Home / Romansa / Dekapan Dingin Suami Panas / 5. Mendadak Istriku Menjadi ….

Share

5. Mendadak Istriku Menjadi ….

Author: CacaCici
last update Huling Na-update: 2024-11-18 02:10:59

"Ya Tuhan, boleh nggak sih kalau aku mengatakan menyesal menikah dengan Mas Haiden? Dia sangat sempurna, sedangkan aku-- kurasa pengemis dijalanan lebih sukses dibandingkan aku. Mereka mah … modal duduk sama megang kemasan teh gelas saja bisa menghasilkan uang jutaan perhari. Aku? Kerja hasil giveaway, gaji besar karena yang memberi upah sahabat sendiri. Hah, itupun masih mengeluh. Manusia manusia … kebanyakan ngeluh!" pekik Lea, memukul kepala sendiri beberapa kali, tak peduli pada orang sekitar yang memperhatikan.

"Kenapa jadi tak nyambung? Ck, dah jam empat ternyata. Pantas kumat," gumamnya, menghela napas lalu mengeluh lagi.

Hingga tiba-tiba saja dia tiba di sebuah tempat yang ramai.

"Kebakaran."

"Kebakaran."

"Kebakaran."

Teriakan orang-orang memenuhi tempat tersebut. Melihat itu, Lea mendekat bahkan mendadak ikut dengan para pemuda dan bapak-bapak untuk gotong royong mengangkut air.

"Aku tidak bisa, Pak. Aku takut api." Ucap seseorang perempuan sembari melempar ID card. Setelah itu, perempuan tersebut berarti menjauh dari tempat tersebut.

Lea yang berlalu lalang untuk mengangkut air, memperhatikan. Sepertinya mereka tim atau kru televisi. Karena Lea adalah makhluk kepo, dia mendekat ke rombongan berpakaian serba hitam tersebut.

"Bagaimana sih? Tidak propesional sekali. Habis dari sini, pecat saja dia."

"Pak, bagaimana ini?! Kita tidak membawa reporter lain. Dan kantor cukup jauh, menghubungi pun kita akan terlambat menyiarkan berita sekarang."

"Ck, menyusahkan saja. Kalau begini kita bisa mati! Bos besar pasti akan mengamuk pada kita semua!"

Lea menggaruk pipi lalu  meletakkan ember kemudian mengambil ID card yang dilempar prempuan tadi. Sebetulnya Lea hanya kepo seperti apa proses syuting berita. Dan-- siapa tahu dia masuk kamera bukan, jika dia pura-pura nongol dengan memberikan ID card ini?!

Ah, tak masalah kalaupun masuk berita kebakaran, yang terpenting Lea masuk TV. Itu yang ada dipikiran Lea.

"Permisi, ini punya Bapak yah?" ucap Lea memberikan id card yang dilempar perempuan tadi pada seorang pria berpakaian hitam. Lea sedang caper supaya masuk kamera.

Pria tersebut meraih id card, akan tetapi tiba-tiba mengamati Lea secara teliti. "Cantik, lumayan tinggi dan bukan spesies pohon toge, penampilan oke, rapi, membawa map-- sepertinya sedang mencari pekerjaan dan … dek, kamu jadi reporter yah," ucap pria tersebut tiba-tiba pada Lea.

"Lah, aku tidak punya bakat, Pak." Lea menggelengkan kepala dengan panik.

Namun, pria tersebut tiba-tiba memasang jaket hitam pada Lea kemudian setelahnya berjabat tangan dengan Lea. "Selamat, Dek, kamu diterima bekerja. Ini micropon dan langsung saja," ucap pria dengan perut buncit tersebut, tersenyum manis pada Lea yang sudah memucat horor.

"Tapi, Pak. Aku tidak bakat membawa berita. Aku bakatnya bawa ember isi air saja." Lea yang sudah di tempat yang telah ditentukan oleh tim, terlihat panik dan gugup.

Kamera sudah diarahkan padanya. Itu membuat Lea memucat dan panik!

Memang betul! Lea ingin masuk TV, tetapi bukan jadi reporter dadakan juga. Help! Siapapun, tolong selamatkan Lea! Makhluk purba seperti Lea tidak bisa menjadi reporter!

"Tidak apa-apa. Senyamanmu saja membawakan beritanya, Dek. Enjoy," teriak pria tadi dari kejauhan. 

"Pak, kamu bersoda sekali woi!" teriak Lea, malah membuat kru dan pria itu tertawa geli.

"Berdosa, Dek. Bersoda mah minuman yang diboikot itu."

"Aelah, Pak." Lea mendengkus, pada akhirnya mau tak mau dia bersedia menjadi reporter dadakan.

Baiklah! Sebagai salah satu makhluk rimba yang telah berevolusi, Lea akan membuktikan diri. Dia akan menjadi reporter yang dikenang dalam sejarah pertelevisian.

***

Haiden menyeruput kopi secara pelan, dia berada di kantin penginapan–bersantai bersama Nanda. Setelah membahas pekerjaan yang menguras tenaga, akhirnya kini mereka bisa sedikit lebih santai.

Haiden sebenarnya merasa sedikit familiar dengan suara tv, nada cempreng dari televisi–yang sedang menyiarkan berita, Haiden seperti mengenalinya.

"Astaga! Co-coba lihat televisi, Bos," ucap Nanda heboh, menggoyangkan pundak Haiden sehingga dia mendapat tatapan tajam dari pria memarah itu.

Haiden berdecak pelan, kembali meraih gelas kopi lalu menyeruput perlahan cairan hitam tersebut. Entahlah! Kopi ini terasa membosankan, mungkin karena bukan Lea yang membuatkan.

Byuurrrr'

Haiden seketika menyemburkan kopi yang ia seruput dari mulut, mengenai wajah Nanda.

"Haiss, Bos Angry bird!" keluh Nanda, meraih tissue untuk me-lap muka.

Uhuk' uhuk' uhuk'

Haiden terbatuk-batuk setelahnya, menatap tak percaya pada layar televisi. Hell! Lengah dikit, istrinya mendadak menjadi reporter.

Dang it! Bagaimana bisa?!

"Anu-- itu … api sedang melahap rumah warga dipemukiman ***. Sekitar empat rumah terkena serangan api. Pemicu terjadinya kebakaran dikarenakan arus pendek. Arus pendek sangat dibenci oleh negara api sehingga negara api menyerang dan terjadilah kebakaran yang sangat … menyala! Untungnya-- kita lihat bersama para  suku air, suku Mbak Katara, telah tiba di sini. Yah, saksikanlah, pahlawan merah berani kita, sang pemadam kebakaran. Wahhh … daebak! Lihat cara Abang pemadam mengarahkan selang air ke api, tepat sasaran. Kemudian air keluar dan memberikan dorongan kuat. Untungnya Abang pemadam yang gagah dan tampan pemberani, dapat menahan selang dengan tekanan air yang sangat kuat tersebut. Ck ck ck, saranghae, Abang!" Di akhir kalimat, si pembawa berita yang tak lain adalah Lea, berteriak pada para pemadam kebakaran yang berada di belakang sana.

Haiden yang menonton mengepalkan tangan, terbakar sekujur tubuhnya melihat kelakuan istrinya.

"Bos, perlu kupanggilkan pemadam ke tempat ini?" ucap Nanda tanpa dosa–menjahili Haiden yang sepertinya juga kebakaran seperti rumah dalam berita. Namun, Nanda langsung bungkam karena mendapat tatapan marah dari Haiden.

"Horeeeee … Abang pemadam berhasil memadamkan api. Untungnya Cinta adinda tidak ikut padam."

Kepalan tangan Haiden semakin kuat, giginya bergemelutuk dan matanya memerah karena kemarahan.

"Sekian dari Azalea Ariva, istri Gojo Satoru. Saya kembalikan ke studio. Papai …."

"NANDA!" teriak Haiden marah.

Nada yang awalnya tertawa karena merasa lucu dengan Lea yang membawa berita, seketika tergelonjak kaget. Dia langsung berdiri dan mengambil posisi menghormat pada Haiden.

"Siap, Pak Bos!" ucap Nanda tegas. Dalam hati membaca doa keselamatan karena takut semburan dahsyat Haiden padanya.

"Siapkan kepulanganku sekarang juga," titah Haiden dingin.

"Ta-tapi, Tuan-- kita baru sehari di sini dan proyek belum ditin …-"

"Ambil alih. Katakan aku punya kesibukan darurat." Haiden melayangkan tatapan murka pada Nanda lalu setelah itu dia beranjak dari sana.

Haiden berpapasan dengan Citra, perempuan itu ingin mengatakan sesuatu akan tetapi Haiden langsung mengangkat tangan–isyarat jika dia tidak ingin diganggu. Haiden melewati Citra begitu saja.

Semoga suka dengan bab ini, MyRe. Oh iya, bagi yang belum membaca novel 'Sentuhan Panas Suami Dingin', silahkan baca yah. Karena kisah Lea dan Haiden sebelum menikah ada di sana.

I* Author:@deasta18

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (8)
goodnovel comment avatar
Anang Anang
jujur ngakak abisssss
goodnovel comment avatar
Mini Adae Jangkang
asli ngakak heh.. ada saja kelakuan si Lea , lengahsedikit jadi reporter......
goodnovel comment avatar
Amelia Rono
gak bosan bacanya
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Dekapan Dingin Suami Panas   232. Ekstra Part (ZeeNdi Pradebut)

    "A-apa? Aku dijodohin sama Papa?" Kaget dan panik Nindi. "Udah. Kamu mandi dulu. Nanti Mama bicarain ke kamu." Setelah sampai di kamar putrinya, Lachi mendorong Nindi masuk ke dalam kamar–menyuruh putrinya untuk segera mandi. *** "Jadi bagaimana? Masih ingin menikahi putri Paman?" tanya Danzel, di mana saat ini dia sedang berbicara dengan anak dari salah satu temannya lamanya di dunia bisnis. Sejak dulu pemuda ini sudah mendatanginya dan mengatakan keinginannya untuk memperistri putranya. Dulu, Danzel menertawakan karena anak ini masih remaja labil. Tapi meski begitu, dia menganggukkan kepala–setuju jika pria ini menikahi putrinya di masa depan. Sejujurnya Danzel tak terlalu serius dan menganggap itu hanya candaan ssmata. Danzel merasa anak ini tak akan bertahan lama dalam rasa sukanya pada Nindi. Dari remaja hingga dewasa–tak mungkin pria ini tak menemukan perempuan lain di luaran sana. Intinya, Danzel tak yakin jika pemuda ini bertahan dalam hal menyukai putrinya. Namu

  • Dekapan Dingin Suami Panas   231. Ekstra Part (ZeeNdi pradebut)

    Saat ini Nindi berada di kontrakan kecil miliknya. Hidupnya berubah drastis setelah empat bulan terakhir ini. Dia menjalani hari-hari penuh dengan kekurangan, dia berusaha bertahan di era miskin yang melanda dirinya karena ingin hidup mandiri seperti ibunya saat muda dulu. Neneknya bilang ibunya seorang perempuan mandiri yang tak pernah mengandalkan kekayaan orangtuanya. Nindi yang selama ini berfoya-foya dengan uang ayahnya, merasa tersindir. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk hidup sendiri. Dia memisah dari keluarga Adam, mencari pekerjaan secara mandiri di perusahaan lain, dan berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan ekonomi yang serba kurang. Bagi Nindi ini cukup sulit karena dia terbiasa hidup penuh kemewahan. Namun, sejauh ini, Nindi menikmati kehidupan barunya. Derrttt'Nindi meraih handphone di atas meja nakas, samping ranjang kecil miliknya. Dia langsung mengangkat telepon dari sahabatnya, Clara. "Iya, Ra?" ucap Nindi, satu tangan menempelkan ponsel ke telinga, satu la

  • Dekapan Dingin Suami Panas   230. Extra Part (ZeeNdi Pra Debut)

    "Lihat penampilanmu sekarang, nggak terurus, buruk dan … harus aku akui, kamu jelek banget." "Yang penting aku masih hidup." "Iya, masalahnya, siapa yang mau pacaran sama kamu kalau kamu bentukannya begini, Nindi." Mendengar nama itu, seorang pria yang sedang menunggu pesanannya segera menoleh ke arah sumber suara tersebut. Dia bisa melihat dua perempuan sedang duduk bersama, satu perempuan berpenampilan rapi dan satu lagi terlihat seperti gembel. Perempuan gembel itu-- rambutnya berminyak, wajah kusam, pakaian tak disetrika, dan sandal jepit yang dia kenakan sudah diikat tali plastik. Sepertinya sandalnya putus, dan dia mengakalinya dengan tali plastik. Diam-diam pria itu mengambil potret si perempuan gembel tersebut, setelah itu mengamati potret yang ia ambil dengan sangat serius. Sejujurnya meskipun berpenampilan gembel, perempuan ini masih tetap cantik. Hanya saja-- bukankah perempuan ini berasal dari keluarga terpandang, kenapa penampilannya seperti gembel? Apa pamannya–a

  • Dekapan Dingin Suami Panas   229. Ending

    "Apa mereka sedang menggunjing istri yah?" timpal Ziea, membuat semua orang menoleh padanya. "Ahahah, tidak mungkin, Ziea." Serena tertawa dengan anggun, menatap lucu pada Ziea. "Positif thinking, pasti membahas mobil. Para pria kan suka begitu," tebak Lea, kali ini mendapat anggukkan dari yang lainnya karena itu masuk diakal dan mereka setuju. "Ah ya ampun!! Pria yang pake kemeja hitam, ganteng sekali." Lea senyum-senyum manis. "Kak Deden?" Ziea memicingkan mata, mendapat anggukan dari Lea. "Tampan kan?!" Lea menaik turunkan alis. "Aduh. Tobat, Lea, tobat! Kamu sudah tua, Sayang!" Ziea mengomeli Lea, tetapi Lea tidak peduli–tetap memuji ketampanan suaminya. "Ada Alana loh di sini. Kamu tidak malu?" "Enggak apa-apa, Aunty. Alana sudah biasa kok," jawab Alana santai. "Pantas anteng, ternyata sudah biasa." Serena tertawa kecil. "Itu adek Kak Zana kan?" bisik Kanza pelan pada Anna, menatap seorang pria yang baru masuk. Pria itu tinggi, berpenampilan rapi dan p

  • Dekapan Dingin Suami Panas   228. Obrolan Pria Es

    *** Ethan memasuki rumahnya dengan langkah cool. Hari ini dia pulang lebih cepat dari kantor karena orangtua dan mertuanya sayang ke rumah. Keluarga yang lain juga akan datang, untuk menjenguk Alana yang sedang hamil. Sebenarnya ini kebiasaan keluarga Mahendra yang sangat kekeluargaan. Namun, karena daddynya tak mau kalah dan pada akhirnya yang lain ikut-ikutan. Jadilah hari ini mereka semua datang ke rumah ini. Ah, kakaknya juga datang. Namun, Samuel lebih dulu sampai ke sini dibandingkan Ethan yang merupakan tuan rumah. "Nyonya ada di mana?" tanya Ethan pada salah satu maid, ketika maid itu tergesa-gesa keluar dari sebuah ruangan lalu memberi hormat padanya saat melewatinya. Maid tersebut terlihat panik, segera menyembunyikan buku nyonya-nya ke belakang tubuh. "Ah-- itu, Tuan, Nyonya di-di halaman belakang bersama keluarga." "Humm." Ethan berdehem singkat. "Apa yang kau sembunyikan? Perlihatkan sekarang!" titah Ethan kemudian. Maid tersebut dengan ragu memperlihatkan buku

  • Dekapan Dingin Suami Panas   227. Masa Lalu

    "Ngapain kamu ke sini?" tanya Alana, melayangkan tatapan tajam ke arah seorang laki-laki. Karena mendapat laporan dari maid–ada seorang pria di depan gerbang rumah, Alana langsung ke sana untuk memeriksa. Alana sejujurnya malas, akan tetapi dia tak ingin membuat keributan. Dia takut pria itu nekat ke dalam atau Ethan tiba-tiba pulang dan salah paham pada si pria itu. Jadi lebih baik Alana turun tangan. "Alana, akhirnya kau bersedia menemuiku." Pria itu begitu senang setelah melihat Alana datang. Dia tersenyum lebar, layaknya seseorang yang telah menemukan berlian langka di dunia. Pria itu mendekat tetapi Alana mundur. "Ck, kamu ngapain datang ke sini, Hendru?!" ketus Alana, menatap sinis dan tak suka pada Hendru. Alana sudah muak dengan Hendru karena pria ini sangat mengganggunya. Hendru meninggalkan kenangan buruk bagi Alana, tetapi pria ini muncul dengan gampangnya dihadapannya, tanpa merasa bersalah sedikit pun atau tak malu sama sekali. "Aku ingin meminta maaf pa

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status