Share

3

Author: SUNBY
last update Last Updated: 2025-03-02 12:22:54

“Eh, ada film baru nih. Mau nonton nggak entar sore?”

“Genrenya apa?”

“Romance, sih. Tapi film ini lagi viral tau, jadi penasaran gue. Kita nonton yuk? Sesekali kan.”

Timo menunjukkan video tentang review film tersebut kepada Rafi. Sepertinya Rafi tertarik karena kebetulan pemeran wanita dalam film tersebut adalah idolanya. “Ya udah, pesen aja tiketnya sekarang. Biar bisa kebagian tempat duduk paling atas."

Timo langsung membuka aplikasi untuk pembelian tiket nonton di bioskop. Lalu dia melirik ke arah Dirga di sebelahnya. “Dirga, lo mau ikut nggak?”

Tidak ada sahutan dari Dirga. Laki-laki itu sejak tadi sibuk dengan ponselnya.

“Kalau mau, gue pesenin tiketnya sekalian.” Ucap Timo lagi

“Kayaknya nggak mau dia. Mana mungkin cowok semetal Dirga nonton film romance melow beginian.” Ujar Rafi

Karena seperti Dirga tidak mendengarkan mereka, dengan hati-hati Timo menepuk pelan pundak Dirga.

Kepala Dirga terangkat dan dia menatap tajam ke arah Timo.

“Apa?” tanya Dirga dengan ketus

Dirga kesal karen aktivitas dia yang sedang mencari informasi tentang Naykilla jadi terganggu. Barusan saja dia melihat akun i*******m dari gadis itu. Menurutnya Naykilla itu adalah gadis yang biasa aja. Jika di bandingkan dengan para gadis yang sering mendekati Dirga, bisa di bilang jika Naykilla berbeda jauh. Tapi di situ lah letak anehnya. Dirga tertarik.

Selain fakta bahwa Naykilla itu pernah dia temui saat berumur empat tahun, Naykilla yang menolaknya membuatnya jadi semakin tertarik.

“Kita mau nonton film sore nanti. Lo mau ikut nggak?” kembali Timo bertanya dengan sabar

“Enggak!” jawab Dirga tidak kalah ketus dari yang sebelumnya

Sifat Dirga yang tempramen memang sudah terkenal di kalangan teman dekatnya. Tapi anehnya tidak ada berani untuk membalas ataupun menjawab setiap kali Dirga mengelaurkan kata-kata semuanya. Memang benar bahwa isu Dirga itu seperti preman. Mereka lebih memilih untuk bersabar sebelum Dirga mengamuk dan membuat semuanya jadi kacau.

Tak lama kemudian suara bising dari para perempuan datang memasuki area kantin. Meski mereka hanya tiga orang tapi seperti sekampung saking kuatnya suara Audrey dan Silla saat berbicara dan tertawa. Di antara mereka bertiga hanya Naykilla yang tampak normal. Orang-orang di sekitar mereka kadang heran kenapa Naykilla bisa bergabung dengan dua mahkluk absurb seperti kedua temannya itu.

“Kalian duduk di situ, gue pesenin makannya dulu ya.” Ucap Silla seperti biasa

“Nay, lo bawa charger-an nggak?” tanya Audrey

“Bawa. Lo mau pinjem?”

Mendengar suara itu membuat Dirga menoleh. Dia mengangkat sedikit topi hitamnya dan wajah samping Naykilla terlihat jelas.

Orang yang baru saja Dirga lihat foto-fotonya kini berada di seberangnya.

Merasa di perhatikan, Naykilla pun menoleh ke samping. Dia terkejut dam langsung mengalihkan wajahnya ke depan lagi.

“Eh, ada Kak Dirga.” Sapa Audrey dengan begitu ramah

Timo mencebik. “Cuma Dirga aja nih yang di sapa?”

Audrey tersenyum malu-malu. Merapikan rambutnya dan berkata, “Siang Kak Timo, Kak Rafi.”

Begini lah Audrey. Dia mengenal banyak orang dan di kenal oleh banyak orang juga. Sikapnya yang ceria dan sedikit centil kadang membuat orang suka. Berbeda dengan Naykilla. Susah untuk menghapal wajah dan nama orang.

“Siang juga Audrey...” sapa Rafi tidak kalah ramah

Dirga masih menatap Naykilla tanpa ekspresi yang jelas. Gadis itu menunduk, pura-pura fokus pada ponselnya, tetapi gerak-geriknya menunjukkan ketidaknyamanan. Dirga mengangkat alis, sedikit terhibur dengan reaksi Naykilla yang tampak canggung.

“Drey. Itu di samping lo namanya siapa?” Tanya Rafi menunjuk ke arah Naykilla

“Naykilla namanya. Tapi jangan di genetin soalnya dia udah punya gebetan.” Jawab Audrey sambil tertawa

Di tempatnya, Dirga sedang penasaran. Penasaran setengah mati bagaimana tipe cowok yang di sukai Naykilla setelah dia dengan beraninya menolak perjodohan mereka. Menolak laki-laki setampan ia.

“Apa sih, Drey!” Naykilla menegur Audrey agar tidak berbicara lebih terbuka lagi

Dirga menyandarkan punggungnya ke kursi, tangannya terlipat di depan dada. Matanya masih menatap Naykilla dengan intens, seolah mencoba membaca pikirannya.

“Siapa nama gebetannya?” tanyanya tiba-tiba. Suaranya tenang, tetapi ada nada tajam yang membuat Audrey spontan menoleh.

“Oh? Kak Dirga penasaran?” Audrey sempat terkejut lalu menggoda dengan senyum penuh arti. “Kepo banget, Kak.”

Rafi dan Timo menahan tawa. Sementara itu, Naykilla menghela napas panjang, merasa makin tidak nyaman.

“Udah, Drey. Jangan mulai,” katanya pelan, matanya tetap fokus pada layar ponselnya meskipun jelas dia tidak sedang benar-benar membaca apa pun.

Dirga tidak berkata apa-apa lagi, tetapi bibirnya sedikit menyunggingkan senyum tipis. Sebuah pemikiran melintas di kepalanya—jika Naykilla benar-benar punya gebetan, siapa dia? Dan apakah cowok itu lebih baik darinya?

Pikiran itu sedikit mengganggunya.

Lalu tak lama kemudian meja yang di tempat oleh Dirga kedatangan seseorang. Seorang wanita dengan pakian yang sedikit press.

Gadis itu langsun mengambil tempat duduk di sebelah Dirga meski hanya tersisi sedikit tempat. Sehingga posisi duduk mereka sangat menempel. Dengan berani dan genit dia memeluk lengan Dirga dan bersandar di bahunya.

“Dirga, aku kangen.” Ucapnya mengundang perhatian semua orang termasuk Naykilla yang memperhatikan lewat ujung matanya

Di kampus mereka, Dirga juga terkenal play boy. Dalam sebulan dia bisa beberapa kali ganti pacar. Tapi sebagian ada yang bilang tidak ada yang benar-benar berpacaran dengan Dirga. Hanya dekat saja tanpa status. Karena Dirga sulit di gapai. Itu lah yang membuatnya jadi menarik.

“Awas. Lo ganggu.” Dirga berusaha melepaskan diri namun gagal karena kuatnya pelukan tersebut

“Ihh , Dirga! Kok kasar gitu, sih??! Padahal kemarin malam kamu lembut-lembut sama aku.” Ucap gadis itu dengan nada yang di buat manja dan menggoda

“Rana udah. Mending cabut sebelum lo di tendang Dirga.” Ucap Timo memperingati

Gadis yang bernama Rana itu merengut kesal. Dia tidak memperdulikan peringatan dari Timo malah semakin menempelkan diri pada Dirga.

“Dirga, nanti malem ke klab lagi, kan?”

Naykilla terkejut mendengar pertanyaan seperti itu dari Rana. Bagi gadis seperti dia yang hanya nongkrong di tempat mmakan-makan enak dan esterik, klab adalah tempat yang tabu untuk di kunjungi.

Dirga melirik ke samping ke arah Naykilla. Aneh. Dia ingin melihat bagaimana reaksi gadis itu saat dirinya di tempeli oleh gadis lain yang penampilannya sexy. Sayangnya tidak sesuai harapan, Naykilla tampak tidak peduli sama sekali. Gadis itu masih fokus dengan ponselnya.

Dengan kesal Dirga menjawab, “Iya.”

Rana kesenangan. “Yeay!! Jemput aku ya nanti. Kamu enggak lupa kan alamat rumah aku?”

Jika bukan karen Naykilla mungkin sudah sejak tadi Dirga menghempaskan hama seperti Rana. “Iya.”

Meski hanya mendapatkan jawaban satu kata saja tapi sudah membuat Rana senang. Tidak peduli baginya mau secuek apa Dirga asalkan dia bisa mendekatinya.

Di meja Naykilla tampak begitu tenang. Silla dan Audrey tidak ribut seperti biasanya. Dari raut muka mereka seperti sedang menahan kesal karena kehadiran Rana yang menempel pada Dirga. Kedekatan antara Dirga dan Rana sudah beredar sejak dua bulan ini. Banyak yang mendukung karena Dirga ganteng dan Rana cantik. Jika sedang bersama mereka terlihat sangat cocok. Ganteng dan cantik jika di satukan semuanya akan terlihat sempurna, kan?

Lalu beberapa pesan masuk memenuhi notifikasi ponsel Naykilla. Rupanya kedua temannya saat ini sedang membicarakan tentang Rana di grub chat mereka. Kata-kata kesal mereka sangat lucu bagi Naykilla. Hampir saja Naykilla tertawa jika dia tidak ingat bahwa sedang ada di kantin sekarang.

Hingga akhirnya suara Silla menyadarkan Naykilla.

“Nay, itu Deny deh kayaknya.”

Naykilla langsung menoleh ke belakan dan benar saja. Deny memasuki kantin dan seperti mmengarah ke meja mereka.

Dengan cepat Naykilla berbalik badan. Merapikan rambut dan pakaiannya. “Lipstik gue masih ada, kan?” Silla dan Audrey kompak mengangguk

Lucu pikir mereka. Meski sudah kenal dan dekat hampir setahun ini tetap saja Naykilla selalu gugup saat bertemu dengan Deny.

“Nay, kebetulan banget kamu ada di sini. Tadi aku cariin kamu kemana-mana.” Ujar Deny

Alis Naykilla mengkerut penasaran. Dia sedikit bergeser ke samping untuk memberikan tempat duduk kepada Deny. Sekarang mereka duduk bersebelahan.

“Kenapa, Den? Kalau penting kenapa enggak hubungin aku aja.”

Deny menggelengkan kepala dan merapikan kacamatanya sedikit. “Hp aku mati, habis batre. Makanya aku cari kamu pakek cara manual.”

Naykilla tersenyum karena celetukan ringan dari Deny. Jika menyangkut tentang Deny selera rumor Naykilla menjadi receh. Tentang Deny baginya selalu lucu dan menyenangkan.

“Kenapa cari aku?” tanya Naykilla

Deny mengeluarkan sesuatu dari tasnya dan menunjukkan dengan antusias kepada Naykilla. “Agak random, sih. Tapi, kamu mau nggak nonton bareng aku sore ini?” Deny tersenyum manis di akhir kalimatnya

“Sore ini banget? Emang mau nonton apa?”

Deny memberikan tiket film kepada Naykilla. Senyum tipis terbit. Film yang akan mereka tonton adalah film romance. Sepertinya akan lucu jika di tonton bersama dengan Deny meskipun sebenarnya Naykilla tidak terlalu suka film romance.

“Mau, kan?” Deny memasang wajah penuh harap

Dengan malu-malu Naykilla mengangguk. Deny pun senang tiketnya tidak hangus dengan percuma.

“Gimana kalau habis kuliah hari ini kita langsung pergi aja? Sekalian makan nanti.”

Tentu saja Naykillaa akan setuju. Kapan lagi Deny ada waktu untu nge-date seperti ini.

“Kabarin aku kalau kelas kamu udah selesai ya.” Akhirnya Deny meninggalkan area kantin setelah permitan dengan Naykilla dan teman-temannya

Setelah kepergian Deny meja yang di tempati oleh Naykilla sedikit berisik karena Silla dan Audrey yang menggodanya.

Sementara itu Dirga tidak memperdulikan apa yang di perbincangkan oleh kedua temannya dan juga Rana. Telinga dan otaknya fokus merekam pembicaraan antara Naykilla dan laki-laki yang baru dia ketahui bernama Deny itu.

Lalu senyum meremehkan terbit di wajahnya. Ternyata seperti itu laki-laki yang di sukai oleh Naykilla. Cupu dan tidak sebanding dengan dirinya.

Tak beberap lama kemudian rombongan Naykilla meninggalkan area kantin. Mereka sempat berpamitan dengan sopan dan dia tatap terus punggung Naykilla sampai hilang dari pandangan.

Dirga tahu ini sedikit kekanakan tapi untuk kali ini dia ingin mencoba sesuatu yang lucu. “Gue ikut.”

Semua yang ada di meja itu menatap Dirga dengan heran. “Ikut apa, Ga? Ikut kita nonton?” tanya Timo memastikan

“Iya. Pesenin gue tiketnya nanti gue tf uangnya ke lo.” Dirga langsung pergi dan meninggalkan rasa terkejut untuk Timo dan Rafi. Rana juga begitu. Dia pun langsung merengek untuk di pesankan tiket film.

“Yah, sorry banget Rana. Sisa bangku yang deketan sama kita cuma satu. Kalau mau gue pesenin, tapi enggak apa kan duduknya agak misah dari kita? Enggak jauh kok, lo duduknya di bangku depan kita.” Timo mencoba memberikan pengertian sekaligus solusi untuk Rana

Rana tidak setuju. “Salah satu dari kalian aja deh yang duduknya misah. Gue mau duduk di sebelah Dirga soalnya.”

Timo dan Rafi saling pandang. Entah kenapa semua perempua yang menyukai Dirga hampir semuanya menyebalkan.

“Enggak bisa, Rana. Gue sama Timo udah sapaket. Enggak bisa di pisah-pisah. Jadi pilihannya cuma dua, lo yang duduk di sebelah kita atau Dirga.”

Rana menghentakkan kakinya lalu berpikir keras. “Ya udah gini aja. Gue yang beliin semua cemilan kalian buat nonton nanti tapi gue duduknya sebalahan sama Dirga, gimana?”

Timo mengangkat sebelah alisnya, “Beneran semua yang kita mau nih?”

Melihat Rana yang mengangguk mantap, Timo dan Rafi pun tersenyum penuh arti. “Oke, deal. Lo duduk sebelahan sama Dirga nanti.” Ucap Timo

--

Sore harinya...

Semua yang terjadi di luar ekspetasi Naykilla. Dia kira sore ini akan menghabiskan waktu yang menyenangkan bersama Deny. Namun yang terjadi justru sebaliknya.

Dia duduk di kursi penumpang mobil bagian belakang sedangkan Deny yang menyetir mobil sibuk mengobrol dengan Vira, teman satu organisasi dengan Deny.

“Nay, maaf ya. Gue pasti bikin lo enggak nyaman karena tiba-tiba nimbrung bareng kalian. Gue enggak tau kalau Deny ngajak lo buat nonton filmnya.” Vira menengok ke belakang dengan wajah tidak enak

Deny menyaut. “Kamu sih plin-plan banget. Kemarin bilangnya mau nonton film itu, udah aku pesenin tiket eh bilang kalau enggak bisa nonton. Terus tadi bilang bisa.”

Vira tertawa dan mencubit pelan pipi Deny. “Maaf Deny.., aku baru di kabarin sama mama kalau acara keluarganya di undur besok.” Vira kembali menengok ke belakang. “Nay, enggak keberatan kan?”

Keberatan! Keberatan sekali. Bisa enggak sih lo pergi aja dan biarkan gue berduaan sama Deny!!

“Enggak kok. Lebih rame malah lebih seru, kan?”

Naykilla memberikan jawaban yang berlainan dengan isi hatinya.

Deny mendesah pelan. “Tapi kita harus pesen satu tiket lagi buat Naykilla. Semoga aja ada soalnya rame banget yang mau nonton.”

Di tempat duduknya, Naykilla berusaha mempertahankan senyumnya yang ramah meski hatinya sangat dongkol melihat keakraban Deny dengan Vira. Setahunya, Deny kenal dengan Vira baru beberapa bulan ini. Tapi entah kenapa mereka berdua terlihat lebih akrab di bandingkan dengan dia dan Deny.

“Nay, lo hobi juga ya nonton?” Vira mencoba mendeketkan diri dengan Naykilla yang sebelumnya hanya dia tahu namanya saja

“Ya, tapi enggak terlalu sih.”

Vira memegang pundak Deny dan mengelusnya pelan. “Den, minggu depan ada film baru lagi yang bakal keluar. Pemerannya dari aktor terkenal semua, kamu pasti suka deh. Udah tahu belum?”

Deny menggeleng. “Enggak. Kalau kamu bilang bagus ya udah kita nonton lagi minggu depan.”

Obrolan merek pun berlangsung sepanjang jalan. Naykilla hanya menyimak sambil sesekali menyahut sesuatu yang perlu.

Sampai di bioskop, situasi semakin membuat Naykilla tidak nyaman. Deny dan Vira tampak begitu akrab, bahkan saat berjalan menuju loket tiket, mereka masih saja bercanda dan tertawa bersama.

Ketika mereka sampai di antrean tiket, Deny langsung bertanya, “Masih ada kursi kosong, Mbak?”

Petugas kasir menatap layar monitor sebentar sebelum mengangguk. “Masih ada satu kursi, tapi agak terpisah dari yang lain.”

“Oh, ya udah pesenin aja buat Naykilla,” ujar Deny santai.

Naykilla tercekat. Jadi, dia harus duduk sendiri sementara Deny dan Vira duduk bersebelahan? Ini jelas bukan yang dia bayangkan ketika menerima ajakan Deny tadi siang.

“Gak apa-apa kan, Nay?” tanya Deny, bahkan tanpa melihat ekspresi Naykilla yang sudah jelas-jelas kecewa.

Mau bagaimana lagi? Dia tidak mungkin protes dan terlihat kekanakan. Dengan senyum dipaksakan, Naykilla mengangguk. “Iya, gak apa-apa.”

Setelah semua tiket di tangan, mereka masuk ke dalam studio. Naykilla melihat tempat duduknya yang sedikit jauh dari Deny dan Vira. Rasanya ingin menghilang saja.

Baru saja dia duduk, seseorang yang tidak asing tiba-tiba menduduki kursi di sebelahnya.

“Gue kira lo bakal duduk sama gebetan lo.”

Suara itu.

Naykilla menoleh dengan kaget. Dirga duduk santai di kursi sebelahnya dengan ekspresi menyebalkan khasnya.

“Kak Dirga?! Ngapain di sini?” tanyanya dengan alis mengerut.

“Ya jelas nonton,” jawab Dirga enteng. “Kebetulan banget ya kita duduk sebelahan.”

Mata Naykilla memicing karena curiga. “Kak Dirga ngikutin gue ya?” tanya dengan percaya diri

“Pd banget. Gue nonton bareng temen gue. Mereka di deretan atas.”

Naykilla melihat ke arah yang di tunjuk oleh Dirga. Dan benar. Di sana ada Timo, Rafi dan juga Rana.

Naykilla sedikit meringis melihat tatapan sinis Rana yang begitu jelas tertuju padanya.

“Terus kenapa Kak Dirga duduk di sini? Tuh, cewek Kak Dirga ngeliatin dari tadi.”

Dirga tampak tidak peduli. Dia justru melambaikan tangannya kepada petugas yang sedang menawarkan makanan.

“Mau beli satuan atau paketan kak?” tanya petugas itu dengan malu-malu

“Lo mau apa?” tanya Dirga pada Naykilla

Naykilla yang bingung membuat Dirga kesal. Tanpa mau repot menjelaskan tentang pertanyaannya dia pun langsung memesankan paket makanan ringan beserta minuman soda untuk dia dan juga Naykilla.

Naykilla menatap bingung ke arah Dirga yang tanpa basa-basi langsung membayar pesanannya. “Eh, Kak, gue nggak pesan apa-apa...” protesnya pelan.

Dirga hanya mengangkat bahu santai. “Lo bakal makan juga, kan? Udah diem aja.”

Naykilla menghela napas, malas berdebat. Sudah cukup hari ini berjalan tidak sesuai harapan, dia tidak punya energi untuk menolak camilan gratis.

Tak lama kemudian, lampu studio mulai meredup, menandakan film akan segera dimulai. Dirga menyandarkan punggungnya dengan santai, sementara Naykilla masih melirik ke arah Deny dan Vira yang duduk agak jauh di depan. Mereka berdua tampak nyaman berbicara satu sama lain, bahkan Vira sesekali menyentuh lengan Deny sambil tertawa kecil.

Hati Naykilla mencelos. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa kencan impiannya akan berubah jadi seperti ini.

“Aduh, lo nyesel ya?” suara Dirga tiba-tiba terdengar pelan di sampingnya.

Naykilla menoleh cepat. “Apa?”

Dirga mendekat sedikit, suaranya hampir berbisik. “Lo nyesel kan, nerima ajakan dia buat nonton tapi pada akhirnya lo cuma jadi nyamuk buat mereka.”

Naykilla mendengus, memilih pura-pura fokus ke layar. Tapi Dirga belum selesai.

“Gue heran,” lanjutnya, kini suaranya lebih pelan tapi nadanya terdengar menggoda. “Lo nolak gue, tapi malah suka sama cowok kayak dia?”

Naykilla menoleh cepat, matanya membulat. “Apaan, sih, Kak?” bisiknya, berusaha tidak menarik perhatian orang lain.

Dirga hanya terkekeh pelan, menikmati ekspresi sebal Naykilla. “Cuma mau bilang aja, pilihan lo… menarik.”

Kata-kata itu menohok. Naykilla mengepalkan tangannya di pangkuan, berusaha menahan diri agar tidak terpancing.

“Beda aja, Kak,” jawabnya akhirnya, mencoba terdengar setenang mungkin.

Dirga menoleh, seakan tertarik dengan jawaban itu. “Beda gimana?”

Naykilla menggigit bibirnya sebentar sebelum menjawab. “Deny itu baik. Dia bukan tipe cowok yang suka mainin cewek atau dekat sama banyak perempuan dalam waktu bersamaan. Intinya dia enggak kayak lo, makanya gue lebih suka dia yang kayak cupu daripada lo yang ganteng tapi buaya.”

Dirga tertawa pelan, namun ada nada mengejek di sana. “Oh gitu? Emang dapet info dari mana kalau gue buaya?”

Naykilla mendesah, mencoba mengabaikannya. Tapi Dirga tetap tidak berhenti.

“Kalo gue di posisi lo, gue udah cabut dari tadi,” ucapnya santai sambil menyuapkan popcorn ke mulutnya.

Naykilla menggertakkan giginya. “Sayang tiketnya. Kapan lagi nonton gratis kayak gini.”

Dirga menyeringai. “Bodoh banget.”

Mata Naykilla melotot. “Hah?”

“Lo diem di sini, liat gebetan lo mesra sama cewek lain, tapi lo gak ngapa-ngapain. Itu bodoh namanya.”

Naykilla menghela napas dalam, berusaha tidak terpancing. “Terus menurut Kak Dirga, gue harus ngapain? Nangis?” sindirnya.

Dirga mengangkat bahu. “Gue sih gak akan nangis, tapi...” Dia tiba-tiba mencondongkan tubuhnya ke arah Naykilla, membuat wajah mereka cukup dekat. “Gue bakal bikin dia nyesel.”

Jantung Naykilla mencelos. “A-apaan maksudnya?”

Dirga tidak langsung menjawab. Dia hanya menatapnya dalam, lalu mendekat sedikit lagi. Napas hangatnya terasa di pipi Naykilla.

“Kak, jangan macem-macem,” bisik Naykilla panik, tubuhnya menegang.

“Tenang aja, gue gak bakal macem-macem…” Dirga menarik kepalanya sedikit, tapi tetap cukup dekat untuk membuat Naykilla tidak nyaman. “… Kecuali lo mau.”

Naykilla benar-benar ingin mendorong cowok itu sekarang juga. Tapi sebelum dia sempat melakukannya, Dirga tiba-tiba mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan—

Drap!

Dengan santai, Dirga merangkul bahu Naykilla.

Naykilla membeku. “K-Kak Dirga?! Lo ngapain?!” bisiknya kaget.

Dirga tetap menatap layar, seolah tidak terjadi apa-apa. “Biar lo bisa senderan di bahu gue jadinya badan lo enggak pegel.”

Naykilla benar-benar ingin meninju cowok ini sekarang juga. Tapi sebelum dia sempat membalas, dari sudut matanya dia menangkap sesuatu—Deny yang menoleh ke belakang.

Dan pandangan cowok itu langsung tertuju pada mereka.

Naykilla menahan napas. Entah kenapa, ada sedikit kepuasan melihat ekspresi terkejut Deny. Tapi bersamaan dengan itu, dia juga merasa gugup.

Baru beberapa menit film berjalan Dirga sudah di landa kebosanan. Dia menoleh ke arah Naykilla di sampingnya. Gadis itu juga sama seperti dirinya, tampak tidak menikmati film.

“Filmnya ngebosenin ya..” bisik Dirga

Naykilla kesal. Sejak tadi Dirga terus mengganggunya. Dia pun meletakkan tangannya di pipi untuk menghalangi Dirga jika ingin membisikkan sesuatu. Tapi yang selanjutnya di lakukan oleh Dirga benar-benar di luar nalar.

Laki-laki itu menariknya untuk berdiri dan keluar dari ruang gelap itu. Genggaman Dirga begitu erat untuk dia lepaskan sementara untuk ribut pun tidak bisa dia lakukan. Sehingga dia pasrah mengikuti langkah kaki Dirga yang entah kemana akan membawanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dear Dirga   21

    Naykilla terbangun dan merasakan sesuatu yang berat melingkari perutnya dan sudah pasti itu pelukan dari Dirga. Setelah hubungan mereka perlahan semakin dekat, Dirga tidak pernah sekalipun melepaskan pelukannya ketika mereka tidur. Awalnya pelukan itu terasa menyesakkan tapi sekarang terasa hangat.Naykilla pun berbalik, mengecek suhu tubuh Dirga. Lalu dia bernapas lega. Bisa di katakan Dirga sudah sembuh dari demamnya. “Kak Dirga... bangun.” Ucapnya pelanDirga menggeliat dalam keadaan setengah tidur tapi pelukannya semakin erat.Dirga sendiri tidak menyangka bahwa dia bisa tidur senyenyak ini setelah bersama Naykilla. Entah kenapa tubuh Naykilla selalu berhasil mengantarkan kenyamanan pada dirinya. Di bandingkan alkohol, Naykilla lebih berefek langsung kepada dirinya. Bahkan Dirga pun sudah lupa kapan terakhir kali dia minum alkohol. Atau lebih tepatnya saat Naykilla sudah memenuhi isi otaknya perlahan-lahan membuat Dirga menjauhi hal seperti itu.“Yang, ini masih pagi banget.

  • Dear Dirga   20

    Naykilla menghembuskan napas beratnya sambil mempersiapkan diri.Sesuai dugaannya bahwa hari ini dia menjadi pusat perhatian hampir semua orang setelah kejadian Dirga pingsan kemarin. Semua orang menatap tajam ke arahnya dan Naykilla bisa maklumi itu. Siapa sih yang tidak kaget dan kecewa jika idola mereka ternyata sudah menikah. Apalagi yang di nikahi itu adalah gadis yang amat biasa seperti dirinya ini. Tapi Naykilla tidak tahan saat kedua sahabat baiknya mendiamkannya karena kejadian itu.Perlahan Naykilla membuka pintu mobil. Saat ini dia menggunakan mobil Dirga karena paksaan dari laki-laki tersebut.Sebelum memasuki kafe di depannya, lagi dan lagi Naykilla menghembuskan berat. Kali ini untuk menghilangkan rasa gugup. Dari luar dia bisa melihat tatapan tajam Silla dan Audrey yang sudah menunggunya di dalam.Naykilla segera menghampiri mereka dan duduk di bangku yang tersisa.Untuk beberapa saat semuanya diam dan hening. Otak Naykilla sedang merangkai kata untuk menjelaskan

  • Dear Dirga   19

    Dirga terbangun, badannya merasa gerah dan kepalanya terasa pusing. Di lihatnya sekeliling ruangan kamar yang tampak redup. Dengan enggan dia berusaha menegakkan tubuhnya meski terasa pelan dan sebuah handuk kecil terjatuh.Dirga meraba dahinya yang tampak basah. Sepertinya baru saja ada seseorang yang mengkompres dahinya. Dirga mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba membiasakan diri dengan pencahayaan kamar yang temaram. Hawa hangat menyelimuti tubuhnya—hangat yang berasal dari demam dan juga dari selimut tebal yang menutupi tubuhnya.Ia mendongak pelan, melihat handuk kecil yang jatuh ke lantai. Nafasnya masih berat, tapi pikirannya mulai lebih jernih. Dalam hati ia bertanya-tanya siapa yang merawatnya. Lalu, samar-samar Dirga mendengar suara Naykilla dari arah dapur. Dia pun segera beranjak dari dapur dan perlahan menuju sumber suara.“Makasi, ya, Mami. Aku beneran bingung banget tadi. Tapi setelah dokter itu periksa kondisi Kak Dirga baru aku ngerasa sedikit lega.” Tampak N

  • Dear Dirga   18

    Dirga menyandarkan bahu lebarnya di kursi kayu kelas, kemudian menghela napas berat. Matanya menatap kosong ke luar jendela di mana cuaca tampak begitu mendung. Dia merasa beruntung hari ini mengenakan jaket tebal, jika tidak mungkin tubuhnya akan semakin meriang. Atau mungkin seharusnya dia tidak masuk kelas hari ini. Di lihat secara fisik Dirga memang kuat. Dia tinggi serta punya tubuh yang atletik. Siapa pun pasti akan menghindari masalah dengan laki-laki tersebut karena takut akan kalah kalau-kalau Dirga mengajak untuk bertarung. Tapi sayangnya, sekuat-kuatnya Dirga akan tumbang juga karena demam. Dirga melirik jam tangannya. Dia hanya perlu bertahan dua jam saja setelah itu bisa langsung pulang dan beristirahat. “Lo keliatannya murung banget, Ga.” Rafi mendekatkan tubuhnya lalu berbisik, “Enggak dapet jatah dari bini, ye?” Dirga berdecak kesal dan mendorong Rapi agar menjauh darinya. Boro-boro mendapatkan jatah, tidur pun mereka pisah. Naykilla di kamar sementara Dirga

  • Dear Dirga   17

    Dirga menatap tajam jam dinding yang sedang menunjukkan pukul delapan tepat. Sudah semalam ini Naykilla juga belum pulang. Bahkan gadis itu susah untuk dia hubungi sejak siang tadi. Dirga menatap tajam jam dinding yang sedang menunjukkan pukul delapan tepat. Sudah semalam ini Naykilla juga belum pulang. Bahkan gadis itu susah untuk dia hubungi sejak siang tadi. Ponselnya aktif, tapi tak sekalipun membalas pesan atau menjawab telepon. Dan itu cukup membuat Dirga gelisah.Ia berdiri dari sofa apartemennya dan berjalan mondar-mandir seperti harimau dalam kandang. Pikirannya bercabang ke berbagai kemungkinan. Marah? Khawatir? Bingung? Semua rasa itu menumpuk jadi satu dan membuatnya ingin segera mencari Naykilla ke mana pun gadis itu pergi.Sambil menghela napas panjang, Dirga akhirnya mengambil kunci mobil dan jaket hitamnya. “Kalau sampai dia kenapa-kenapa, gue enggak bakal maafin diri sendiri,” gumamnya, lalu bergegas keluar.Saat dirinya hendak membuka pintu, pintu tersebut sudah

  • Dear Dirga   16

    Naykilla berlari di sepanjang koridor menuju kelasnya. Hari ini dia memutuskan untuk masuk kuliah setelah beberapa hari absen. Dan pagi ini dia sudah di pastikan telat di kelas pertamanya. Pelakunya sudah pasti Dirga.Mereka berdebat panjang tentang dengan siapa Naykilla berangkat ke kampus. Naykilla sudah mengatakan bahwa dia akan pergi sendiri sementara Dirga tetap kekeh bahwa mereka harus pergi bersama. Dan perdebatan itu di menangkan oleh Dirga. Tapi dengan syarat Dirga harus memarkirkan mobilnya di parkiran belakang gedung fakultas, di sana tidak banyak orang yang mau memarkirkan kendaraan mereka karena letaknya agak jauh dari pintu keluar.Langkah kaki Naykilla terdengar tergesa di sepanjang lorong kampus yang mulai lengang. Napasnya terengah, keringat membasahi pelipis meski pagi belum terlalu panas. Ia menatap jam di ponselnya dan mendecak kesal. Sudah lewat sepuluh menit dari jadwal kelas dimulai.“Gara-gara Kak Dirga, gue jadi kayak anak kecil diantar orang tuanya,” gerut

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status