Home / Rumah Tangga / Dek Ajeng & Mas Abim / Obrolan berkasih melalui Video Call

Share

Obrolan berkasih melalui Video Call

Author: Ceeri
last update Huling Na-update: 2025-04-22 23:59:57
Sembari menganalisa laporan yang dikirim dari Kalimantan, Abimana Abrisam juga sedang mengobrol dengan istrinya melalui Video Call. Padahal pagi tadi pun mereka mencuri-curi waktu dan situasi untuk bermesraan. Namun, seakan jarak rumah ke perusahaan merupakan kilometer panjang, Abimana sering merasakan kerinduan yang menyiksa pikirannya.

"Dek, Mas pulang aja deh, ya. Kita pergi kek ke mana. Atau mau check in hotel enggak, sayang? Yang kolam renangnya privat. Kayaknya asyik sekali, serasa kita bulan madu lagi."

"Mas, jangan ngaco ih! Ada Kak Juna di rumah, kok malah kamu mau kelayapan."

"Biar bebas, sayang. Soalnya Mas jadi sungkan mau dekat-dekat sama Adek. Entar disangka enggak tau adat dan sopan santun."

"Bukannya ada Kak Juna atau enggak, Mas tetap aja menempel ke Adek? Buktinya pas sarapan tadi Mas minta disuapin. Diliatin Kak Juna dan Kak Alyssa juga Mas enggak peduli tuh."

"Hehe, biarin ah! Mau dikata norak juga Mas bodo amat, Dek. Mas udah telanjur kecintaan dengan y
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Ruang untuk bernapas dengan tenang

    Hujan sudah lama reda, tapi daun-daun di pekarangan masih menggantungkan sisa air. Arjuna duduk sendiri di bangku kayu belakang rumah, jaket masih melekat di tubuhnya. Cahaya lampu taman redup menyorot garis wajahnya yang letih.Dia tidak menangis. Tapi, bias di matanya kosong. Seperti seseorang yang terlalu lama menyimpan sesuatu tanpa pernah benar-benar punya ruang untuk bicara.Tangannya saling bertautan sambil sekali ibu jarinya saling mengusap satu sama lain. Dia kentara sedang berpikir keras, meski semua itu tetap percuma. Dari jendela lantai dua Alyssa berdiri mengintip dari balik tirai. Tidak ada kemarahan di wajahnya. Tidak juga kecemburuan. Hanya ... kekosongan yang perlahan-lahan membeku jadi jarak.Dia memandang suaminya di sana; Arjuna tampak bagaikan remaja muda yang tengah kehilangan arah. Lalu, tirai ditarik. Alyssa menutupnya sebab dia ingin sedikit ruang lapang untuk kesehatan perasaannya sendiri. -----Pagi berikutnya cahaya matahari menerobos lembut ke dapur ya

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Rahasia yang ingin berteriak dengan lantang

    Sudah lebih dari satu jam sejak Arjuna dan Ajeng kembali dari reuni. Tapi, Arjuna belum juga masuk ke kamar. Alyssa menunggu di balik dinding koridor rumah keluarga itu, mendengar langkah suaminya mondar-mandir di ruang belakang. Tanpa suara, tanpa panggilan.Alyssa duduk di tepi ranjang tamu yang sementara mereka tempati, sambil menekuk ujung jarinya di atas pahanya sendiri. Usia kandungannya hampir menginjak sembilan bulan, sebulan lebih tua dari Ajeng. Sayang, yang terasa sekarang bukan keintiman sebagai pasangan yang sedang menanti ... melainkan sesuatu yang menggantung dan menjauh.Pintu kamar terbuka pelan.Arjuna masuk tanpa menatap istrinya."Habis hujan," katanya pendek, menurunkan jaket yang sudah agak lembab.Alyssa hanya mengangguk, "Kamu kehujanan?""Sedikit."Arjuna melewati Alyssa begitu saja, menuju lemari dan mengganti bajunya tanpa menoleh. Alyssa menunggu, menunggu sesuatu yang tidak datang; pertanyaan, sentuhan, atau sekadar perhatian kecil.Tapi, tidak ada.Dan it

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Reuni SMA dan juga perubahan sikap Arjuna

    Hari ini akhirnya tiba...Ajeng berdiri di depan cermin panjang di lorong rumah. Tangannya perlahan membenarkan kerudung; disematkan dengan pin sederhana. Gaun pastel selutut yang dia kenakan memeluk perut buncitnya dengan lembut. Wajahnya terlihat tenang, tapi ada rasa berdebar yang samar.Dari balik pintu terdengar suara langkah kaki, Arjuna."Kita berangkat sekarang? tanyanya, berdiri dengan satu tangan menyelipkan kunci mobil di antara jari.Ajeng menoleh. "Iya. Kakak yakin enggak keberatan ada aku? Entar Kakak enggak leluasa sama yang lain.""Kenapa harus keberatan?" jawab Arjuna pelan, "Bukannya kita udah biasa, ya? Dari dulu juga kita selalu bareng di acara-acara kayak begini."Ajeng tersenyum kecil, tidak menjawab. Dia tahu Abimana seharusnya ikut menemani dia, setidaknya mengantar. Tapi urusan kantor membuat suaminya harus pergi pagi-pagi ke Bandung. Ajeng tidak menuntut. Dia pun tahu Abimana sudah berusaha. Lagi pula, suaminya percaya.Di dalam mobil, keduanya lebih banyak d

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Perasaan seorang istri sangat peka

    Langkah Ajeng terdengar pelan di koridor marmer PT. Sabina. Dia membawa tas makan siang berwarna biru yang merupakan favorit Abimana. Ajeng mengenakan blouse sederhana dan celana kulot longgar nuansa pastel. Penampilannya tetap elegan meski tanpa riasan berlebihan. Dia hanya ingin mengantarkan bekal suaminya yang tertinggal, tiada niat lebih.Resepsionis menyambutnya ramah. "Selamat siang, Bu Ajeng. Ke ruang Pak Abimana, ya?"Ajeng tersenyum sambil mengangguk. "Iya. Saya cuma mau antar makan siang si Mas aja. Ketinggalan." Ajeng terbiasa datang sesekali ke kantor suaminya. Penghuni perusahaan juga tentu mengenal dia. Tidak ada hal aneh, tak ada yang perlu dijaga-jaga pula. Namun, langkah Ajeng kontan melambat ketika pintu ruang direktur terbuka sedikit; cukup lebar untuk dia dapat melihat dua sosok di dalam.Diana Sophia berdiri di sisi meja kerja, senyumnya diam-diam. Di mata Ajeng kentara lembut dan terlalu lama tertuju pada Abimana. Pria tersebut sedang duduk di belakang meja deng

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Pagi yang cukup menguras emosional

    Pagi itu dapur masih berantakan setelah semua orang menyelesaikan rutinitas sarapan pagi mereka. Piring-piring belum dibereskan. Sementara, Mumu Sedang berada di ruang laundry untuk menjemur kain. Dia akan mengerjakan bagian dapur begitu rampung dengan urusan pakaian. Ajeng berdiri di dekat meja makan, satu tangan menopang pinggangnya yang membesar, satu tangan lain menggenggam ponsel yang menempel di telinga."Mas, kamu serius ninggalin bekal di meja begitu aja?" Suaranya tenang, tapi nadanya menyimpan jengkel yang ditahan-tahan.Di ujung sana, Abimana menghela napas."Maaf, Dek. Mas tadi buru-buru banget, Alvian bakal datang jam delapan ... enggak usah diantar, nanti Mas beli makan di kantor aja."Ajeng berdecak pelan, menoleh ke meja makan di mana bekal dalam kotak stainless itu masih tergeletak rapi, lengkap dengan sendok dan tisu."Mas tau kan adek nggak suka Mas makan sembarangan di luar. Itu lauk kesukaan, Mas. Adek masak dibantu sama ibu ..." Intonasi suara Ajeng melemah di a

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Perubahan sikap Diana merupakan awal keresahan

    Sejak Diana kembali dari cutinya, Abimana mulai merasa ada yang tidak beres. Perempuan itu berubah. Bukan dalam kinerja—pekerjaannya masih rapi dan tepat waktu—tetapi dalam sikap. Diana menjadi lebih sering tersenyum, terlalu ramah, dan suka mampir ke ruangannya untuk urusan-urusan yang sebenarnya tidak perlu dibicarakan langsung. Awalnya Abimana sekadar mengerutkan kening, bertanya-tanya dalam hati. Lalu, dia mulai mendengkus setiap kali mendengar suara ketukan khas di pintu ruangannya. "Pak, saya cuma mau memastikan file presentasi yang tadi itu sudah betul belum? Atau, "Maaf ganggu, saya mau konfirmasi jam makan siang Bapak dengan klien." Berulang Diana datang demi hal-hal sepele demikian, padahal semuanya sudah ditandai jelas di kalender bersama. Abimana risih. Sangat risih. Dia bukan tipe pria yang menikmati perhatian orang lain. Lagi pula ada yang membuat hatinya makin tak tenang; dia begitu mencintai istrinya. Cinta yang utuh dan tidak tergoyahkan. Maka, sikap Diana yang me

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status