Kaki Hanna yang putih terendam pasir. Rasanya begitu hangat dan lembap, membuatnya nyaman. Sesekali Hanna memainkan ponsel, merekam ombak laut yang tergulung kecil menuju kakinya.Lambat laun, terdengar suara helikopter dari kejauhan. Makin lama kian mendekat. Melintasi sisi kanan atas dan berhenti pada helipad di atas cottage.Apa ada orang penting yang datang?"Bu Hanna, mau masuk ke dalam atau tunggu di luar?" Alina muncul dari belakang.Hanna pikir itu hanya pertanyaan untuk menunggu jam makan malam, jadi dia akan menunggu di tepi pantai saja sambil melihat sunset. "Aku tunggu di sini."Alina mengangguk, "Baiklah, akan aku sampaikan." Dia kembali masuk ke dalam gerbang cottage.Sepeninggal Alina, Hanna kembali bermain pasir dengan jemarinya yang selembut sutra. Membentuk tulisan, kemudian dia hapus kembali. Menggambar sesuatu, namun dia tidak yakin apa bentuknya. Jiwa seni Hanna begitu buruk."Itu gambar bebek?" satu suara dari belakang menyadarkan Hanna. Eh ini seperti suara Mikai
"Memang kapan aku pernah trauma sama laut?" tanya Hanna dengan wajah datar.Julian mengernyit, ekspresi ketakutan Hanna saat kecil dulu masih membekas dalam ingatan Julian. Mana mungkin dia bisa lupa?"Kak Julian?" Hanna menyentuh siku Julian yang sejak beberapa waktu lalu sibuk berpikir.Tangan Julian memegang kedua bahu Hanna, dia menatap tajam dan membawa Hanna kembali pada ingatan kelam saat kecil. "Sabtu itu, sekolah kita wisata mengunjungi Pantai. Kamu berjalan mengikuti sembarang orang memasuki hutan."Hanna mengingat kejadian tersebut. Sepertinya dia benar pernah hilang. Namun kenapa sekarang tidak merasa takut lagi. Seolah itu hanya jadi bagian masa kecilnya, bukan sebuah trauma yang tinggal hingga dia dewasa.Dari arah belakang Hanna, Lucas tiba-tiba muncul dan mencengkram tangan Julian demi melepaskannya dari pundak Hanna. "Maaf Pak, Bu Hanna sudah menikah. Aku harap Bapak bisa bersikap lebih sopan," katanya dengan nada bijak.Demi menghindari pertikaian keduanya, Hanna mun
"Jangan jauh-jauh dari Alina dan Lucas. Jangan terlalu ramah pada warga sekitar. Jangan terlalu baik pada orang yang baru dikenal," ceramah Mikail berlangsung selama perjalanan dari rumah menuju pelabuhan. Dia seperti seorang kakek yang hendak mengantar cucunya pertama kali masuk sekolah."Iya."Hari ini Mikail dan Ryan ada tugas keluar kota dan kemungkinan sampai sore, jadi tidak bisa menemani Hanna berkunjung ke Pulau Summer. Namun dia sudah meminta Alina dan Lucas untuk mengawal. Harusnya hari ini aman. Ditambah Irene ikut mengawal jalannya medical check up hari ini menggantikan Jasmine.Mikail memarkirkan mobilnya di sebelah mobil Lucas yang sudah menjemput Alina sejak pukul 6 pagi. Alina dan Lucas menyambut dengan wajah cerah, merasa liburan berkedok kerja."Pagi Pak Mikail dan Bu Hanna," sapa Alina dan Lucas bersamaan."Pagi," wajah Hanna ketika menyapa Alina juga lebih ceria daripada di dalam mobil tadi.Matahari cukup terik, Mikail memakaikan topi hitam polos seharga jutaan pad
"Selamat siang Bu Paula, ada yang bisa kami bantu?" Ryan sudah mendapat kabar berantai dari Lucas. Kini dia berdiri di depan pintu ruangan Mikail untuk menghadang. Paula menatap tajam, kemudian berkata dengan sedikit lemah lembut karena tahu jika 2 asisten Mikail sangat kaku. "Aku mau bertemu dengan Mikail," katanya singkat. Ryan melihat tab yang berisi jadwal harian Mikail dan menunjukkannya kepada Paula. "Maaf tapi Bu Paula belum memiliki janji untuk hari ini. Karena jadwal Pak Mikail sangat padat, sebaiknya Bu Paula membuat janji terlebih dulu." "Aku ini Bibinya, mana mungkin Mikail menolak meski aku nggak buat janji," mata Paula melebar dan alisnya berkerut. Ryan sudah memasang kuda-kuda untuk menghadang Paula, hingga satu panggilan pada ponsel Paula menggema dan memunculkan nomor Patricia. Dibanding Paula yang seorang janda tanpa anak dan peninggalan harta, Patricia jauh lebih berkuasa. Entah apa yang dikatakan Patricia, namun Paula terlihat cemas dari kejauhan. Tidak lama ke
Satu minggu kemudian, medical check up sudah digelar untuk Snail Resort. Dari pengambilan sampel darah, urine, ronsen, juga fisik dengan dokter. Karena tempat ini adalah kantor utama, jadi dikirim dokter Eddie yang cukup senior untuk mendampingi pemeriksaan fisik. Semuanya bisa dilakukan satu minggu lebih awal daripada jadwal tahunan."Selamat pagi. Perkenalkan aku Jasmine, marketing yang akan mendampingi tim medical check up." Seorang wanita berpakaian warna kuning terang menjulurkan tangan ke arah Hanna."Pagi... Aku Hanna, Assistant General Manager. Silahkan dimulai check up-nya."Karyawan yang hari ini melakukan pemeriksaan hanya berjumlah 230 orang. Semua berjalan lancar tanpa drama.Hanna sempat bertanya bagaimana pelayanan tim yang baru ini, 60% menjawab lebih baik daripada tim check up tahun kemarin. Ini bisa menjadi bahan pertimbangan ketika Mikail melakukan review.Mikail, Hanna, Alina, Lucas dan Ryan mendapat giliran terakhir setelah memastikan semua karyawan berjalan dengan
"Abe hanya milik Irene," Hanna tertawa geli dengan kalimat yang Mikail ucapkan.Sejak Sekolah Dasar, Abelard Winston begitu mencintai Irene dan berniat melamarnya setelah lulus kuliah. Tentu saja ditolak, selain tidak ingin terikat, penampilan Abe begitu culun. "Jangan bikin aku nggak minat makan karena membahas Abe. Lebih baik kamu cek daftar harga yang aku berikan," sungut Irene.Mikail menarik kursi hingga mendekat di sebelah Hanna. Dia memperhatikan perbandingan yang telah Hanna buat antara Laboratorium milik Irene dan Rumah Sakit yang lama. Dari harga per-pemeriksaan, jenis alat, lama hasil pengecekan dan harga vaksin, terlihat bahwa Laboratorium Irene lebih unggul. Mikail harus memeriksa berkas General Manager yang lama, kenapa dia terus memakai Rumah Sakit itu selama bertahun-tahun dan merugikan perusahaan.Tanpa banyak bicara, Mikail memberikan tanda tangan digital pada lembar penawaran yang Hanna buat."Wah, langsung di acc?" Wajah Hanna begitu sumringah."Ya," jawaban singkat