"Mama Patricia meminta kita datang ke rumah nanti malam. Wilson mau meminta maaf padamu."
Hanna yang sudah memejamkan mata terpaksa membukanya kembali begitu mendengar Mikail bicara. Padahal Hanna sudah siap jika Mikail melakukan hal yang lebih daripada berciuman. Sayangnya lelaki itu malah pergi setelah berbicara.
Tengkuk Hanna meremang, air mata itu kembali muncul. Dia berjalan ke arah pintu dan menguncinya, kemudian duduk di meja rias, memandangi wajah yang mungil dan cukup cantik meski tanpa make up.
"Kenapa? Apa aku nggak cukup menarik? Huaaaa," Hanna menangis tersedu-sedu setelah dia mengencangkan suara tv di kamar.
Mikail turun tangga dengan tergesa, tidak menyadari suara kencang dari dalam kamar Hanna. Dia hanya ingin mengambil air dingin untuk meredakan gairahnya. Semua ini karena perjanjian konyolnya dengan Hanna saat menikah dulu.
Sarah muncul dari dalam toilet, sedikit terkejut melihat wajah Mikail yang merah padam. "Ada apa?"
"Ada anak kucing nakal," Mikail menjawab asal. "Sarah, aku mau ke kantor sebentar. Nanti pukul 6 sore Hanna harus sudah selesai. Oke?"
Sarah mengacungkan kedua jempolnya. Kemudian dia teringat sesuatu. "Ah iya, aku punya beberapa camilan. Biar aku siap..."
"Aku saja Kak," suara Hanna muncul dari arah tangga. Wajahnya sedikit bengkak dan matanya memerah.
Refleks Mikail berjalan menuju Hanna dam memperhatikan wajahnya dengan teliti. "Kenapa? Kamu sakit lagi?" suara Mikail begitu lembut dan perhatian.
Hanna mendengus dan menolehkan wajah, dia berteriak dalam hati... "SEMUA ITU GARA-GARA KAMU!"
"Ayo kita ke dokter lagi," alih-alih batal ke kantor, Mikail menarik tangan Hanna menuju pintu.
Sarah berdecak pinggang melihat adegan drama di hadapannya. Yang wanita pemalu dan tidak peka, yang pria tidak jujur dan terlalu dingin. Ini semua hanya masalah komunikasi, kenapa mereka senang sekali merepotkan diri sendiri sih?
"AYAAHHH, AKU MAU MENIKAH LAGI. HUAAA..." Sarah meraung dan berlari ke kamarnya yang berada di dekat ruang keluarga.
Mikail mengernyit, Sarah dan Hanna adalah contoh kakak adik yang sangat sangat mirip. Mereka suka improvisasi sesuka hati dan membuat orang lain merasa terkejut. Tadi dia bilang mau menikah lagi? Dulu saja, dia berteriak histeris dan bilang trauma pada pria.
"Kakak kenapa?" Hanna bertanya pada dirinya sendiri. Edamame yang sedang dia siapkan nyaris jatuh karena terkejut.
Dengan wajah prihatin Mikail menepuk bahu Hanna. "Sepertinya Sarah sudah terlalu lama sendiri. Bagaimana kalau kita jodohkan dengan Garvin?"
Hanna menepuk dada Mikail dengan kotak bekal anti tumpah. "Kamu dan Sarah sebaiknya segera pergi berobat!" omel Hanna. Kepalanya menggeleng tidak setuju, masa Sarah yang dewasa mau dijodohkan dengan Garvin si playboy?
Menjelang malam Hanna sudah duduk di ruang makan bersama Sarah yang masih berkutat pada laptop. Di rumah ini, ruang favorit mereka semua adalah ruang makan. Ayah Omar memberikan satu set sofa di sudut ruangan dan meja marmer dekat pintu belakang yang terhubung dengan taman. Tentunya dengan tanaman lavender agar tidak ada nyamuk.
Mikail datang sendiri dan memakai kemeja pendek linen oversize navy yang kancingnya dibuka 2 dan celana chino potongan reguler. Terlihat santai dan seksi di mata Hanna.
Sedangkan Hanna memakai midi dress berwarna babypink sepanjang betis dengan kancing di sepanjang bagian belakang dress yang membuat tubuhnya tenggelam. Rambut panjangnya dikuncir kuda tanpa poni. Terlihat menggemaskan dan tampak begitu polos bagaikan remaja.
Rumah keluarga Owen terletak di ujung kota menuju daerah dataran tinggi, berbanding terbalik dengan usaha wisata mereka yang terletak di pesisir pantai. Rumah bergaya klasik Eropa yang megah dan mewah. Dulu saat pertama kali berkunjung ke rumah ini, Hanna dan Irene sampai meneteskan air liur.
Penjaga rumah membuka pintu utama setinggi 2 lantai untuk Mikail dan Hanna. "Selamat malam, Tuan Mikail dan Nyonya Hanna. Nyonya Patricia telah menunggu di ruang makan."
Hanna mengangguk dan tersenyum. Diikutinya Mikail menuju ruang makan yang berada di sayap kanan.
Wedges setinggi 3 centi yang Hanna pakai berhenti tepat di dekat pintu masuk ruang makan. Pemandangan di hadapannya membuat sesak nafas.
Mama Patricia bilang Wilson mau minta maaf? Minta maaf apanya?
Yang Hanna lihat, Mama Patricia sedang berbincang dengan Freya. Iya, Freya! Mantan kekasih Mikail yang tinggi, langsing, cantik dan terlihat seksi menggunakan dress lengan panjang berpayet diatas lutut yang begitu ketat di tubuhnya. Rambut pirangnya dicepol hingga membuat leher jenjang terekspos.
Mama Patricia yang selalu on point tidak kalah mewah. Gaun satin berwarna navy dan bermanik pecahan batu ruby terlihat begitu cantik untuk wanita seusianya.
Dibanding acara permintaan maaf, ini lebih mirip sambutan untuk mantan kekasih Mikail!
"Aku kira hanya permintaan maaf biasa," tegur Mikail melihat penampilan Patricia dan Freya yang berlebihan. Satu lagi, Ibunya tidak bilang bahwa Freya ikut datang ke sini.
"Selamat malam Pak Mikail, aku menemani Pak Wilson untuk minta maaf." Freya tersenyum manis menunjukkan barisan giginya yang rapi. Hari ini Freya sengaja memilih gaun yang dulu pernah dia pakai saat dinner bersama Mikail.
"Oke," jawabnya singkat. "Hanna, kemarilah." Mikail mengabaikan Freya dan memanggil Hanna mendekat. Hanna hanya bisa tersenyum canggung kepada semua orang.
Wilson yang masih memakai seragam koki The Carino menunduk dengan wajah sedih ke arah Hanna. "Nyonya Hanna, aku mewakili kitchen The Carion menyampaikan permintaan maaf karena kualitas makanan yang buruk."
"Ya, aku maafkan."
Wajah sendu Wilson berganti ceria. "Terima kasih Nyonya, anda sungguh berbesar hati. Aku sudah siapkan hidangan spesial untuk Nyonya."
Dibanding makanan kemarin, kali ini jauh lebih enak dan segar. Hanna memakannya dengan suka cita. Sejak dulu Hanna selalu suka makan berbagai jenis makanan, itulah yang membuat Sarah belajar memasak dengan giat.
Suara langkah kaki tergesa masuk, Louis berseru kencang. "Semuanya, tidak ada yang boleh keluar dari rumah ini sampai besok pagi!"
***
Epilog:
Pada malam pertama pernikahan mereka, Hanna dan Mikail duduk saling berhadapan dengan tegang di ruang makan rumah pribadi Mikail. Bau cat dan furniture baru memenuhi hidung mereka.
"Aku tahu aku nggak seharusnya bilang ini tapi..." Hanna mencengkram tangan Mikail dengan kencang, keringat membuat telapak tangan Hanna basah dan lengket. "Aku belum siap jadi istri sepenuhnya. Baik itu berhubungan fisik, atau apapun."
Bibir Hanna bergetar, wajahnya pucat dan keluar keringat dingin di keningnya. Meski mereka sudah berciuman, itu bukan alasan untuk berhubungan lebih jauh. Apalagi pernikahan ini hanya sebuah keterpaksaan.
Mikail menghela nafas dengan berat. Dia berdiri dan mendekat pada Hanna, diusapnya kepala yang kadang suka berpikiran aneh. "Aku tunggu," Mikail berjanji pada Hanna.
Kaki Hanna yang putih terendam pasir. Rasanya begitu hangat dan lembap, membuatnya nyaman. Sesekali Hanna memainkan ponsel, merekam ombak laut yang tergulung kecil menuju kakinya.Lambat laun, terdengar suara helikopter dari kejauhan. Makin lama kian mendekat. Melintasi sisi kanan atas dan berhenti pada helipad di atas cottage.Apa ada orang penting yang datang?"Bu Hanna, mau masuk ke dalam atau tunggu di luar?" Alina muncul dari belakang.Hanna pikir itu hanya pertanyaan untuk menunggu jam makan malam, jadi dia akan menunggu di tepi pantai saja sambil melihat sunset. "Aku tunggu di sini."Alina mengangguk, "Baiklah, akan aku sampaikan." Dia kembali masuk ke dalam gerbang cottage.Sepeninggal Alina, Hanna kembali bermain pasir dengan jemarinya yang selembut sutra. Membentuk tulisan, kemudian dia hapus kembali. Menggambar sesuatu, namun dia tidak yakin apa bentuknya. Jiwa seni Hanna begitu buruk."Itu gambar bebek?" satu suara dari belakang menyadarkan Hanna. Eh ini seperti suara Mikai
"Memang kapan aku pernah trauma sama laut?" tanya Hanna dengan wajah datar.Julian mengernyit, ekspresi ketakutan Hanna saat kecil dulu masih membekas dalam ingatan Julian. Mana mungkin dia bisa lupa?"Kak Julian?" Hanna menyentuh siku Julian yang sejak beberapa waktu lalu sibuk berpikir.Tangan Julian memegang kedua bahu Hanna, dia menatap tajam dan membawa Hanna kembali pada ingatan kelam saat kecil. "Sabtu itu, sekolah kita wisata mengunjungi Pantai. Kamu berjalan mengikuti sembarang orang memasuki hutan."Hanna mengingat kejadian tersebut. Sepertinya dia benar pernah hilang. Namun kenapa sekarang tidak merasa takut lagi. Seolah itu hanya jadi bagian masa kecilnya, bukan sebuah trauma yang tinggal hingga dia dewasa.Dari arah belakang Hanna, Lucas tiba-tiba muncul dan mencengkram tangan Julian demi melepaskannya dari pundak Hanna. "Maaf Pak, Bu Hanna sudah menikah. Aku harap Bapak bisa bersikap lebih sopan," katanya dengan nada bijak.Demi menghindari pertikaian keduanya, Hanna mun
"Jangan jauh-jauh dari Alina dan Lucas. Jangan terlalu ramah pada warga sekitar. Jangan terlalu baik pada orang yang baru dikenal," ceramah Mikail berlangsung selama perjalanan dari rumah menuju pelabuhan. Dia seperti seorang kakek yang hendak mengantar cucunya pertama kali masuk sekolah."Iya."Hari ini Mikail dan Ryan ada tugas keluar kota dan kemungkinan sampai sore, jadi tidak bisa menemani Hanna berkunjung ke Pulau Summer. Namun dia sudah meminta Alina dan Lucas untuk mengawal. Harusnya hari ini aman. Ditambah Irene ikut mengawal jalannya medical check up hari ini menggantikan Jasmine.Mikail memarkirkan mobilnya di sebelah mobil Lucas yang sudah menjemput Alina sejak pukul 6 pagi. Alina dan Lucas menyambut dengan wajah cerah, merasa liburan berkedok kerja."Pagi Pak Mikail dan Bu Hanna," sapa Alina dan Lucas bersamaan."Pagi," wajah Hanna ketika menyapa Alina juga lebih ceria daripada di dalam mobil tadi.Matahari cukup terik, Mikail memakaikan topi hitam polos seharga jutaan pad
"Selamat siang Bu Paula, ada yang bisa kami bantu?" Ryan sudah mendapat kabar berantai dari Lucas. Kini dia berdiri di depan pintu ruangan Mikail untuk menghadang. Paula menatap tajam, kemudian berkata dengan sedikit lemah lembut karena tahu jika 2 asisten Mikail sangat kaku. "Aku mau bertemu dengan Mikail," katanya singkat. Ryan melihat tab yang berisi jadwal harian Mikail dan menunjukkannya kepada Paula. "Maaf tapi Bu Paula belum memiliki janji untuk hari ini. Karena jadwal Pak Mikail sangat padat, sebaiknya Bu Paula membuat janji terlebih dulu." "Aku ini Bibinya, mana mungkin Mikail menolak meski aku nggak buat janji," mata Paula melebar dan alisnya berkerut. Ryan sudah memasang kuda-kuda untuk menghadang Paula, hingga satu panggilan pada ponsel Paula menggema dan memunculkan nomor Patricia. Dibanding Paula yang seorang janda tanpa anak dan peninggalan harta, Patricia jauh lebih berkuasa. Entah apa yang dikatakan Patricia, namun Paula terlihat cemas dari kejauhan. Tidak lama ke
Satu minggu kemudian, medical check up sudah digelar untuk Snail Resort. Dari pengambilan sampel darah, urine, ronsen, juga fisik dengan dokter. Karena tempat ini adalah kantor utama, jadi dikirim dokter Eddie yang cukup senior untuk mendampingi pemeriksaan fisik. Semuanya bisa dilakukan satu minggu lebih awal daripada jadwal tahunan."Selamat pagi. Perkenalkan aku Jasmine, marketing yang akan mendampingi tim medical check up." Seorang wanita berpakaian warna kuning terang menjulurkan tangan ke arah Hanna."Pagi... Aku Hanna, Assistant General Manager. Silahkan dimulai check up-nya."Karyawan yang hari ini melakukan pemeriksaan hanya berjumlah 230 orang. Semua berjalan lancar tanpa drama.Hanna sempat bertanya bagaimana pelayanan tim yang baru ini, 60% menjawab lebih baik daripada tim check up tahun kemarin. Ini bisa menjadi bahan pertimbangan ketika Mikail melakukan review.Mikail, Hanna, Alina, Lucas dan Ryan mendapat giliran terakhir setelah memastikan semua karyawan berjalan dengan
"Abe hanya milik Irene," Hanna tertawa geli dengan kalimat yang Mikail ucapkan.Sejak Sekolah Dasar, Abelard Winston begitu mencintai Irene dan berniat melamarnya setelah lulus kuliah. Tentu saja ditolak, selain tidak ingin terikat, penampilan Abe begitu culun. "Jangan bikin aku nggak minat makan karena membahas Abe. Lebih baik kamu cek daftar harga yang aku berikan," sungut Irene.Mikail menarik kursi hingga mendekat di sebelah Hanna. Dia memperhatikan perbandingan yang telah Hanna buat antara Laboratorium milik Irene dan Rumah Sakit yang lama. Dari harga per-pemeriksaan, jenis alat, lama hasil pengecekan dan harga vaksin, terlihat bahwa Laboratorium Irene lebih unggul. Mikail harus memeriksa berkas General Manager yang lama, kenapa dia terus memakai Rumah Sakit itu selama bertahun-tahun dan merugikan perusahaan.Tanpa banyak bicara, Mikail memberikan tanda tangan digital pada lembar penawaran yang Hanna buat."Wah, langsung di acc?" Wajah Hanna begitu sumringah."Ya," jawaban singkat