Share

Bab 4 Bayi

"Zenia Mecca!"

"Zenia Mecca!"

"Zenia! Kami mencintaimu!"

Sorak-sorakan para Zeirs, sebutan untuk penggemar Zenia, memenuhi seluruh studio ketika pembawa acara mengungumkan jika gadis cantik itu mendapat penghargaan Billboard Chart.

Malam ini adalah momen membanggakan yang tidak akan pernah hengkang dari ingatannya. Begitu banyak kesulitan dilewati gadis berusia 18 tahun itu. Wajah cantik bak dewi merupakan salah satu alasan dirinya banyak mendapat kebencian. Mereka berpendapat kalau Zenia hanya mengandalkan parasnya, perihal bakat, dia tidak punya sama sekali.

'Paras Menutupi Segalanya'

Itulah judul artikel mengenai Zenia ketika awal-awal debut. Stress? Sudah pasti, tapi dia berhasil bertahan dan terus berjalan.

"Selamat, ya. Aku juga adalah penggemarmu," kata salah satu pembawa acara.

Zenia tersenyum. Dia kembali mengenang masa-masa sulitnya. Jika sekarang penggemarnya hampir ada diseluruh dunia, maka dulu berbeda. Dahulu, penggemarnya tak sampai 500 orang. Yah, jika dihitung-hitung.

Zenia menerima piala penghargaan dari salah satu pembawa acara yang lain. Dia mengambilnya dengan hati-hati.

"Halo!" Gadis dengan gaun sepanjang mata kaki itu memulai pidato singkatnya.

"Aku tidak mampu mengatakan apa pun. Aku hanya ingin menangis. Teruntuk kalian yang mencintai aku, aku berterima kasih." 

Dylan, satu satu penyanyi pendatang yang juga hadir pada acara malam itu melihat Zenia di layar besar dengan sinis. 

Zenia mengakhiri ucapannya dengan ucapan terima kasih. Namun, belum juga menuruni panggung, sesuatu terjadi padanya. 

"Huek!" Zenia membekap mulutnya cepat. Sial! Bahkan mikrofon panjang itu masih di depan bibirnya. Semua orang mendengar. 

Zenia menuruni panggung dengan rasa malu.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Yoshi khawatir.

Zenia tak menghiraukan Yoshi. Dia segera memasuki toilet lalu memuntahkan isi perutnya ke dalam kloset. Tubuhnya lemas setelah itu.

"Kenapa aku--" Zenia kembali berhadapan dengan lubang kloset. Kali ini, hanya air yang keluar. 

Setelah dirasa baik-baik saja, Zenia membasahi wajahnya menggunakan air dari keran wastafel. Dia menatap wajah pucatnya di kaca.

"Kau hamil?" Di pintu masuk, Dylan berdiri dengan bersilang tangan.

Zenia melihat sebentar Dylan dari cermin kemudian kembali lagi menatap wajahnya di cermin. "Tutup mulutmu sebelum aku menutupnya dengan tisu toilet."

"Kau seharusnya tidak perlu marah jika ini salah."

"Tutup mulutmu, Dylan! Kenapa kau selalu mencampuri urusanku?" 

Zenia menepis tangan kiri Dylan ketika gadis menyebalkan itu hendak menyentuh buah dadanya. Kurang ajar.

"Lihatlah wajah dan seluruh tubuhmu. Mereka membengkak. Apa kau yakin tidak hamil?

Zenia semakin panas. Dia ingin sekali menampar lalu membenturkan wajah gadis bergaun putih sepaha itu ke tembok. Andai dia bisa. Beruntunglah karena Zenia hampir tidak bertenaga.

"Benarkah? Lalu bagaimana dengan tubuhmu? Apa kau tidak sadar kalau tubuhmu ini sudah seperti orang yang baru saja melahirkan? Longgar." 

Dylan tampak kalut. Gadis berambut pendek itu memegang perutnya. 

"Ibuku seorang dokter spesialis kandungan. Aku tahu tentang kehamilan, walaupun sedikit." kata Dylan. Suaranya tidak selantang tadi.

"Kegugupanmu menjelaskan semuanya."

"Aku tidak gugup!"

"Sudahlah. Aku tidak peduli dengan hidupmu, jadi berhentilah mengurus hidupku juga!",

Zenia pergi setelah membuat Dylan bungkam dalam emosi. Tidak lupa juga dia membawa serta trofi penghargaannya.

Dikarenakan tubuh yang lemas dan nyeri kepala, Zenia memutuskan untuk pulang tanpa menunggu usainya acara penghargaan bergengsi di Amerika Serikat itu. Dia diantar oleh Yoshi, manajernya.

Dalam perjalanan pulang, Zenia sempat singgah di apotek untuk membeli obat. Awalnya, Yoshi menawarkan diri untuk membelikannya, tapi di tolak.

Zenia memasuki apotek. Dia memakai jaket hitam besar untuk menutupi setengah gaunnya. Tidak lupa juga dengan sebuah kacamata dan masker. 

Seperti biasa, apotek itu tidak terlalu ramai. Hanya ada tujuh sampai 10 orang, termasuk dua orang perawat dan seorang dokter.

"Halo! Apa kau perlu sesuatu?" salah satu perawat menghampiri Zenia.

"Ah, iya. Aku butuh obat untuk meredakan sakit kepala."

Perawat itu mengangguk lalu mengajak Zenia ke depan meja kasir.

Sebuah benda persegi panjang berwarna biru menarik perhatian Zenia. 

"Apa ini alat tes kehamilan?" tanya Zenia.

"Iya benar."

Terlintas perkataan Dylan sewaktu di toilet. Hamil? Zenia tidak tahu dan dia takut. Benarkah dia hamil? Tapi dengan siapa? Dia tidak dekat dia pria manapun, jadi bagaimana bisa hal itu terjadi kepadanya. Namun ... sudah beberapa bulan ini dia tidak menstruasi.

Brak!

Tidak sengaja Zenia menjatuhkan botol obat. Dia segera mengambil benda panjang itu lalu meminta maaf.

"Tidak apa-apa. Ini obatmu."

Zenia menerima obat pereda nyeri kepala yang sudah terbungkus dalam kantong plastik. Dia lalu membayar senilai 5 dolar kepada perawat berambut pirang.

Zenia tidak langsung pergi setelah membayar. Alat tes kehamilan itu ... apa dia harus membelinya juga?

"Apa ada yang kau butuh, Nona?" tanya seorang dokter yang baru saja keluar dari sebuah ruangan yang entah ruangan apa.

"Ti-tidak." Zenia segera meninggalkan apotek dan kembali ke mobil. Namun, sebelum memasuki kendaraan berwarna hitam itu, dia kembali melihat gedung apotek yang baru saja ditinggalkannya. Takut, ragu, bingung dan entah perasaan apa lagi yang ada dalam hatinya. 

"Cepat masuk. Udara di luar sangat dingin." kata Yoshi.

"Aku segera kembali." 

Zenia berlari dan memasuki apotek kembali. Dengan satu helaan, dia langsung mengambil alat kehamilan yang membuat hatinya gundah. 

"Aku beli ini," kata Zeni mantap.

Awalnya dokter sempat kebingungan, tapi akhirnya dia membungkus alat tes    kehamilan itu lalu memberikannya kepada Zenia.

"Berapa usiamu? Kau sepertinya masih muda," tanya dokter yang sudah berusia setengah abad.

"Sebentar lagi usiaku 19 tahun."

Tidak ingin terlalu lama, Zenia segera pergi sebelum dokter tua itu bertanya lagi.

•••

Sesampainya di rumah, Zenia segera memasuki toilet kamarnya. Dia bahkan tidak peduli lagi dengan nyeri kepalanya. Saat ini, dia ingin segera membuktikan kalau dia tidak hamil. Lagipula dia tidak pernah sekalipun berhubungan badan.

Pertama-tama, Zenia membaca petunjuk penggunaan pada kemasan, setelah itu dia memulai tesnya.

10 menit berlalu ....

Dua garis merah.

Tanpa sadar Zenia menjatuhkan alat tes kehamilan itu ke lantai. Dia menutup mulutnya yang gemetar. Matanya memerah. Apa yang baru saja dilihatnya tidak dapat dipercaya. 

Zenia mengambil kembali benda kecil itu. Melihat kembali dua garis merah di sana. 

Prak!

Alat itu jatuh untuk kedua kalinya. Zenia ketakutan dan tubuhnya semakin melemas. Untuk menopang tubuhnya saja tidak mampu. Dia akhirnya terduduk di atas lantai toilet yang dingin. 

"Nona Zenia, apakah perlu saya menyiapkan makan malam untuk anda?" tanya salah satu pelayan yang sudah berdiri di luar kamar mandi.

Zenia segera membuang alat tes kehamilannya ke dalam tong sampah. Panik.

"Iya. Bawa ke kamarku jika sudah."

Seusai pelayan itu pergi, Zenia berganti pakaian tanpa mandi terlebih dahulu. Dia menggantung gaun putihnya lalu memakai kaos lengan panjang dan celana sepanjang mata kaki. Zenia juga memakai kaos kaki mengingat udara yang semakin dingin, apalagi ini sudah malam.

Setelah semua selesai, Zenia menaiki tempat tidurnya yang hangat. Dia kembali memikirkan hasil positif yang tertera dia alat tes kehamilan tadi. Mungkin alatnya rusak, pikir Zenia.

Dia meraih ponselnya di atas meja. Membuka aplikasi g****e lalu mengetik 'Tanda-tanda kehamilan' pada pencarian.

Hampir semua yang tertera pada g****e pernah dialaminya dalam beberapa bulan ini, seperti mual dan muntah yang baru saja dirasakannya, buang air kecil lebih sering, dan masih ada lagi. Walaupun demikian, dia masih tidak bisa percaya jika dirinya hamil.

Untuk memastikan, dia berencana pergi ke rumah sakit esok hari.

Lamunan Zenia buyar ketika terdengar ketukan pada pintu kamarnya. Seorang pelayan masuk dengan membawa beberapa makanan, salah satunya adalah sup favoritnya.

"Makanlah, Nona. Anda tampak tidak sehat."

Zenia mengangguk. Ya ... tubuhnya memang masih lemas dan dia akan meminum obat setelah makan.

•••

Gadis berhoodie hijau tua dengan masker dan kacamata di wajahnya itu baru saja sampai di rumah sakit. Dia sudah membuat janji dengan seorang dokter kandungan hari ini. 

Setelah menunggu beberapa menit, Zenia diarahkan oleh seorang perawat untuk langsung menemui dokter kandungan di lantai dua.

"Hai! Selamat siang." sapa Yasmin si dokter spesialis kandungan.

"Selamat siang." Zenia membuka kacamata beserta maskernya. Di ruangan ini dia tidak perlu menyembunyikan identitasnya.

"Zenia Mecca, silahkan duduk."

"Terima kasih."

"Apa sebelumnya kau sudah memeriksa dengan alat tes kehamilan?" 

Zenia mengangguk. "Iya. Aku sudah memeriksanya kemarin malam dan hasilnya positif, tapi kurasa alat itu rusak. Aku tidak pernah berhubungan badan dengan siapapun. Ini tidak masuk akal."

"Benarkah? Bagaimana dengan menstruasimu? Lancar?"

Zenia terdiam. Dia mengingat-ingat kapan terakhir kali menstruasinya.

"Aku rasa ... empat bulan yang lalu, tapi itu disebabkan karena stress."

"Baiklah. Apa kau merasakan mual?"

"Kemarin malam. Bahkan pagi ini juga." Zenia kembali mengingat kejadian pagi ini dimana dia merasakan mual hebat ketika menghirup aroma parfumnya sendiri.

"Untuk lebih memastikan ... aku akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut."

Dokter Yasmin kemudian menusukkan sebuah jarum pada jari telunjuk Zenia. Mengambil setetes darah untuk melakukan tes kehamilan. 

Zenia dengan kecemasannya menunggu hasil yang akan diberitahukan oleh dokter Yasmin. Sepuluh menit berlalu namun dokter  Yasmin belum juga mengatakan apa-apa. Zenia hanya bisa berharap ketakutannya tidak menjadi nyata. 

"Zenia ..." panggil dokter Yasmin. 

"Bagaiaman hasilnya? Negatif?"

"Positif."

"A-apa?" 

"Kau positif hamil, Zenia Mecca. Kandunganmu sudah berusia empat bulan dan sebentar lagi akan memasuki lima bulan."

"Kau bohong! Aku tidak pernah berhubungan dengan siapapun sehingga aku mengandung seperti ini!"

"Maafkan aku ... tapi itu memang hasilnya."

Zenia tidak tahu lagi harus mengeluarkan kata apa. Dia begitu syok dan tidak berkedip sekalipun. Perasaan, masa depan, dan kehormatannya sudah hancur. Dan tidak lama lagi karirnya juga akan hancur. 

"Ini tidak mungkin ..." lirihnya.

"Cobalah untuk berbahagia. Stress akan membuat kau dan janinmu dalam bahaya." 

Setidaknya itulah kata-kata terakhir sang dokter yang masih jelas terdengar di telinga Zenia ketika dia meninggalkan ruangan spesialis kandungan.

Zenia bahkan melupakan kacamata dan maskernya di ruangan itu.

Sedangkan di sisi lain rumah sakit, Dylan tak sengaja melihat Zenia yang keluar dari ruangan ibunya. Dia menyipitkan matanya curiga. Untuk mengetahui lebih dalam, dia memutuskan untuk menemui ibunya. Namun, lagi-lagi terhenti ketika seorang wanita tua memasuki ruangan ibunya.

"Jika apa yang aku pikirkan benar, aku akan benar-benar menjatuhkan gadis sombong itu ke jurang yang paling dalam."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status