Share

First Impresion

Rosa dan Jo saling bertatapan. Jarak tak menghalangi pandangan mereka. Jo melemparkan senyum khasnya kepada Rosa.

Melihat hal tersebut, Rosa langsung menunduk. Ia menghindari tatapan Jo. Hal itu membuat Jo terheran-heran. Gadis yang dikenalnya selalu menyambut setiap kali ia tersenyum kepada mereka. Namun, tidak dengan Rosa.

"Ayo, kita ke luar dari sini. Aku ada kuliah," ajak Rosa kepada Meity yang masih terpana. Ia menyenggol lengan Meity dengan sikunya.

Meity tersadar. Ia mengangguk dan bergegas mengikuti langkah Rosa yang telah mendahuluinya. Mereka melewati gerombolan lelaki bertubuh tinggi yang merupakan tim inti pemain basket di kampus.

Saat Rosa melewati mereka, pandangan Jo tak lepas dari Rosa. Hingga gadis berambut panjang itu sudah tidak tampak lagi. Menghilang di balik pintu.

Kapten mereka menepuk bahu Jo dan memperingati, "Dia idol di kalangan ukema. Hati-hati!"

Mata Jo berbinar. 'Tangkapan yang bagus. Aku akan menyiapkan umpan yang besar untuk gadis itu.'

"Dia cantik banget. Siapa namanya?" tanya Jo, penasaran.

"Rosanna Jung."

Jo tersenyum simpul ketika mendengar jawaban sang kapten. Ia akan mendapatkan gadis itu bagaimanapun caranya. 

***

Rosa berbohong kepada Meity. Hari itu, ia senggang sebenarnya. Beberapa kelas di semester lima telah ia ambil di semester sebelumnya, sehingga ia lebih banyak masuk kelas di atasnya. Bergabung bersama para senior.

Gadis bermata besar itu cukup terkenal dan berprestasi. Banyak senior yang segan kepadanya. Selain cantik bagai boneka manekin, ia juga cerdas. Perpaduan yang sempurna.

Hal yang membuatnya buruk adalah rumor tentang perilaku Rosa. Para lelaki tak ingin seorang pun dari mereka mendapatkan gadis itu. Jika ada yang mendekatinya, maka yang lain akan menghalangi dengan menceritakan tentang kebiasaan Rosa berganti-ganti pasangan. Padahal itu semua adalah kebohongan. Mereka ingin Rosa menjadi milik bersama layaknya idola.

Rosa menidakacuhkan kabar itu. Ia tak peduli selama tidak mengganggu kehidupan, hobi, dan akademiknya. Sahabatnya pun cuek saat mendengar rumor tersebut.

Ternyata tidak bagi Esa Sandjaya—penanggung jawab ukema fotografi yang digantikan oleh Rosa. Rumor tersebut cukup mengganggunya. Baginya Rosa adalah cinta pertama yang tak bisa diungkapkan. Selain itu, ia benar-benar takut memulai hubungan dengan gadis itu karena rumor yang telah ada sejak Rosa menjadi mahasiswi semester dua. Ia takut kecewa.

Setelah mengenal Rosa lebih dari dua semester di ukema fotografi, ia sadar gadis itu tidak seperti yang dikatakan orang-orang. Hanya saja waktunya sempit, ia harus mengejar wisudanya terlebih dahulu. Tanpa disadarinya ada musuh yang siap mengambilnya kapan saja.

Rosa sendiri tak mengetahui perasaan Esa terhadapnya. Ia agak cuek untuk urusan perasaan. Walaupun ingin sekali merasakan jatuh cinta dan dicintai, tetapi tak ada yang menggetarkan hatinya selama ini. Ditambah rasa cemas akan pikirannya bahwa lelaki hanya ingin memanfaatkan saja.

Rosa segera berpamitan kepada Meity untuk kembali ke indekos. Ia sedikit lelah hari ini. Ingin segera berbaring di ranjang empuk yang dibelikan Anjun untuknya. 

Selain ranjang, abangnya itu memberikan kredit card platinum untuknya. Rosa tak pernah menggunakan karena kiriman ayahnya sudah lebih dari cukup. Anjun benar-benar memanjakan adiknya. Salah satunya dengan mencarikan kamar indekos terbaik di sekitar Jatinangor.

Rumah indekos bak hotel atau guest house itu benar-benar memiliki fasilitas mewah. Selain memiliki AC di masing-masing kamar, pihak manajemen juga menyediakan water heater dengan fasilitas bathtub. Udara Bandung yang sejuk dan cukup dingin itu tak membuat Rosa merasa menggigil lagi.

Rosa berendam air hangat untuk mengendurkan otot-otot tegang pada bahu dan punggungnya. Kegiatannya yang padat, membuat ia begitu lelah. Namun, dengan berkegiatan, ia dapat mengesampingkan perasaannya.

'Cintai dan sakiti hatiku

Kalau itu dapat membawamu

Kembali kepelukanku lagi

Aku rela memberi segalanya untukmu'

Terdengar suara ponsel dari arah kamar. Rosa mendesah kesal. Itu pasti panggilan dari Anjun. Sudah lima kali abangnya itu menelpon. Namun, tak dijawabnya karena ia sedang di kelas. 

"Kenapa Abang tak menikah saja?" keluh Rosa, pelan.

Rosa beranjak dari bathtub dan keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk melingkar di tubuh rampingnya. Ia mengambil ponsel yang suaranya semakin lama semakin nyaring bagi pendengarannya. Ia menarik napas panjang lalu menjawab panggilan.

"Ya, Bang? Ada apa?" 

"Kenapa tak kau angkat telpunku, hah?! Kau buat apa dengan lelaki?!" gertak Anjun, kesal.

Rosa menghela napas. "Aku tak buat apa-apa, Bang! Kau tau kuliahku padat! Sudah kukirimkan tangkapan layar jadwal setiap hari sama kau!" 

Semakin lama nada suara Rosa semakin meninggi karena geram atas sikap overprotektif Anjun. Ia mendaratkan pantatnya di ranjang dengan wajah cemberut. Mood-nya semakin ambyar. Ingin sekali ia memaki Anjun, tetapi tak berani dilakukannya. 

"Oke, oke, okeee! Kau sedang apa sekarang?" tanya Anjun, mengalah.

Di balik sikap garang dan overprotektifnya, Anjun tetap tak bisa menguasai kelakuan Rosa saat sedang merajuk dan marah. Ia akan lebih banyak mengalah dan memberikan apa saja yang dipinta adik kesayangannya itu.

"Aku sedang mandi tadi dan kau menelepon," sahut Rosa, merajuk.

"Baeklah, aku tak akan ganggu kau lagi. Sana berpakaianlah dahulu," timpal Anjun, lalu mematuskan panggilan.

Rosa tercengang, bingung akan sikap abangnya hingga mengetahui kalau ia belum berpakaian. "Abang mengintip? Atau memasang kamera rahasia?" 

Rosa begitu gelisah. Ia segera berpakaian dan memeriksa setiap sudut kamar berukuran 6x6 meter tersebut. Namun, tak menemukan apa-apa.

Sebuah jendela besar mengarah ke balkon dengan pemandangan taman di sebelah rumah indekos tersebut. Rosa memeriksanya. Ada sebuah kamera tergantung di depan balkon mengarah ke taman. Taman tersebut dibagi dua oleh pemiliknya.

Pemilik indekos tinggal di tempat lain. Ia datang pada pagi hari hanya untuk memeriksa karyawan yang bekerja di sana. Ada dua rumah besar di kawasan tersebut. Sang pemilik memasang pagar kawat beraliran listrik untuk memisahkan antara rumah indekos putri dan putra.

"Tak mungkin Abang memasang kamera untuk mengintipku. Dia sayang kepadaku," gumam Rosa yang mematung di balkon.

Hari itu langit masih terang padahal waktu telah menunjukkan pukul 17.45 WIB. Rosa dapat melihat jelas rumah besar di seberang taman. Ada seorang pria yang berdiri sejajar dengannya pada balkon yang juga sejajar. Rupanya sang pemilik membuat dua rumah yang serupa.

Satu orang itu terlihat meneropong ke arah Rosa. Ia terkejut dan langsung menyembunyikan benda tersebut saat mengetahui Rosa memperhatikan. Kemudian, masuk ke kamarnya.

Rosa memicingkan mata. Ia tak dapat melihat jelas orang tersebut. Ia hanya tahu, sosok itu adalah seorang pria.

"Apa orang itu penguntit?" pikir Rosa, "Bah!"

Rosa masuk ke kamar dan segera menelepon abangnya. Ia lupa kalau abangnya barusan bertingkah seperti penguntit. Sejak kanak-kanak, setiap hal yang membuatnya ketakutan, Rosa akan mendatangi abangnya sembari menangis. Anjun akan membereskan semuanya. Termasuk menghajar kakak kelas yang berusaha mendekatinya.

"Abang! Ada yang meneropong aku di kos-kosan lelaki, Bang. Aku takut kali!" seru Rosa, pucat pasi.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status