"Rumah siapa ini?" tanya Davira ketika mobil Pete berhenti di depan pagar sebuah rumah yang terbilang cukup mewah dan megah.
Davira memperhatikan rumah itu dengan perasaan penasaran yang luar biasa. Benaknya bertanya-tanya tentang siapakah pemilik rumah ini? Apa mungkin itu rumah milik Pete? Seketika Davira menoleh ke arah Pete saat pemikiran itu muncul.
"Jangan bilang jika ini rumahmu?" tanya Davira yang entah kenapa tiba-tiba merasa sedikit takut dan was-was jika benar ini rumah Pete.
Untuk apa ia membawaku kemari? batin Davira kalut sembari kedua tangannya bersilang di depan dada seolah tengah memeluk tubuhnya sendiri.
Pete melirik reaksi dari tindakan yang di timbulkan Davira. "Untuk apa kau melakukan itu?"
"Antisipasi dari niat jahatmu."
"What!" pekik Pete tak habis pikir.
"Ya, kau jahat! Buat apa kau bawa aku kemari, huh? Aku sangat tau, kau pasti sedang be
"Selamat pagi, cantik." sapa suara itu yang terdengar di telinga Davira setiap paginya.Davira tersenyum hangat menatap Pete, dan membalas sapaan hangat pria itu. "Selamat pagi juga, ganteng," Davira mengecup sebelah pipi Pete yang sudah menjadi kebiasaannya tanpa sungkan dan malu lagi.Sesaat tubuh Pete menegang, meskipun sudah dari seminggu yang lalu Davira melakukan tindakan hal seperti ini padanya. Davira terkekeh ketika Pete menatapnya tanpa ekspresi.Dengan isengnya jari Davira bergerak menyentuh dan sedikit menarik pelan kedua sudut bibir Pete hingga membentuk sebuah sebuah senyuman."Smile!"seruan Davira seperti sebuah perintah yang langsung di patuhi Pete, pria itu tersenyum sesuai keinginan Davira."Hmm, kurang lebar senyumnya," protes Davira.Mendengar itu Pete melebarkan senyumannya selebar mungkin sesuai yang di inginkan Davira."Cukup!" suara Da
Orangtua mana yang tidak akan jadi sedih bila anaknya kabur dari rumah, apalagi Davira ini seorang gadis yang masih sangat muda. Sudah sepekan Davira kabur dan tak kunjung pula ada tanda-tanda dirinya akan pulang, ataukah memang Davira sudah tak ingin kembali pulang ke rumahnya?Seminggu ini pula Dava tampak murung dan tak bersemangat, layaknya orang gila dadakan Dava di rundungi stress berat. Kehilangan anak seperti kehilangan separuh nyawanya, itulah definisi yang dapat menggambarkan seorang Dava saat ini.Ini ujian terberat dalam hidupnya setelah dulu ia sudah pernah melewati masa sulit saat memperjuangkan seorang wanita yang di cintainya. Dan kini wanita itu sudah menjadi istrinya selama lebih kurang hampir sembilan belas tahun. Sekarang sang maha kuasa tengah mengujinya kembali, seperti saat ini Dava kehilangan gairahnya dalam bekerja membuatnya sulit berkonsentrasi.BRAAKK.
Wajahku pias begitu melihat sosok yang ada di hadapanku saat ini, bagaimana mungkin aku bisa bertemu dengannya di tempat seperti ini?Oh, ya Tuhan, aku harus bagaimana sekarang? Berlari sekencang mungkin dari tempat ini, atau menghadapinya dengan cara pura-pura tak mengenalinya. Haruskah?!"Davira, siapa pria ini?" itu suara Pete yang bertanya.Astaga! Aku bahkan sampai melupakan sosok bartender tampan ini. Shittt!"D-dia ...." mampus aku, apa yang harus ku katakan pada Pete.Aku melirik takut-takut pada om Haikal dan Pete secara bergantian. Mereka pun juga saling bertatapan dengan pandangan bingung."Siapa kamu?" tanya om Haikal pada Pete.Aku sudah menduga jika om Haikal pasti bertanya juga mengenai sosok Pete."Saya?" Pete balik bertanya seraya menujuk dirinya sendiri sembari tatapan matanya masih mengarah pada om Haikal
Davira tampak tak bergairah setelah kejadian kemarin di mall, pertemuan mendadak dengan Haikal membuatnya frustasi. Kini gadis itu pun tampak cemas dan was-was, ketakutan itu ada bila saja sewaktu-waktu Pete datang kesini membawa Haikal ikut serta. Atau lebih parahnya membawa seluruh anggota keluarganya kemari.Sungguh suatu hal yang tak terpikirkan oleh Davira sebelumnya. Dirinya yang kalut hanya langsung mengambil langkah menuju ke rumah temannya, yaitu Selena.Temannya itu tampak kaget dan khawatir begitu melihat sosok Davira yang tiba-tiba menghilang saat malam itu, Selena pikir Davira hilang entah kemana.Hal pertama yang Davira lakukan adalah memeluk Selena sembari terisak. Selena yang panik pun berusaha menenangkan Davira dengan ikut balas memeluknya seraya mengelusi punggung gadis itu pelan."Davira, katakan ada apa?" tanya Selena kalut.Davira menggelengkan kepalanya, melihat itu Selen
"Hei, yang benar saja Om, untuk apa kau membawaku ikut serta bersamamu sampai kesini?" tanya Pete tak habis pikir mengapa dirinya seakan di jadikan tawanan untuk Haikal."Karena sekarang ini kau kunci utama yang sangat penting." sahut Haikal santai."What's?!"pekik Pete merasa geli dengan ucapan Haikal. "Kunci utama yang sangat penting, apa maksudnya?""Ya, kau ada bersama Davira yang saat ini masih dalam pelarian atau kabur. Kau mengerti?!""Tapi, sekarang tidak lagi, Om sendiri 'kan tau jika Davira melarikan diri tadi saat di mall." kilah Pete merasa tak ingin ikut terseret dan terlibat dalam masalah kaburnya Davira. Karena sungguh ia hanya mengenal Davira sebatas itu saja."Aku tidak mau tau, karena sudah seperti ini maka kau juga harus ikut membantuku mencari Davira. Oke!"Pete mendengkus kesal mendengarnya, seenaknya saja pria tua itu memutuskan apa yang ia i
Davira menatap bangunan rumah mewah bertingkat dua di depannya, rumah yang sudah hampir seminggu lebih ini tidak di lihatnya dan tidak menginjakkan kakinya lagi ke dalam sana.Dan hari ini Davira kembali ke tempat dimana yang seharusnya memang menjadi tempatnya untuk pulang, dan meneriakkan kata 'aku pulang!'Rasa rindu yang teramat itu tentu ada, apalagi untuk kedua orang tuanya. Terutama sang papa, Dava. Davira sungguh sangat merindukan pria tua humoris itu. Tentulah Davira tau pastilah Dava merasakan sedih yang teramat atas aksi nekatnya yang kabur. Sementara untuk sang mama, Airaa. Davira tidak bisa menebak dengan pasti perasaan wanita tua cantik yang masih awet muda itu. Tetapi, bagaimanapun juga Airaa adalah mamanya, wanita yang melahirkannya. Walaupun Airaa tidak begitu terlalu menonjolkan rasa sayang dan cintanya seperti Dava, tapi Davira tau jika sang mama begitu sangat menyayangi dan mencintainya.Davira sangat bert
Pagi itu Pete bertandang ke rumah teman Davira, yaitu Selena. Untung saja Pete masih mengingat alamat rumah Selena ketika waktu itu ia sempat mengantarkan Davira sehabis pulang dari club seminggu lebih yang lalu.Kini Pete datang lagi ke rumah ini dengan pengharapan bahwa sosok Davira berada disana. Ia telah berjanji pada Haikal untuk bekerjasama dalam membujuk serta membawa Davira kembali pulang ke rumahnya.Butuh waktu beberapa saat bagi Pete menunggu pintu rumah Selena terbuka meski ia sudah membunyikan bel berulang kali.Sementara di dalam sana Selena tengah sibuk berkutat di dapur membuatkan sarapan untuk dirinya dan Annisa. Dan, hei! Kemana si pemalas Annisa ini? Pasti gadis itu belum bangun.Astaga!"Annisa!" teriak Selena dari arah dapur memanggil nama temannya.Sungguh, ia sangat repot saat ini dan rasanya
"Katakan, kenapa Papa tidak melaporkan saja tindakanku ini sebagai kasus orang hilang?" tanya Davira menatap penuh sayang pria tua di depannya ini.Saat ini keduanya tengah duduk bersama sembari menikmati teh hangat di halaman belakang rumah mereka.Dava menggeleng, "Papa tidak ingin melakukannya, karena Papa yakin jika sebentar lagi gadis kecil Papa akan kembali pulang."Davira tersenyum, "dan itu terbukti benar.""Ya, Daviraku kembali pulang ke rumah. Terima kasih sayang," isak Dava memeluk Davira, ia terlalu bahagia dengan kenyataan yang ada."Coba katakan padaku, apakah Papa senang aku kembali ke rumah?" tanya Davira menatap lekat-lekat papanya.Dava terdiam untuk beberapa saat, merasa heran kenapa Davira bertanya hal seperti itu padanya? "Tentu saja sayang, kenapa kamu bertanya lagi, hmm? Tentu saja Papa senang, tidak, sangat bahagia.""Sungguh?"