Suara musik DJ mengalun begitu keras terasa memekakkan telinga, para manusia tampak tengah menikmati alunan musik yang menghentak-hentak itu.Begitu juga dengan seorang gadis yang barusan saja menginjakkan kakinya masuk ke dalam club ini bersama dua orang wanita lainnya. Dua orang wanita yang merupakan temannya, bernama Selena dan Annisa.Davira tersenyum senang tampak begitu menyukai tempat yang di tawarkan kedua temannya itu."Bagaimana Vira?" tanya Selena pada Davira yang dari kedua bola matanya terlihat berbinar bahagia."Kau suka dengan tempat ini?" timpal Annisa yang juga ikut bertanya.Davira mengangguk semangat seraya berseru. "Sukaaa!!! Thanks ya guys." kata Davira sembari memeluk tubuh kedua sahabatnya.Dari arah yang tak terlalu jauh dari tempat mereka saat ini, dua orang pria terlihat melambai-lambaikan tangannya pada Anissa dan Selena. Kedua wanita itu membalas lamb
Davira terus melangkah ke toilet yang ada di club malam itu, sepanjang perjalanannya menuju toilet Davira banyak melihat wanita dan pria yang tengah bercumbu mesra bahkan ada yang lebih dari itu. Entah mereka pasangan atau tidak, yang pasti Davira serasa mual dan ingin muntah melihatnya.Davira sedikit mempercepat langkahnya agar sampai di toilet untuk mengeluarkan semuanya disana.Benar saja, begitu sampai di toilet Davira langsung muntah. Padahal ia sama sekali belum ada minum atau makan sesuatu, tetapi karena melihat adegan tak senonoh itu membuat perutnya di landa mual.Padahal hal seperti itu yang di idam-idamkan Davira dulu bersama Haikal. Mengingat pria tua itu, Davira malah bertambah semakin mual sebab Haikal sendirilah yang membuatnya sampai terdampar seperti ini. Tidak, lebih tepatnya atas kehendak Davira sendirilah ia sampai di tempat ini, berkat momen percintaan Haikal bersama seorang wanita waktu itu, Davira jadi
Kabar mengenai kaburnya Davira dari rumah Nando sudah terdengar sampai ke telinga Dava dan Airaa. Sepasang suami-isteri itu syok luar biasa saat mendengar kabar putrinya yang kabur dari Cavia.Gadis itu sudah tidak tau harus berbuat apalagi selain melaporkan hal ini pada kedua orang tua Davira. Cavia sudah sangat lelah menunggu dan berharap Davira akan pulang ke rumahnya, nyatanya setelah seharian menunggu di rumah keluarga Atmadja, Davira pun tak kunjung pulang.Siang hari saat menunggu Cavia malah menemukan Orlando yang baru pulang dari sekolah. Adik tampan Davira itu masih duduk di bangku Xl SMA. Orlando yang manis dan ramah tentu menegur Cavia begitu melihat gadis itu tengah duduk di teras rumahnya.Keduanya mengobrol untuk waktu yang cukup lama hingga tak terasa waktu sudah hampir sore. Akhirnya Cavia memutuskan untuk pulang namun Orlando mencegahnya, pemuda itu meminta Cavia untuk lebih lama sedikit lagi.
"Hai, ini sudah larut malam, kau tidak ingin pulang?" sapa Pete menatap cemas pada Davira yang masih setia di club, padahal raut wajah gadis itu jelas menunjukkan kebosanan.Kedua mata Davira memindai ke segala arah, seolah seperti sedang mencari sesuatu. Tapi, meskipun sudah berulang kali memperhatikan setiap sudut club malam ini Davira tak kunjung menemukan sosok kedua temannya dimana pun.Pete yang mengerti arti pandangan Davira pun merasa kasihan pada gadis itu. "Kau mencari keberadaan teman-temanmu?" tanyanya menebak dengan benar.Davira mengangguk lesu, "iya, kau ada melihat mereka? Tadi terakhir kali aku melihat keduanya disana bersama kekasih mereka masing-masing." kata Davira menunjuk ke arah dimana tadi ia melihat Selena dan Annisa bersama kekasih mereka.Pete tersenyum meremehkan. "Davira, kenapa kau begitu sangat polos, hmm?""Maksudm
"Rumah siapa ini?" tanya Davira ketika mobil Pete berhenti di depan pagar sebuah rumah yang terbilang cukup mewah dan megah.Davira memperhatikan rumah itu dengan perasaan penasaran yang luar biasa. Benaknya bertanya-tanya tentang siapakah pemilik rumah ini? Apa mungkin itu rumah milik Pete? Seketika Davira menoleh ke arah Pete saat pemikiran itu muncul."Jangan bilang jika ini rumahmu?" tanya Davira yang entah kenapa tiba-tiba merasa sedikit takut dan was-was jika benar ini rumah Pete.Untuk apa ia membawaku kemari? batin Davira kalut sembari kedua tangannya bersilang di depan dada seolah tengah memeluk tubuhnya sendiri.Pete melirik reaksi dari tindakan yang di timbulkan Davira. "Untuk apa kau melakukan itu?""Antisipasi dari niat jahatmu.""What!" pekik Pete tak habis pikir."Ya, kau jahat! Buat apa kau bawa aku kemari, huh? Aku sangat tau, kau pasti sedang be
"Selamat pagi, cantik." sapa suara itu yang terdengar di telinga Davira setiap paginya.Davira tersenyum hangat menatap Pete, dan membalas sapaan hangat pria itu. "Selamat pagi juga, ganteng," Davira mengecup sebelah pipi Pete yang sudah menjadi kebiasaannya tanpa sungkan dan malu lagi.Sesaat tubuh Pete menegang, meskipun sudah dari seminggu yang lalu Davira melakukan tindakan hal seperti ini padanya. Davira terkekeh ketika Pete menatapnya tanpa ekspresi.Dengan isengnya jari Davira bergerak menyentuh dan sedikit menarik pelan kedua sudut bibir Pete hingga membentuk sebuah sebuah senyuman."Smile!"seruan Davira seperti sebuah perintah yang langsung di patuhi Pete, pria itu tersenyum sesuai keinginan Davira."Hmm, kurang lebar senyumnya," protes Davira.Mendengar itu Pete melebarkan senyumannya selebar mungkin sesuai yang di inginkan Davira."Cukup!" suara Da
Orangtua mana yang tidak akan jadi sedih bila anaknya kabur dari rumah, apalagi Davira ini seorang gadis yang masih sangat muda. Sudah sepekan Davira kabur dan tak kunjung pula ada tanda-tanda dirinya akan pulang, ataukah memang Davira sudah tak ingin kembali pulang ke rumahnya?Seminggu ini pula Dava tampak murung dan tak bersemangat, layaknya orang gila dadakan Dava di rundungi stress berat. Kehilangan anak seperti kehilangan separuh nyawanya, itulah definisi yang dapat menggambarkan seorang Dava saat ini.Ini ujian terberat dalam hidupnya setelah dulu ia sudah pernah melewati masa sulit saat memperjuangkan seorang wanita yang di cintainya. Dan kini wanita itu sudah menjadi istrinya selama lebih kurang hampir sembilan belas tahun. Sekarang sang maha kuasa tengah mengujinya kembali, seperti saat ini Dava kehilangan gairahnya dalam bekerja membuatnya sulit berkonsentrasi.BRAAKK.
Wajahku pias begitu melihat sosok yang ada di hadapanku saat ini, bagaimana mungkin aku bisa bertemu dengannya di tempat seperti ini?Oh, ya Tuhan, aku harus bagaimana sekarang? Berlari sekencang mungkin dari tempat ini, atau menghadapinya dengan cara pura-pura tak mengenalinya. Haruskah?!"Davira, siapa pria ini?" itu suara Pete yang bertanya.Astaga! Aku bahkan sampai melupakan sosok bartender tampan ini. Shittt!"D-dia ...." mampus aku, apa yang harus ku katakan pada Pete.Aku melirik takut-takut pada om Haikal dan Pete secara bergantian. Mereka pun juga saling bertatapan dengan pandangan bingung."Siapa kamu?" tanya om Haikal pada Pete.Aku sudah menduga jika om Haikal pasti bertanya juga mengenai sosok Pete."Saya?" Pete balik bertanya seraya menujuk dirinya sendiri sembari tatapan matanya masih mengarah pada om Haikal