Share

Bab 8 Siapa Yang Menjadi Korban?

Pria tua yang merupakan seorang dokter baru saja keluar dari ruangan Zenia setelah mengatakan kalau kondisi Zenia sudah sepenuhnya pulih dan sudah dibolehkan pulang.

Zenia meletakkan pakaian rumah sakitnya di atas kasur putih yang empuk. Dia akhirnya akan meninggalkan ruangan berbau obat itu setelah empat hari menjalani perawatan.

"Ayo, sayang." Maudi merangkul pundak Zenia. 

"Di mana ayah?" 

"Dia ada di kantor. Rapat mendadak membuatnya tidak bisa menjemputmu."

"Benarkah?" 

Zenia tidak yakin apakah ayahnya benar-benar sibuk dengan rapat atau sibuk dengan selingkuhannya. Zenia menggenggam tangan ibunya lembut, menyandarkan kepalanya di pundak rapuh itu. 

Zenia dan Maudi memasuki sebuah mobil hitam yang sudah menunggu mereka sejak tadi bersama seorang supir. Mereka berdua duduk berdampingan di kursi belakang. 

Diperjalanan, Zenia tidak sengaja melihat dirinya di papan reklame gedung besar. Itu adalah dirinya yang dulu tengah mengiklankan sebuah produk minuman.

Zenia menutup kaca jendela mobilnya. "Ibu, aku ingin ke ke kampus besok."

Helaan nafas Maudi terdengar gusar. "Ibu rasa tidak untuk waktu dekat ini. Fisikmu memang sudah pulih, tapi tidak dengan mentalmu. Tidak mungkin semua orang akan menerima dan melupakan skandalmu begitu saja."

"Aku tidak peduli dengan tanggapan mereka. Aku hanya harus jujur jika mereka bertanya."

"Ibu hanya takut kalau mereka sampai membuli dan melukaimu."

"Tenanglah ibu, aku tidak akan membiarkan apa yang ada dalam pikiran ibu menjadi kenyataan. Aku bisa menangani mereka."

Maudi menyerah. Wanita yang sebentar lagi memasuki kepala lima itu memilih diam untuk menyelesaikan tawar menawar dengan putrinya. Zenia adalah seorang gadis yang tidak mudah diintimidasi, hal itulah yang membuat Maudi sedikit lega.

Malam hari di kediaman Mecca.

Sedari tadi Zenia mengusap layar ponselnya. Membaca setiap komentar-komentar di sebuah artikel tentang skandal hingga kecelakaan misterius yang menimpanya.

'Aku harap dia dan bayinya baik-baik saja setelah kecelakaan tragis itu.'

'Aku tidak sengaja melihatnya keluar dari rumah sakit tadi siang. Bukankah rumor hilangnya dia usai kecelakaan hanya dilebih-lebihkan?'

'Aku ingin melihat bayinya ^_^'

'lagu-lagunya sangat bagus. Kami berharap kau segera kembali'

"Zenia?" 

Zenia segera mematikan ponselnya ketika suara bariton ayahnya terdengar. Pintu kamar terbuka lalu masuklah ayahnya.

"Ayah." Zenia tersenyum.

Frank duduk di pinggir kasur, menghadap langsung Zenia yang duduk di kursi.

Pria berkumis dengan balutan jas hitam itu menepuk permukaan kasur yang kosong di sampingnya. 

Zenia yang paham segera meninggalkan kursi dan duduk di samping ayahnya. "Aku baik-baik saja. Ayah tidak perlu repot-repot menemuiku malam-malam begini. Aku tahu ayah sangat sibuk dengan urusan kantor dan kegiatan nikmat lainnya."

Frank mengerutkan keningnya, tidak paham dengan kalimat terakhir anaknya. Meskipun begitu, dia tetap mengelus lembut surai hitam Zenia.

"Ayah bukanlah ayah yang baik."

'Itu benar, kau adalah ayah dan suami yang paling buruk.' Sayangnya ini hanyalah suara hati Zenia.

"Hal yang paling ayah sesali adalah menampar dan mengusirmu ketika kau ada dalam masa-masa yang sulit. Kau tahu, kan, saat itu perusahaan ayah mengalami krisis. Dan semakin parah ketika skandalmu itu diketahui para rekan bisnis ayah."

"Ayah tidak perlu merasa menyesal. Aku akan melakukan hal yang sama jika di posisi ayah." 

"Ayah anggap itu adalah penerimaan maaf." Frank mengelus rambut Zenia, lalu memeluk tubuh kurus itu dengan erat.

Zenia melepaskan pelukan ayahnya dan berkata, "Aku ingin tidur."

"Baiklah kalau begitu, tidurlah dengan nyenyak. Polisi akan menemuimu besok. Mereka membutuhkan keteranganmu untuk menyelidiki kasus mengenai hilangnya bayimu ... juga siapa yang sudah melakukan tindakan keji itu padamu." 

Setelah ayahnya pergi, Zenia mematikan lampu lalu menarik selimut merahnya sampai sebatas dada. Dalam kegelapan malam itu, dia tidak bisa lagi menahan tangisannya. 

"Kenapa dia mengambil anakku juga ...."

•••

Kerajaan Axton.

Seluruh rakyat Axton tengah bergembira menyambut datangnya keturunan baru kerajaan Axton. Tua ataupun muda, mereka semua berkumpul di atas tanah lapang istana yang luas.

"Oh, astaga, bayi-bayi ini sangat menggemaskan, mereka dengan cepat menyentuh hatiku." Emilia mengambil bayi perempuan Zein dari gendongan pengasuh. Mencium pipi merah kenyal itu dengan gemas. 

Tak ada senyum di wajah tampan Zein. Pria itu hanya berdiri menikmati langit cerah berawan dari balik jendela. Entah apa yang ada di dalam hatinya.

"Apa kau sudah memutuskan mana yang akan kau kenalkan pada para rakyatmu?" Naomi memberi sebuah gelas perak berisi minuman kepada Zein.

"Sebentar lagi ayahku akan datang untuk melihat cucu-cucunya, biarkan dia yang memilih. " ,

"Syukurlah, itu berarti kesehatan Raja Theodor sudah membaik. Aku ingin segera menemuinya. Kau sangat menyebalkan, tidak mengizinkan siapapun untuk menemui ayahmu."

"Aku hanya tidak ingin kehilangan seseorang yang menyayangiku ketika yang lain menganggapku kutukan. Cukup dengan Felicia, tidak ayahku juga."

"Alasan kenapa kau memilih Zenia untuk mengandung anak-anakmu, karena wajahnya yang mirip dengan Felicia." 

Tebakan Naomi tentu saja tepat. Wajah cantik itu terlihat kesal saat Zein mengangguk. 

Dulunya Zein dan Felicia merupakan sepasang kekasih, tapi harus terpisah karena maut yang lebih dulu membawa Felicia. Kematian Felicia boleh dikata sangat tragis, diperk*sa dan kemudian dibunuh oleh seorang pria tua di malam hari ketika sedang tertidur. 

Apa yang menimpanya adalah perbuatan Leviathan. Ketika semua orang tahu, mereka mulai memburu Leviathan dan menyatakan perang. Namun karena besarnya kekuatan dan pasukan klan Iblis, Zein membutuhkan kekuatan tersegelnya di batu lingkaran. Karena itulah dia pergi ke masa depan untuk memenuhi syarat yang diberikan lingkaran batu.

"Zein, kemarilah." Raja Theodor baru saja memasuki kamar Zein, di sampingnya juga berdiri seorang nenek yang sudah sangat tua.

"Yang Mulia." 

Sebelum Zein, Naomi terlebih dahulu menghampiri Raja Theodor. "Yang Mulia, kau ada di sini, artinya kesehatanmu sudah membaik. Aku benar-benar bahagia bertemu denganmu."

Meski kulit yang sudah layu, kegagahan sama sekali tak bisa pergi dari tubuh pria itu.  

"Bagiamana kabar ayah dan ibumu? Aku dengar kerajaan mereka mulai membaik setelah mengalami krisis pangan," kata Theodor, membelai surai kecoklatan Naomi. 

"Semua sudah baik-baik saja." Naomi tersenyum.

Sedari kecil dia sangat dekat dengan Raja Theodor. Dia seringkali berkunjung ke kerajaan Axton hanya untuk bertemu paman kesayangannya. 

"Siapa yang harus kita korbankan di antara mereka, Yang Mulia," sela Zein.

"Tentu saja dia akan mempertahankan reinkarnasi istrinya. Setelah sekian lama berpisah, Raja kesepian ini tidak mungkin melepaskan istrinya lagi. Bagaimana ayah, bukankah aku benar?" Emilia meletakkan bayi perempuan Zein di atas tempat tidur.

"Zein, kalau menurutku, pertahankan saja putramu, dia akan meneruskan keturunan kerajaan Axton. Dia juga akan menjadi penguasa setelah kematianku."

Zein berfikir. Apa yang dikatakan Emilia memang benar, tapi ini tergantung ayahnya. 

"Emilia benar. Selama ini aku hidup dalam kerinduan terhadap mendiang istriku, Elena. Dia pergi secara tiba-tiba, dan aku tidak mampu menghentikannya saat itu. Kali ini, dia hadir di depanku, kenapa aku harus melepaskannya?" 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status