Share

Bab 9 Bukan Bayi Zenia

Sebuah langkah memasuki gedung Universitas yang terkenal di Amerika, Universitas Of Music namanya. 

Hoodie panjang selutut berwarna kuning, ditambah dengan sepatu kets bernilai ribuan dollar sangat pas di tubuh wanita cantik itu. 

Decakan-decakan kagum dari para mahasiswa mahasiswi membanjiri suasana pagi itu seakan telah melupakan skandal heboh Zenia beberapa bulan ini.

"Dia selalu bisa membuatku tidak bisa berkata apa-apa saat melihat wajahnya."

"Cantik seperti dewi."

Yah, itulah dua kekaguman di antara banyak pujian yang didengar Zenia. 

Awalnya perjalanan Zenia menuju ruang kelasnya baik-baik saja dengan pujian-pujian itu, tapi semuanya mulai memburuk ketika sebuah celaan terdengar, padahal tinggal beberapa langkah lagi di akan memasuki kelasnya.

Dylan, Cherly, dan Vina menghampiri Zenia dengan tatapan jijik.

"Zenia Mecca ...." Dylan melihat perut rata Zenia sebentar lalu kembali berkata, "kau harusnya ada di rumah untuk memberi anakmu susu, bukannya ada di sini. Kau ibu yang buruk."

Cherly dan Vina tidak bisa lagi menahan tawa mereka setelah mendengar ejekan Dylan untuk Zenia.

Zenia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Gadis itu hanya berdiri sambil menatap ketiga gadis menyebalkan di depannya. 

"Um ...." Cherly mendekat, mengambil sedikit rambut hitam Zenia dan menggulungnya di jari telunjuk.

"Anakmu pasti sangat cantik sepertimu, atau sangat tampan seperti pacarmu. Bolehkah kami semua menemui bayimu? Kami akan membawakan banyak hadiah dan beberapa perlengkapan bayi. Oh, ya, kami juga akan memberi anakmu uang yang banyak agar dia tidak menderita karena kemiskinan"

Zenia menepis tangan Cherly dengan keras. "Apa maksudmu?"

"Kata ayahku, perusahaan ayahmu sebentar lagi akan ditutup karena kebangkrutan yang diakibatkan skandal menjijikkanmu itu," kata Vina dengan keras.

Zenia terkejut. Kenapa ayahnya tidak pernah menceritakan ini kepadanya. Sekarang Zenia merasa kalau dia adalah anak yang buruk.

"Manusia hina!" Cherly dan Vina kembali mendorong tubuh Zenia. 

Plak!

Dua tamparan keras dilayangkan Zenia kepada Cherly dan Vina. Teriakan para mahasiswa yang menyaksikan kejadian itu bergemuruh. 

"Jika perusahaan ayahku benar-benar bangkrut, ayah kalian berdua yang merupakan karyawan biasa akan kehilangan pekerjaan, dasar bodoh!"

Zenia mendorong dahi kedua gadis berpakaian ketat itu hingga kepala mereka terdorong ke belakang. 

"Berdoalah agar itu tidak terjadi." 

•••

Zenia tengah duduk di salah satu kursi taman belakang Universitas. Dia terisak sambil memakan sebungkus roti dan sekotak susu coklat. 

Hari ini dia baru tahu kalau perusahaan ayahnya akan bangkrut karena dirinya. Bukan karena takut miskin, tapi ini benar-benar murni rasa bersalah.

"Zenia." 

Zenia menoleh, mendapati Melisa yang sudah duduk di sampingnya, entah sejak kapan.

Melisa tidak berkata lagi, gadis itu langsung memeluk Zenia.

"Aku sangat merindukanmu ...."

"Aku juga." Zenia menghapus jejak air mata di pipinya.

"Kau keterlaluan, tidak membalas pesan-pesanku atau mengangkat teleponku. Sebenarnya apa yang terjadi? Apa skandal itu benar?"

Zenia menghela nafasnya pelan. Dia mengangguk pelan dan kemudian mengeluarkan air mata lagi.

Zenia menarik nafas panjang terlebih dahulu sebelum menceritakan awal sampai akhir masalah yang membuat hidupnya hancur tak bersisa.

•••

Seusai kelas berakhir, Zenia memutuskan langsung pulang. Awalnya Melisa hendak mengantar Zenia pulang menggunakan sepeda motornya, namun harus gagal karena sopir Zenia mendadak muncul di luar gerbang Universitas.

Akhirnya, Melisa pulang sendiri dan Zenia bersama supirnya.

"Tunggu di sini, aku akan segera kembali setelah mengambil kunci kamarku."

Zenia berlari masuk ke dalam Universitas yang terlihat masih ramai. Dia lalu masuk ke dalam ruang kelas yang sudah sepi untuk mengambil kunci kamarnya di laci mejanya.

"Bilangnya tidak, ternyata memang hamil. Apa kau dengar pepatah ini? 'Sedalam apa kau mengubur bangkai, pasti akan tercium juga' nah, itulah yang menggambarkan hidupmu. Sekuat apa pun tenagamu untuk menyembunyikan aibmu, akan ketahuan juga olehku." 

Zenia memutar matanya jengah. Dylan dan kedua temannya muncul lagi.

"Beberapa bulan yang lalu aku melihatmu datang ke dokter kandungan--- kau gila!"

Dylan memegang pipi kirinya yang terasa perih. Mulut gadis itu menganga tak percaya, Zenia baru saja menamparnya. Cherly dan Vina yang menyaksikan itu menutup mulut mereka saking terkejutnya.

"Ternyata kaulah yang membocorkan ini kepada media. Apa kau pernah berfikir? Kalau kau saja tidak bisa menjaga rahasiaku, bagaimana aku mampu menahan rahasiamu?" Senyum mengejek Zenia membuat Dylan hampir berteriak ketakutan.

Sedangkan Cherly dan Vina hanya bisa menatap kedua gadis di depan mereka itu dengan bingung.

"Aku tidak akan menahan mulutku lagi. Selamat tinggal dan ... ya, segera persiapkan mentalmu. Aku yakin kau jauh lebih buruk dari aku setelah ini." Zenia mendorong bahu Dylan dengan telunjuknya sebelum pergi dari ruang kelas.

Dylan yang merasa ada kesalahpahaman segera mengejar Zenia dan meninggalkan kedua temannya.

"Zenia! Tunggu." Dylan terus berteriak, tapi Zenia sepertinya sudah tak Sudi menatap wajah blasteran itu.

"Zenia! Bukan aku yang memberitahu media, melainkan nenekmu sendiri."

Pengakuan Dylan berhasil membuat langkah Zenia terhenti. "Dengarkan aku dulu. Kau salah paham."

Alis Zenia mengerut. Walau tidak percaya dan sudah terkesan muak, Zenia tetap mendengar penjelasan Dylan. Apa katanya tadi? Nenek? Zenia memang mempunyai nenek, tapi tidak di sini, melainkan di China.

"Dokter spesialis kandungan yang kau temui beberapa bulan lalu adalah ibuku. Saat kau sudah pergi, aku segera menemui ibuku untuk bertanya mengenai dirimu, tapi di sana sudah ada seorang wanita tua yang mengaku sebagai nenekmu. Dia bertanya dan ibuku menjawab kalau kau memang hamil. Lalu, setelah nenek itu keluar, dia menyadari keberadaanku dan dia tahu kalau aku membencimu .... dia juga mengetahui niatku ...."

"Niat apa? Nenek siapa? Nenekku tidak di sini" Zenia dengan lekat menatap mata Dylan.

"Namanya Shimes. Aku sempat bertanya sebelum dia pergi. Dia bilang dia yang akan menghancurkanmu."

•••

"Apa nona baik-baik saja?" tanya supir sedikit khawatir. Pasalnya, selama perjalanan Zenia terus saja menangis.

"Apa teman-teman nona membuli nona?"

Zenia menggeleng. "Jika mereka teman-temanku, mereka tidak akan membuliku. Aku baik-baik saja, Jack. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyudutkanku." Zenia menepuk pundak lelaki berumur 45 tahun itu lalu berjalan memasuki rumahnya. Zenia sempat berhenti untuk melihat sebuah mobil Marchendes mewah yang terparkir di depan rumahnya. Bukan kagum, tapi heran, tumben saja ada tamu di rumahnya.

Zenia memasuki rumahnya dan langsung ke dapur mengambil air putih. Terlalu banyak menangis membuatnya haus. 

Setelah mengambil minum, Zenia bergegas ke kamarnya untuk istirahat. Namun, ketika melewati ruang tengah dia melihat seorang bayi perempuan yang tengah tertidur di atas karpet berbulu.

"Anakku ...." Tubuh Zenia melemas, gelas yang dipegangnya juga terjatuh ke lantai. Dan bunyi pecahan gelas yang terjatuh membuat bayi itu terkejut hingga terbangun.

"Oh, anakku, ibu menemukanmu." Pelukan erat diberikan Zenia. Dia menangis haru sambil mengecup semua bagian wajah bayi perempuan itu.  

"Oeek ...!" Bayi cantik itu menangis karena merasa sesak akibat pelukan Zenia yang terlalu erat. 

Zenia menghapus air matanya, tertawa kecil lalu berkata, "Maafkan ibu, sayang. Ibu terlalu gembira, maafkan ibu." 

Tangisan bayi itu semakin keras hingga membuat Zenia kebingungan, tidak tahu akan berbuat apa untuk menenangkan makhluk kecil di dalam pelukannya.

"Clara!" Seorang wanita tiba-tiba muncul dan langsung mengambil bayi itu dari pelukan Zenia.

"Maafkan ibu," Wanita dengan dress hitam mewah itu segera menyusui bayi yang merupakan anaknya. 

Zenia terdiam. Hatinya kembali sakit, lebih sakit dari sebelumnya. Dia terlalu merindukan bayinya hingga mengira bayi orang lain adalah anaknya.

"Anakku sudah pulang." Maudi memeluk Zenia lembut, mencium pucuk kepala putrinya.

"Ini adalah teman lama ibu, Samantha Walker. Dan itu adalah bayinya, Clara Walker."

Zenia memaksakan senyumannya. Menahan air mata kekecewaan yang siap meluncur kapan saja. Zenia membalas jabatan ibu Clara dengan sopan. 

"Zenia Mecca." Gadis ini kemudian mengambil kembali tasnya di atas lantai. Sebelum pergi, dia memanggil salah satu pelayan untuk membersihkan pecahan gelas yang berserakan.

"Zenia."

Tangan Zenia yang akan meraih knop pintu tertahan. Dia berbalik untuk mendengarkan kalimat yang akan dikeluarkan ibunya. 

"Malam nanti polisi akan datang untuk menanyakan beberapa hal kepadamu. Santai saja, ya. Ibu dan ayah akan mendapingimu."

Zenia mengangguk lalu benar-benar memasuki kamarnya. Lelahnya hari ini membuatnya langsung membuang tubuhnya di atas kasur empuk. Matanya menyusuri langit-langit kamarnya yan berwarna pastel. 

"Kenapa kalian semua melakukan ini padaku?" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status