Jo sudah menunggak dua tahun selama kuliah di Jakarta. Seharusnya, ia sudah lulus. Hanya saja, akibat perbuatannya selama mengikuti balap liar bersama teman satu geng, membuatnya harus menerima untuk diskors bahkan dikeluarkan. Jo tidak ingin itu terulang kembali.
"Jalan ke club, yuk. Kamu sudah terlalu banyak belajar."
"Gak mau, Jo. Di sana berisik banget," keluh Rosa, menolak ajakan Jo."Ya, udah. Ke kafe seberang kampus aja. Gimana?"
"Baiklah. Ayo, berangkat sekarang."Rosa dan Jo semakin lama semakin dekat. Hubungan mereka sangat romantis di awal. Hingga keduanya lulus bersama dan mulai bekerja di bidang masing-masing.
***
"Kamu keterlaluan, Jo!" pekik Rosa, penuh amarah dan kese
Terimakasih telah membaca cerita ini. Baca juga cerita lainnya Elevator Game
"Haaah! Dokter kandungan?" "Iya, kamu sedang hamil. Hanya saja saya tidak dapat memastikan, kecuali kamu mau mengetesnya dengan alat tes kehamilan. Atau, kamu mau mengatakan kapan terakhir kali kamu menstruasi." Rosa bersemu merah. Merasa jengah karena harus bercerita kepada dokter laki-laki di depannya. Ia juga tidak ingin aibnya dibuka kepada orang yang tidak dikenal. Melihat reaksi Rosa, dokter tersebut tidak memaksa. Ia memberikan resep, lalu berkata, "Istirahat dan makan yang cukup, ya." "Terima kasih, Dok," sahut Rosa, menunduk malu. Rosa bersyukur dokter tersebut memahami situasi, tanpa memaksanya untuk bercerita. Ia benar-benar kalut saat itu. Bingung dengan situasi yang menimpanya. "Kenapa harus sekarang? Kenapa harus hadir di saat hubungan kami mulai renggang?" Rosa menangis dalam hati. Rosa menyadari bahwa itu kesalahannya. Ia t
"Baiklah. Asal kau jujur sama Abang." Anjun mengalah. Ia pun tidak tega melihat adiknya menangis hingga tergugu seperti itu. Rosa mengangguk. Ia mulai bercerita. Di mulai dari dua tahun yang lalu. Rosa telah menjalin hubungan bersama Johansen selama dua tahun. Jo berhasil merebut hati Rosa dengan perlakuan yang amat manis. Selama dua tahun itu, Jo bersikap lembut dan perhatian. Hingga malam kelulusan, Jo datang menemui Rosa. Ia mengajaknya ke villa milik ayahnya di Lembang. Di villa itulah semua berawal, Rosa menyerahkan mahkotanya yang paling berharga kepada Jo. Ia begitu yakin bahwa Jo mencintainya. Bahkan, Jo berjanji akan menikahinya setelah ia memperoleh pekerjaan tetap. Setelah acara wisuda, ia merasa malu kepada ayah dan ibunya. Bahkan, tidak berani menatap wajah abangnnya. Ia meminta izin kepada orang tuanya untuk bekerja selama dua tahun sebagai pengalaman. Sebenarnya, Rosa hanya beralasan saja. Ia malu untuk menghadapi kedua orang tuanya. Jika mereka sampai mengetahui k
"Rosa, lo lihat tatapan Abang itu selalu mengarah ke sini," bisik Meity, sahabatnya."Enggaklah, kau yang kegeeran kulihat," sahut Rosa, ketus. Ia kembali fokus pada pekerjaannya membereskan peralatan fotografi."Eiiits, enak aja lo bilang gue kegeeran. Jelas-jelas Abang itu yang curi-curi pandang ke mari!" pekik Meity, mengagetkan Rosa. Ia kemudian menutup mulut Meity dengan tangan kiri dan menempelkan jari telunjuk kanan ke bibirnya."Jangan berisik, Meity. Malulah aku kalau kau salah," bisik Rosa sembari menengok ke segala arah, khawatir ada yang mendengar mereka.Saat itu, mereka sedang berada di gedung ukema. Tempat untuk unit kegiatan mahasiswa berlangsung. Di dalam gedung tersebut terdiri dari ruang-ruang yang diberikan kepada para penanggung jawab ukema. Salah satunya adalah Rosa. Ia menjadi penanggung jawab ukema fotografi.Ruangan fotografi berada paling pojok jauh dari pintu masuk gedung. Setiap kali Rosa hendak ke ruang tersebut, ia ha
Rosa dan Jo saling bertatapan. Jarak tak menghalangi pandangan mereka. Jo melemparkan senyum khasnya kepada Rosa.Melihat hal tersebut, Rosa langsung menunduk. Ia menghindari tatapan Jo. Hal itu membuat Jo terheran-heran. Gadis yang dikenalnya selalu menyambut setiap kali ia tersenyum kepada mereka. Namun, tidak dengan Rosa."Ayo, kita ke luar dari sini. Aku ada kuliah," ajak Rosa kepada Meity yang masih terpana. Ia menyenggol lengan Meity dengan sikunya.Meity tersadar. Ia mengangguk dan bergegas mengikuti langkah Rosa yang telah mendahuluinya. Mereka melewati gerombolan lelaki bertubuh tinggi yang merupakan tim inti pemain basket di kampus.Saat Rosa melewati mereka, pandangan Jo tak lepas dari Rosa. Hingga gadis berambut panjang itu sudah tidak tampak lagi. Menghilang di balik pintu.Kapten mereka menepuk bahu Jo dan memperingati, "Dia idol di kalangan ukema. Hati-hati!"Mata Jo berbinar. 'Tangkapan yang bagus. Aku akan menyiapkan umpan y
"Abang, takut kali aku!" seru Rosa, ditelepon. Hampir menangis.Mendengar ketakutan Rosa, Anjun langsung bergerak. Ia menelepon pemilik indekos tersebut dan memastikan kalau Rosa baik-baik saja. "Kau tolong urus di sana sekarang! Aku sedang menuju ke bandara!"Rosa menanti dengan gelisah. Tak lama pintu kamarnya yang berada di lantai dua diketuk. Dengan perasaan kalut, ia membukanya. Terlihat Susan—anak pemilik indekos—berdiri di balik pintu."Ada apa, Rosa? Kau mengagetkanku saja. Abang kau sedang ada di bandara untuk mendatangi kau," ujar Susan, kesal melihat anak manja yang ada di depannya."Abang mau ke sini? Malam-malam?" tanya Rosa, terkejut."Gara-gara kau pun!" Susan menoyor kepala Rosa yang usianya lebih muda lima tahun.Rosa menunduk, menyesali perbuatannya. "Maaf, Kak.""Oke .... Ada apa memangnya malam-malam heboh kali?""Itu indekos sebrang siapa yang menyewa? Dia menguntit aku barusan, Kak,
Rosa berjalan dengan ringan menuju ruang kelasnya. Ia merasa amat bahagia. Setidaknya, ada hal menyenangkan yang akan ia lakukan siang nanti.Di depan fakultas pertanian, Esa Sandjaya sudah berdiri sendirian bersandar pada tembok menunggu Rosa. Ia langsung berdiri tegak dan merapikan kaus yang dikenakannya."Hai, gimana nyenyak tidurnya?" tanya Esa, ia membatin, "Aaah, pertanyaan macam apa itu?""Nyenyak, kok, Bang. Kenapa?" sahut Rosa, kebingungan."He-he-he. Pantes segeran," jawab Esa, asal.Rosa tersenyum malu-malu. Antara mau, tetapi was-was saat ia menerima ajakan Esa. Entah apa yang akan diutarakan pria dari Jakarta itu, ia akan menunggu dengan debaran jantung yang tak biasa."Jadi, kan, makan siang bareng?" tanya Esa, penuh harap."Iya, biar aku kuliah dululah, Bang. Kau tunggu aku di sini nanti siang, ya!"Esa mengangguk dengan mata berbinar. Bagai anak kecil yang diiming-imingi permen. Harapannya melambung tinggi
Rosa dan Jo berjalan menyusuri trotoar jalan raya. Mereka akan makan di tenda pinggir jalan. Pilihan jatuh pada warung lamongan dengan menu Pecel Lele. Setelah memesan, mereka makan sambil mengobrol banyak hal.Jo melontarkan guyonan yang membuat Rosa tergelak. Ia berhasil membuat Rosa merasa nyaman saat bersama. Gadis bermata lebar itu tak menyangka dapat mengobrol akrab dengan seorang lelaki selain Anjun.Sebentar bersama Jo, Rosa telah memberikan nomor ponsel dan WA-nya. Berbeda ketika mengenal Esa untuk pertama kalinya, ia begitu acuh. Ia merasa bertemu Jo seperti bertemu teman atau saudara yang telah lama tidak berjumpa. Mereka menjadi akrab satu sama lain.Di dalam indekos, Rosa menelepon mamaknya di Berastagi. Mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Ia menanyakan kabar Anjun yang tidak meneleponnya seharian itu."Abang ke mana, Mak? Tak ditelpon nyah aku seharian," ucap Rosa, keheranan."Abang kau itu sedang ke Medan. Ada
"Lo yakin? Gak mungkin Rosa kayak gitu. Selama ini cuma akal-akalan kita doang, kan?""Yakin banget!""Lagian udah lulus juga bukan halangan besar! Tinggal si Jo yang harus kita tangani. Gak ada yang boleh memiliki Rossa!"***Jo menyudahi permainannya. Ia melihat sekeliling lapangan telah kosong. Tak menyadari teman-teman setimnya telah meninggalkannya sedari tadi.Jo tidak peduli. Ia akan pulang ke indekos dan menunggu Rossa untuk kembali menguntitnya seperti yang pernah dilakukannya beberapa hari lalu. Kamar Jo dan Esa bersebelahan. Rosa salah mengenali jendela waktu itu. Mengira kalau di kamar Esa lah si penguntit berada, Rosa panik saat itu.Kamar Esa kosong. Pemuda itu harus pindah ke indekos lain karena ayahnya sudah tidak mau mengiriminya uang saku. Padahal ia belum mendapatkan pekerjaan.Jo menyeringai melihat pintu kamar yang terbuka. Tanda bahwa penghuninya telah pergi. Hal itu kesempatan baginya untuk men