Tiba di ruangan dokter kandungan, Ilham tidak melewatkan kesempatan untuk banyak bertanya pada dokter tersebut. Yang ada dalam pikirannya adalah Indira harus cepat hamil.
“Dok, saya baru menikah dengan istri saya selama satu minggu, tapi kenapa dia belum juga hamil, ya?” “Setelah menikah apakah Bapak langsung berhubungan suami istri?” “Iya sudah pasti, Dok. Kan, saya mau istri saya cepat hamil, tapi kenapa dia belum juga hamil ya, Dok?” Dokter tersebut menahan senyum mendengar ketidak sabaran Ilham untuk segera memiliki anak. “Begini ya, Pak. Kalau Bapak mau istrinya cepat hamil, perbanyak berhubungan ketika istrinya sedang subur, yaitu seminggu setelah berakhirnya masa haid, waktunya hanya satu minggu saja. Sekarang saya tanya, kapan istri Bapak terakhir haid?” Dokter bertanya pada Indira juga. Indira terdiam. Dia takut Ilham akan marah jika dia mengatakan jika saat ini dia sedang haid. “Kenapa kamu diam saja, Dira? Dokter tanya kamu, kapan kamu dapet haid terakhir.” Indira masih diam. Dokter pun memintanya untuk naik ke tempat pemeriksaan karena dokter akan memeriksa kandangan Indira dengan USG. Indira tahu jika dokter memeriksanya saat ini pasti akan ketahuan jika dia sedang kedatangan tamu bulanan. Akhinya, Indira pun bicara. “Saya baru dapat haid tadi pagi, Dok.” “Oh ya, bagus itu. Berarti ya, Pak, satu dua minggu lagi istri Bapak masuk masa subur, manfaatkan waktunya yang cuma satu minggu itu. Mudah-mudahan istri Bapak segera hamil.” Ilham yang tadinya kecewa karena mendengar Indira sedang dapat tamu bulanan berubah senang. Dia hanya perlu menunggu dua minggu lagi di mana saat itu Indira masuk masa subur dan ada kemungkinan dia bisa segera hamil. “Baiklah kalau begitu, Dok. Sekarang saya sudah paham. Saya mau pulang dulu kalau begitu.” Sebelum keluar dari ruangan, dokter meresepkan vitamin untuk Indira agar dia bisa segera hamil. Ilham pun menebus resep di apotek dan memberikannya pada Indira. “Jangan lupa diminum sesuai resep dokter.” “Baik, Tuan.” Pria itu pun pulang bersama Indira ke rumah. Karena Indira sedang haid, Ilham memilih tidur di kamarnya. Lagi pula besok dia ada pekerjaan di luar kota. Pekerjaan yang tadinya dia limpahkan ke anak buahnya, kini dia ambil alih karena dia tidak bisa menyentuh Indira. Selama Ilham berada di luar kota, Indira banyak melakukan pekerjaan rumah. Dia tidak mau hanya berdiam diri dan memilih untuk menyiram tanaman di halaman belakang. Salah satu pembantu di rumah itu yang usianya tidak beda jauh dengan Indira menyapanya. Perempuan itu bernama Rania. “Dira, gimana rasanya menikah dengan tuan Ilham?” Dengan malu-malu Indira menjawab. “Ya, gitu aja. Memangnya kalau orang menikah itu harus gimana?” tanya balik Indira pada Rania. “Katanya, setiap melakukan itu, rasanya enak banget. Ini bukan aku yang bilang ya, Dira, tapi aku cuma dengar cerita orang aja.” Indira mencoba memahami ucapan Rania, melakukan itu yang dia maksud mungkin hubungan suami istri, tetapi Indira selama ini belum pernah merasakan itu, yang dia rasakan hanya rasa sakit setiap Ilham menyentuhnya. “Kalau sudah menikah, bukannya semuanya yang terjadi di antara suami istri itu harus dirahasiakan ya, Ran?” “Katanya sih gitu ya, tapi masih ada aja yang suka cerita soal ranjang mereka.” Indira hanya geleng-geleng kepala mendengarnya. “Bener enggak, Dira, rasanya enak? Ceritain dong.” “Ran, kan tadi aku sudah bilang hubungan suami istri itu harus dirahasiakan.” “Ah, Dira enggak asyik. Masa enggak mau cerita sih. Pasti enak ya? Ayo ngaku aja.” “Pokoknya rahasia. Aku mau ke depan dulu ya, Ran, mau ngepel di depan.” Perempuan itu bergegas pergi ke ruang tamu untuk melanjutkan aktivitas bersih-bersih. “Aneh si Dira, masa udah jadi istri majikan masih aja bersih-bersih rumah, padahal sudah ada pembantu lain yang ngerjain, kalau aku yang jadi istrinya tuan Ilham sudah pasti jalan-jalan ke mall buat shopping atau perawatan di salon demi menyenangkan suami. Lah, Dira boro-boro perawatan eh dia malah sibuk bersih-bersih rumah. Emang mentalnya pembantu sih, jadinya bersih-bersih terus.” Rania pun pergi menuju dapur karena dia sudah merasa lapar. Satu minggu kemudian, Ilham sudah kembali dari luar kota. Pria itu membelikan oleh-oleh untuk Indira. Sebuah gelang emas dengan bentuk yang indah. Perempuan itu terpaksa menerima hadiah dari Ilham agar pria itu tidak marah karena majikannya tidak suka penolakan. Saat Ilham tahu, Indira sudah bersih dari haidnya, pria itu tidak melewatkan kesempatan untuk menghabiskan setiap malamnya bersama Indira. Dia ingin Indira segera hamil anak darinya. Ilham yang patuh pada apa yang dikatakan dokter, akhirnya usahanya membuahkan hasil. Satu bulan kemudian, Indira hamil. Tidak hanya diperiksa dengan tespack, pria itu pun membawanya ke dokter untuk memastikan jika Indira benar-benar hamil. “Jadi, apa yang harus saya lakukan sekarang ya, Dok?” tanya Ilham yang sedang bahagia menjadi calon ayah.Setahun kemudian, Indira sudah melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik. Ilham memberinya nama Keyra Salsabila. Indira masih tinggal di rumah yang dibeli Ilham sebelum mereka menikah dan tiga bulan sebelum melahirkan Ilham memboyong mbak Rohiman ke rumah itu untuk membantu Indira sesuai permintaannya. Kebahagiaan Ilham terasa lengkap dengan lahirnya anak perempuan itu. Dia pun semakin cinta dengan Indira dan keluarga kecilnya. Tidak ada lagi yang Ilham inginkan selain hidup bahagia dengan keluarga kecilnya. Karena kondisi Indira sudah pulih, Ilham minta Indira memasak makanan untuknya, termasuk bekal makan siang. Lidahnya sangat cocok dengan masakan istrinya dan mengesampingkan makanan lain meskipun itu dari restoran ternama. Siang itu Ilham sudah menunggu bekal makan siang yang dijemput Dedi ke rumah. Ilham : Sayang, sudah diantar belum makan siangnya? Mas sudah laper banget ini. Indira : Sudah, Mas. De
Tamu undangan mengantre untuk memberikan ucapan selamat pada Indira dan Ilham. Siang itu mereka harus menyiapkan tenaga untuk menyambut banyak tamu di acara resepsi yang memang langsung digelar setelah akad nikah tadi. Ruangan resepsi itu ramai dengan tamu-tamu yang antre salaman, menikmati hidangan dan mengobrol. Kenzi sedang bermain bersama Linda di luar ruangan acara. Anak yang berusia 10 tahun itu sedang malas berada di dalam ruangan yang sesak dengan banyak orang. Dia lebih suka duduk di luar bersama Linda sehingga tidak perlu capek berbagi oksigen dengan orang lain. “Kenzi tadi sudah foto kan sama mama, papa?” tanya Linda di luar ruangan. “Sudah, Tante. Oh ya, Tante kapan mau nikah?” “Hei, kamu masih kecil kok penasaran sih tanya kapan Tante nikah? Doain aja ya, Kenzi yang ganteng. Kamu seneng enggak papa sama mama nikah? Dulu mereka juga sudah pernah nikah, tapi harus pisah.” “Tante, aku sudah tahu cer
Ilham terkesiap. Pria itu masih belum percaya jika perempuan yang ada di hadapannya itu menerima lamarannya. “Dira, kamu benar-benar menerima lamaran saya? Kamu lagi enggak bercanda kan, Dira?” Saking seringnya ditolak, Ilham pun sudah pasrah dengan keputusan Indira hari ini. Pria itu terlalu bahagia saat ini. “Iya, Mas. Kalau saya tolak kan enggak mungkin saya bilang iya.” Indira tersenyum sekali lagi dan membuat hati Ilham meleleh. Pria itu pun menyematkan cincin di jari Indira. Dia tersenyum puas karena perjuangannya selama ini tidak berakhir sia-sia.“Kita harus buru-buru kasih tahu Kenzi nih kalau sebentar lagi kita akan tinggal bersama lagi.” Indira tidak setuju dengan ucapan Ilham itu. “Jangan dulu, Mas. Nanti saja tunggu selesai akad, kita baru kasih tahu Kenzi.” Ada banyak yang ingin Ilham diskusikan dengan Indira, dia pun menarik Indira ke sofa dan duduk bersamanya di sana. “Ada syarat
Indira tiba di rumah sakit, di kamar tempat Ilham dirawat, di sana dia melihat pria itu terbaring lemah dia tas brankar. Indira menghampiri Kenzi lebih dulu. “Kamu beneran enggak apa-apa, Sayang?” tanya Indira sambil memeriksa keadaan Kenzi. “Aku enggak apa-apa kok, Ma.” Indira terua memeriksa tubuh Kenzi sampai dia merasa yakin anak itu benar-benar dalam keadaan baik-baik saja. “Kenzi sudah makan? Aduh, Mama tadi lupa bawa makanan ke sini. Nanti kita cari makan di luar aja ya, Sayang.” Indira menatap Kenzi masih dengan perasaan khawatir. “Kenzi tunggu di sini ya, Mama mau lihat kedaan papa dulu.” Indira lalu beralih mendekati Ilham. Dia kasihan pada pria itu. Indira sendiri masih belum tahu keadaan Ilham yang sebenarnya. Dia pun duduk di kursi di dekat brankar Ilham.“Mas, gimana keadaannya? Apa ada yang kerasa sakit?” Indira hanya bisa menatap Ilham dan tidak bisa memeriksa kondisi tubuh pria itu seperti dia
Pada suatu malam, Ilham mengajak Kenzi menginap di rumahnya. Tentu saja tanpa Indira. Dia ingin mengajak Kenzi kerja sama untuk membujuk Indira agar mau menikah lagi dengannya. Harapan terakhir Ilham hanya pada Kenzi saja. “Kenzi, Papa mau minta tolong sama Kenzi, boleh?” “Papa mau minta tolong apa?” Anak itu penasaran. “Kenzi mau engggak tinggal bersama di satu rumah? Di rumah itu ada Papa, mama sama Kenzi?” Tanpa perlu pikir panjang Kenzi langsung menjawab pertanyaan Ilham. “Mau, Pa, tapi mama suka bilang kalau kita belum bisa tinggal bareng di satu rumah.” Ilham berpikir sejenak, apa yang bisa dia katakan agar Kenzi paham dengan maksudnya, “Besok coba tanya sama mama, mau enggak mama tinggal bareng sama papa dan kamu. Kalau mama mau, Kenzi kasih tahu Papa ya?” “Kalau mama enggak mau, gimana, Pa?” “Ya nanti Papa mikir lagi deh. Yang penting sekarang Kenzi tanya dulu sama mama, mau apa enggak.” “Ok, Pa, besok aku tanya sama mama.” Kenzi tersenyum. Dia mengemban misi untuk men
Masuk liburan anak sekolah, setelah mengambil rapot Kenzi, Ilham mengajak putranya ke Australia untuk liburan dan mengobati rasa rindunya pada Indira. Ilham sudah berada di hotel bersama Kenzi dan menunggu Indira pulang dari kampus. Indira berjanji akan mengabari Ilham saat pulang dari kampus. Ketika dia mendapat pesan dari Indira, pria itu langsung mengajak Kenzi ke apartemen Indira. Hotel yang dia pesan letaknya tidak jauh dari apartemen Indira, dengan berjalan kaki pun mereka sudah bisa tiba di sana. Namun, ketika Ilham datang ke apartemen Indira, pintunya terbuka dan dia lihat mantan istrinya itu sedang mengobrol dengan seorang pria. Ilham terkejut dan bertanya-tanya. “Siapa Pria itu? Dia mau PDKT sama Dira atau cuma teman kuliah saja?” tanya Ilham dalam hati.Setelah mengucap salam Ilham dan Kenzi masuk ke apartemen Indira. Perempuan itu pun menoleh ke arah pintu. “Mas Ilham? Eh, ada Kenzi?” Indira langsung bangkit dari sofa lalu berjalan mendekati anaknya. “Kenzi … Mama kange