sudah berada tepat di depan Arya, Kiria bergumam pelan, "Maaf ya, Pak, ini saya akan sedikit memaksa meminumkan obatnya."

Mendengar suara Kiria, Arya yang tadinya hanya tersengal dan tampak tergolek lemah mendadak mendongak. Kira menelan ludah saat mata elang menatap lekat. Dia belum sempat bicara. Arya tiba-tiba mendorongnya hingga terbaring di sofa dan menahan kedua tangannya.

"Aduh, Pak, jangan, Pak!"

Arya menatap dalam, mengusap pipi Kiria dan berbisik, "Kenapa kamu tega sekali padaku? Kenapa kamu begitu kejam?"

Suara serak Arya yang terdengar lembut membuat Kiria melotot. Dia mendadak lupa sedang berada dalam kondisi mengkhawatirkan.

"Enggak salah nih, Pak? Yang tega siapa, yang dituduh siapa? Yang suka ngasih perintah enggak kira-kira itu, kan, Bapak?"

Arya tampak tak acuh dengan keluhan Kiria, malah mendadak mendekatkan wajahnya. Kiria kembali teringat posisi mereka seketika panik. Dia meneriaki para pengawal yang berjaga di depan pintu. Namun, tak ada satu pun yang bergerak.

"Hei, kalian kenapa diam saja! Tolongin saya dong!"

"Maaf, Bu Kiria, kami tak berani sembarangan menyentuh Pak Arya," sahut pimpinan pengawal yang mendekat sebentar, lalu pergi lagi.

Sementara itu, Arya terlihat gusar dan berseru, "Kenapa kamu memanggil pria lain?"

Kiria mendelik.

"Pria lain! Pria lain! Itu pengawal Bapak sendiri! Tolong lepaskan saya!"

Arya menyeringai.

"Aku tidak ingin melepaskanmu! Meski kamu melupakanku, malam ini, aku akan membuatmu menjadi milikku."

Bibir kemerahan itu semakin mendekat. Kiria memucat.

***

Continue a ler este livro gratuitamente
Escaneie o código para baixar o App

Último capítulo

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 175

    Alina dan Bram segera menghampiri Kiria. Begitu juga dengan orang tua Arya dan orang tua angkat Kiria. Sementara itu, Arya sudah menggendong Kiria. Dia memberi isyarat pada Sandi untuk mendekat. "Cepat siapkan mobil! Kita harus segera ke rumah sakit!" "Siap, Bos!" Sandi mengangkat tangan. Beberapa pengawal langsung membuka jalur. Para tamu seketika mundur. Tentu tak ada yang berani mencari masalah. Begitu jalur menuju pintu terbentuk, Arya bergegas membawa Kiria keluar. Alina, Bram, Rose, Abimana, Riani, dan Agung mengekor dengan cepat. Kanania, Satya dan Tiara yang sedari tadi asyik mengobrol tersentak, lalu ikut mengejar. Sementata itu, Arya sudah mencapai halaman. Air ketuban yang mulai merembes dan membasahi kemeja membuatnya mempercepat langkah. Hati Arya serasa tersayat. Jika bisa, biarlah dia yang menanggung sakitnya. "Silakan, Bos," ucap Sandi sambil membukakan pintu mobil. Arya membawa Kiria masuk. Setelah pintu ditutup, Sandi segeta duduk di belakang kemudi dan

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 174

    Tangan yang hampir mendarat di pipi Kiria tertahan di udara. Tatapan tajam terarah pada wanita bergaun biru. Gadis bergaun pink di belakangnya seketika menelan ludah, lalu mundur teratur melihat siapa yang menangkap tangan temannya. "Siapa sih? Rese banget!" umpat wanita bergaun biru. Dia mengalihkan pandangan ke kanan dan ke kiri. Rasa dingin seketika terasa mencekik. Bram dengan wajah garang berdiri di sebelah kanan. Sementara itu, di sisi kiri, Arya menatap tajam dengan tangan yang mencengkeram kuat pergelangan tangan lawan. "Berani sekali kamu hendak menyakiti putriku!" bentak Bram. "Sepertinya, tangannya yang lancang ini perlu dipotong dengan rapi, Ayah Mertua," timpal Arya. "Ide bagus, Menantu," sahut Bram dengan seringaian yang meremangkan bulu kuduk. Kali ini, dia akur dengan Arya. Wanita bergaun biru seketika menjadi lemas. Tubuhnya oleng. Arya melepaskan cengkeramannya membuat wanita bergaun biru terempas di lantai.Sementara itu, beberapa tamu di sekitar mereka kompak

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 173

    "Aku tidak rela dia mati ...," Alina menyeringai, "karena hukuman dengan kematian terlalu mudah untuk si berengsek itu." Bram tergelak. Amarah langsung surut. Suasana yang tegang seketika berubah menjadi damai kembali. "Ya ampun, Sayang. Kamu benar-benar cocok denganku." Bram tersenyum lebar. Lengannya melingkar di bahu Alina. Meskipun sudah diturunkan tetap dinaikkannya lagi. Dia mengelus dagu. "Hmm ... baiklah, kalau begitu kutekan saja pengadilan biar perkara cerai cepat selesai!" serunya antusias. Dia tersenyum menggoda, "Setelah itu kita bisa menikah," bisiknya mesra. Alina bergidik. Namun, dia tetap berusaha bersikap sopan pada ayah kandung putrinya itu. Terlebih, Bram memang memiliki kuasa yang tak biasa. Salah-salah Keluarga Respati bisa terkena masalah. "Maaf, Pak Bram. Aku tidak punya rencana akan menikah lagi." Bram memasang wajah sendu. Kanania dan Kiria kompak berpelukan karena aura sedih lelaki itu membuat bulu kuduk berdiri. Arya melihat aksi keduanya langsung

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 172

    Arya dengan sigap menahan tubuh Kiria. Kepala sang istri yang lemas terkulai di bahunya. Lengan kokoh Arya melingkar pelan di pinggang Kiria, lalu menggendongnya. Dia melangkah cepat menuju pintu. "Kau mau bawa ke mana putriku?" sergah Bram seraya menarik lengan baju Arya. "Tentu saja, ke rumah sakit. Lepaskan saya, Pak Bram! Ria harus segera diperiksa dokter.""Tidak perlu."Arya, Kanania, dan Alina kompak melotot. Bram tak peduli. Dia menekan salah satu tombol di remote kontrol yang ada di meja. Terdengar suara berderak. Mereka pun kompak mengalihkan pandangan. Dinding yang tadinya dihiasi lukisan mahal bergerak ke arah berlawan. Ruangan serba putih dengan aroma antiseptik terpampang di depan sana. Seorang pria tampan berjas putih menghampiri Bram dan bertanya dengan santun, "Apakah Pak Bram merasa tidak enak badan hari ini?""Bukan aku, tapi putriku."Bram memberi isyarat pada Arya agar membawa Kiria memasuki ruangan. Arya menurut, lalu meletakkan istrinya di ranjang pemeriksaa

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 171

    "Kamu siapa?!" seru Bram setelah terpaku cukup lama. Riani masih melongo. Bahkan, air matanya tidak lagi mengalir saking kagetnya. Riani tahu tentang Bram dari Kanania. Putri bungsunya itu memang sangat mengidolakan sang raja akting. Melihat Bram yang begitu dielu-elukan kaum hawa menjadi pelaku penculikan, Riani tentu langsung syok. Dia mencoba mereka-reka kembali kegiatan seminggu bahkan sebulan belakangan. Mungkinkah seorang rakyat biasa sepertinya bisa bersinggungan dengan publik figur sebesar Bram? "Atau Nia pernah menyinggungnya?" gumam Riani dalam hati. "Tidak! Tidak mungkin! Nia, kan, penggemar berat pasti berhati-hati. Bahkan kata Nia, Bram tidak marah saat Kiria tidak sengaja jatuh ke pelukannya."Riani mengelus-elus dagu sendiri. Dia sesekali mengangguk-angguk. Riani tak menyadari wajah Bram yang sudah dipenuhi amarah. "Kamu siapa?! Kenapa bisa ada di sini!" seru Bram. Riani seketika terlonjak. Hampir saja, dia terguling dari kasur. Untunglah, tangannya sempat berpegan

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 170

    "Nia, tenang dulu. Jelaskan pelan-pelan," bujuk Agung. Kanania masih terisak untuk beberapa saat, lalu melanjutkan ceritanya, "Aku baru pulang sama Ibu dari belanja. Tiba-tiba ada banyak mobil di halaman. Banyak preman keluar dari sana langsung membawa Ibu," cerocos Kanania. "Iya, Nia. Ayah mengerti. Kami akan segera pulang."Kanania tak menjawab, hanya terdengar isakannya. Agung pun berniat pulang. Kiria, Arya, dan Alina ikut serta. Saat mereka tiba, rumah Agung sudah dalam keadaan berantakan. Kanania terduduk di teras dengan wajah berurai air mata. Begitu melihat ayahnya, dia seperti mendapat kekuatan, memeluk sang ayah dan menangis histeris. "Yah! Kita harus cepat lapor polisi! Jangan sampai Ibu kenapa-kenapa!" seru Kanania panik. "Iya, Nia. Ayo kita ke kantor polisi!" Agung sudah menarik tangan Kanania menuju mobilnya. "Tunggu, Yah!" sergah Arya. Langkah Agung dan Kanania terhenti. Mereka menatap Arya dengan alis berkerut. Arya menghela napas. "Penculik ini tiba-tiba berak

Mais capítulos
Explore e leia bons romances gratuitamente
Acesso gratuito a um vasto número de bons romances no app GoodNovel. Baixe os livros que você gosta e leia em qualquer lugar e a qualquer hora.
Leia livros gratuitamente no app
ESCANEIE O CÓDIGO PARA LER NO APP
DMCA.com Protection Status