Home / Romansa / Dating with Celebrity / Bujangan Paling Diidamkan [3]

Share

Bujangan Paling Diidamkan [3]

Author: Indah Hanaco
last update Last Updated: 2021-04-29 20:48:35

“Rossa itu teman kuliahku. Dia membuka semacam biro jodoh dengan klien orang-orang terkenal. Nah, sudah dua tahun ini dia ditunjuk untuk menangani acara Dating with Celebrity. Pernah dengar?”

Maxim menggeleng dengan cepat. “Apa memang orang-orang terkenal merasa perlu bantuan seseorang untuk mencari jodoh?” tanyanya tak percaya. “Koreksi aku kalau salah. Seingatku, kita masih punya satu saudara laki-laki yang kebetulan juga aktor terkenal. Darien Tito Arsjad lebih tepat untuk dicarikan jodoh. Dan Mbak tahu sendiri kalau dia sudah bertahun-tahun tidak pernah mengenalkan kekasihnya pada kita. Apa tidak cemas?”

Maureen tidak mempedulikan komentar adiknya. “Intinya, acara itu mempertemukan orang-orang terkenal dengan teman kencan yang sudah diseleksi ketat. Pokoknya, keinginan si selebriti, akan penuhi. Maksudku, yang berkaitan dengan kriteria pasangan kencan yang diidamkan. Setiap minggu, satu episode ditayangkan. Tidak sedikit yang kemudian berlanjut hingga menjalani hubungan serius, lho!”

Maxim mulai bahwa kalau kakaknya melebih-lebihkan. Itu adalah tipikal si sulung klan Arsjad. Mungkin karena tahu Maxim tidak percaya, Maureen pun menyebut nama seorang bintang sinetron yang namanya asing di telinga Maxim. Dan meski sang adik sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda ketertarikan, Maureen tidak putus asa.

“Tadi siang Rossa menghubungiku. Dia baru tahu kalau Maxim Fordel Arsjad yang menjadi salah satu Bujangan Paling Diidamkan versi majalah The Bachelor, adalah adikku.”

Maxim menggeram pelan. “Julukan konyol itu kudapatkan gara-gara Mbak.”

Maureen mengibaskan tangan di depan wajahnya, meminta agar Maxim tidak bicara dulu. “Aku belum selesai, Max! Sabarlah dulu.” Maureen menatap adiknya. “Jadi, Rossa ingin memintamu bergabung dalam salah satu episode Dating with Celebrity. Acara ini sedang populer, lho! Ratingnya cukup tinggi untuk ukuran sebuah reality show. Aku....”

“Aku sudah tahu apa yang mau Mbak sampaikan! Tidak setiap saat ada makcomblang terkenal yang memintaku bergabung di acaranya. Ini juga menjadi semacam promosi gratis untuk Buana Bayi. Bayangkan bagaimana ibu-ibu muda di luar sana akan berlomba-lomba mengoleksi sepatu prewalker Buana Bayi karena terpesona dengan salah satu desainernya,” Maxim menirukan gaya Maureen dengan total.

Tawa sang kakak pecah di udara. Maxim terpaksa menunggu hingga kakaknya bisa bicara lagi dengan suara normal. Wajahnya cemberut, menunjukkan ketidaksukaan yang transparan. Kadang dia berpikir, bagaimana bisa dia begitu berbeda sifat dibanding ketiga saudaranya? Yang lain adalah orang-orang santai yang tak gampang terintimidasi. Maxim adalah pengecualian.

“Aku tidak membutuhkan makcomblang untuk mencarikanku pasangan, Mbak!” cetus Maxim. “Aku masih sanggup mendapatkan kekasih tanpa bantuan siapa pun.”

Maureen mengabaikan kata-kata adiknya. “Oh ya, aku mau mengoreksi komentarmu soal Darien tadi. Seingatku, kamu bahkan sudah lebih lama sendirian dibandingkan dia. Anggap saja ini aktivitas selingan di antara kesibukanmu.”

“Aku kan tidak harus membawa gadis yang kukencani ke depan kalian,” bantah Maxim.

“Ah, kenapa sih kamu selalu salah paham? Declan jauh lebih pengertian dibanding kamu. Dia pasti mau mengikuti acara semacam ini. Anggap saja sebagai salah satu usaha untuk mencari pengalaman baru. Tapi buat kamu, segalanya bisa disalahartikan,” keluh Maureen.

Maxim meringis. “Tentu saja playboy aktif seperti Declan tidak akan melewatkan kesempatan seperti ini. Tapi aku bukan si bungsu yang tahunya cuma bersenang-senang dan menghabiskan waktu dengan menyelamatkan dunia,” bantahnya.

Kini, Maureen menatap Maxim dengan serius. “Ini cuma acara reality show, Max! Demi Tuhan! Kamu hanya perlu memilih satu orang teman kencan di antara beberapa pilihan. Selanjutnya, bersenang-senanglah! Kalaupun setelah kencan pertama tidak ada yang menarik, kamu bebas untuk mengakhiri, kok! Seperti yang kubilang tadi, anggap saja sebagai semacam refreshing. Atau mencari teman, barangkali.”

Maxim sudah siap dengan bantahannya. “Kalau begitu cara refreshing atau mencari teman, kurasa hidup ini sudah berubah begitu rumit. Aku tidak mau, Mbak!”

Meski berusaha menolak mati-matian Maxim melupakan satu hal. Kemampuan  membujuk Maureen yang luar biasa. Hingga kurang dari dua puluh lima menit kemudian, pria itu cuma bisa mengangguk tidak berdaya.

“Oke, aku akan menerima telepon Rossa. Tapi kalau setelahnya hidupku malah mengalami kekacauan, aku akan membuat Mbak menderita seumur hidup. Penderitaan pun harus dibagi, tidak boleh ditanggung sendiri,” ancam Maxim dengan suara tak berdaya.

“Setuju,” balas Maureen seraya buru-buru meninggalkan ruang kerja sang adik. Mungkin takut jika Maxim akan berubah pikiran dan kembali menolak ajakan Rossa. Begitu pintu ditutup, Maxim menarik dasinya dengan gerakan kasar. Alhasil, kulit lehernya malah terasa pedih. Kepalanya pun kian berdenyut.

Maxim menyumpah-nyumpah dalam hati. Hari ini sepertinya menjadi hari yang sangat menyiksa baginya. Lelaki itu berusaha mengais memori, mengingat mimpi apa yang menghias tidurnya tadi malam. Dia cemas, apakah sudah ada pertanda akan situasi buruk yang harus dihadapinya hari ini? Namun sepertinya tidak ada. Semuanya terasa normal dan baik-baik saja tadi pagi. Sayang, begitu melihat sampul majalah The Bachelor di atas mejanya, semua memburuk untuk Maxim.

Tidak sampai seperempat jam setelah Maureen meninggalkan ruangannya, Maxim menerima telepon dari Rossa. Barusan dia menyempatkan diri mencari informasi tentang perempuan itu di internet. Dan data yang didapatnya membuat Maxim tercengang. Rossa yang konon makcomblang terkenal itu ternyata belum menikah! Padahal perempuan itu sudah nyaris berumur tiga puluh lima tahun.

Namun Maxim menyimpan fakta itu dalam benaknya. Dia bersyukur karena mampu menahan diri agar tidak menghina orang yang ingin mencarikannya jodoh itu dengan status kelajangan Rossa. Hanya saja Maxim merasakan ironi yang menggelikan. Seseorang ingin mencarikanmu jodoh, sementara dia sendiri belum memiliki pasangan. Wah!

“Maxim, saya Rossa, teman Maureen. Tadi Maureen sudah menjelaskan secara singkat tentang acara Dating with Celebrity, kan? Saya akan menemui kamu untuk menjelaskan lebih detail soal acara ini. Saat ini, saya hanya ingin memastikan kalau kamu sudah setuju untuk terlibat,” ucap Rossa tanpa bertele-tele.

Maxim bertahan dari godaan hebat untuk membanting teleponnya. Belum apa-apa dia sudah merasa bahwa Rossa ini perempuan yang tangguh dan ... agak menyebalkan. Tidak jauh berbeda dengan Maureen.

Rossa jelas tahu bagaimana caranya memegang kendali dan tidak memberikan kesempatan pada lawan bicaranya untuk membantah. Pilihan sapaannya pun menarik. Tidak menyebut Maxim dengan “Anda”, meski ini pertama kalinya mereka berbicara. Namun malah memilih “kamu”. Tanpa dikehendaki, membuat Maxim berpikir kalau perempuan itu mengira sedang berbicara dengan bawahannya.

“Iya, saya sudah setuju,” balas Maxim dengan suara datar. Pria itu menyugar rambutnya yang tadinya rapi. Tindakan itu membuat rambut ikalnya agak berantakan. Kebiasaan buruk yang sulit untuk dihindari saat dia sedang merasa gemas atau kesal akan sesuatu.

“Baiklah kalau begitu. Sebentar!”

Jeda lebih dari lima detik. Maxim mendengar seseorang bicara di seberang, juga suara seperti kertas yang dibolak-balik.

“Saya akan menemuimu secepatnya untuk membicarakan soal ini. Sekaligus menyerahkan kontrak yang harus kamu tanda tangani. Besok sepertinya waktu yang tepat. Saya ... eh ... sebentar! Besok saya ada pekerjaan penting. Bagaimana kalau lusa saja?”

Maxim menarik napas. Perempuan bernama Rossa itu bahkan tidak bertanya apakah dia punya waktu atau tidak.

“Baiklah. Lusa lebih baik. Makan siang?” balas Maxim tanpa buang waktu.

“Ya, makan siang,” Rossa setuju.

“Di mana?”

“Apa di sana ada restoran enak?”

“Di gedung perkantoran ini? Ada banyak,” sahut Maxim.

“Baiklah kalau begitu. Saya akan datang ke sana sekitar pukul dua belas. Terima kasih Maxim,” tandas Rossa sebelum telepon diputus.

Maxim menatap telepon di tangannya dengan hampa sebelum meletakkan benda itu di tempat yang seharusnya. Instingnya mengatakan bahwa dia akan menghadapi masalah besar karena membuat persetujuan itu.

Bersepakat dengan Rossa sepertinya tidak jauh berbeda dengan membuat konsensus dengan setan. Astaga! Mengapa dia bodoh sekali dan mau saja menuruti Maureen sekali lagi?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dating with Celebrity   Epilog

    Seperti dugaan Sean, Maxim meradang sepulang dari Singapura dan mendapati kekasihnya sudah berkantor di tempat Sean. Lelaki itu berusaha keras membuat Kendra mempertimbangkan tawaran untuk bergabung di Buana Bayi. Ketika ditolak, Maxim mulai mengomel. Dia bahkan merasa bahwa Kendra sok idealis. Juga pemilik The Matchmaker yang sudah membuat keputusan tidak masuk akal. Bla bla bla.Kendra sampai merasa pelipisnya berdenyut. Padahal, gadis itu sudah berjuang untuk memberi tahu Maxim dengan bahasa seringan mungkin. Dia pun sengaja menunda mengabari sang kekasih setelah Maxim kembali bekerja di hari Senin. Kendra mendatangi ruang kerja Maxim setelah jam kantor usai.Awalnya, Maxim begitu senang karena pacarnya datang berkunjung. Namun begitu diberi tahu bahwa Kendra sudah empat hari bekerja di kantor Sean, Maxim pun langsung menunjukkan kekesalannya. Lelaki itu juga tak senang karena Kendra tak mengatakan apa pun saat didesak Rossa untuk mengundurkan diri. Sean yang menyus

  • Dating with Celebrity   Langkah Baru [6]

    Kendra terpana mendengar kata-kata Sean barusan. “Kamu ... apa?”Sean tidak buru-buru menjawab. Lelaki itu bersandar di kursinya dengan gaya santai. “Sebelumnya, aku cuma bilang kalau aku melakukan ini bukan karena Maxim. Tapi karena kamu sendiri, Ken.”Kendra yang tak paham maksud lelaki itu, mengerutkan glabelanya. “Maksudmu?”“Begini. Selama kamu mewakili The Matchmaker, aku menilai bahwa kamu adalah orang yang berkomitmen pada pekerjaan. Punya kemauan keras juga. Contoh nyata yang tak terbantahkan adalah bagaimana kamu bisa membujuk Maxim sehingga akhirnya bersedia mengikuti acara kencan yang masih diejeknya sebagai acara norak sampai detik ini. Buatku, itu adalah poin plus, Ken.”“Aku boleh menganggap itu sebagai pujian?” gurau Kendra.“Tentu saja! Karena itu memang pujian, kok!” sahut Sean. “Nah, sekarang kita sampai pada poin utamanya, yaitu tawaran pekerjaan yang

  • Dating with Celebrity   Langkah Baru [5]

    “Oke. Memangnya kamu kira aku ini laki-laki bawel yang akan melapor ini-itu pada Maxim? Nanti juga dia akan tahu,” kata Sean. “Tapi memang berita ini bikin aku kaget setengah mati. Tidak menyangka ada drama baru hanya karena kamu dan Maxim berpacaran. Lalu, masih ditambah lagi dengan Aiden. Ck ck ck.” Sean geleng-geleng kepala.“Itu bukan salahku,” Kendra membela diri, merujuk pada Aiden.Sean menyeringai. “Kamu ternyata penuh pesona ya, Ken. Aku tak bisa membayangkan seperti apa reaksi Maxim kalau dia tahu bahwa ada laki-laki kelas kakap yang jadi pesaingnya. Siap-siap saja diikuti pengawal pribadi yang akan memastikan kamu tidak diganggu oleh laki-laki mana pun,” guraunya.Kendra mencebik tapi akhirnya dia malah tertawa. Gadis itu merasa geli membayangkan Maxim yang pencemburu itu mengetahui jika ada pria lain yang menyukai Kendra. Namun di sisi lain, Kendra tahu Maxim sudah berjuang untuk sedikit berubah sehingg

  • Dating with Celebrity   Langkah Baru [4]

    Pertanyaan Sean itu mengagetkan Kendra. Tadinya dia mengira lelaki itu menelepon cuma untuk menganggunya karena Maxim sedang berada di Singapura. Atau sekadar memamerkan hubungan dengan pasangan kencan pilihan Sean di acara Dating with Celebrity yang masih berlanjut hingga kini.“Kamu tahu dari mana?” Kendra balik bertanya. Dia merasa heran karena Sean bisa mengetahui informasi itu.“Bisakah kamu datang ke kantorku, Ken? Kurang nyaman kalau harus bicara di telepon. Sementara sepuluh menit lagi aku harus bertemu dengan salah satu klien,” pinta Sean. “Aku punya waktu luang di atas jam tiga.”Kendra menjawab tanpa pikir panjang, “Oke. Aku akan ke kantormu. Mumpung sedang jadi pengangguran dan tak punya jadwal meeting dengan klien,” guraunya.“Sip, kutunggu ya, Ken.”“Eh iya, tolong jangan dulu ngomong apa pun soal ini pada Maxim ya, Sean,” sergah Kendra sebelum l

  • Dating with Celebrity   Langkah Baru [3]

    Setelah meninggalkan mantan kantornya, Kendra langsung pulang. Dia sempat mampir ke supermarket untuk berbelanja beberapa kebutuhan. Gadis itu juga membeli camilan dalam jumlah lumayan banyak. Mungkin dia akan menghabiskan satu minggu ke depan dengan bersantai di depan televisi sembari menikmati aneka makanan kecil.Selama ini, Kendra memang ingin mencari pekerjaan yang sesuai dengan disiplin ilmunya. Namun, itu menjadi cita-cita yang sengaja ditangguhkannya. Hingga detik ini, Kendra sama sekali belum serius berusaha untuk mencari pekerjaan lain di luar The Matchmaker. Akan tetapi hari ini dia harus menghadapi kenyataan yang sama sekali tak pernah terbayangkan. Jauh lebih mudah berimajinasi bahwa dirinya akan meninggalkan The Matchmaker atas keinginan sendiri, bukan karena dipaksa untuk membuat pilihan.Membayangkan dia sudah resmi menjadi pengangguran, Kendra pun menjadi luar biasa cemas. Mendadak, masa depannya terlihat buram dan gelap. Apa yang akan dilakukann

  • Dating with Celebrity   Langkah Baru [2]

    Kendra meninggalkan kantor The Matchmaker dengan kehebohan di belakangnya. Karena gadis itu memang tak menyembunyikan fakta yang sebenarnya. Dia tak mau kelak pengunduran dirinya malah diikuti dengan tuduhan ini-itu yang sama sekali tak benar. Karena tentunya Kendra tak lagi ada di biro jodoh itu untuk membela diri.Paling tidak, Kendra merasa berhak memberi tahu kebenaran versi dirinya. Terserah saja jika dianggap sikapnya kekanakan. Apakah setelah ini Rossa akan berkoar-koar tentang versinya yang bisa saja berbeda, itu masalah lain. Kendra tak mau memikirkan hal itu dan memusingkan sesuatu yang tak bisa dikontrolnya.“Kamu betul-betul harus mengundurkan diri?” Neala masih tak percaya. Kendra sengaja mengajak Neala dan Pritha ke ruang rapat supaya mereka bisa bicara bertiga dengan leluasa. Gadis itu merasa berutang penjelasan pada keduanya, orang-orang terdekat Kendra di The Matchmaker.“Iya. Untuk apa aku bohong?” komentar Kendra dengan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status