Beranda / Romansa / Dekapan Dingin Suami Panas / 6. Nyonya Pergi Tuan

Share

6. Nyonya Pergi Tuan

Penulis: CacaCici
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-29 00:30:31

"Terimakasih atas bantuannya, Lea."

Lea tersenyum lebar, berjabat tangan dengan pria perut buncit tersebut–kepala tim yang tadi membuat Lea mendadak menjadi reporter.

"Ini." Bapak tersebut memberikan sebuah kartu nama pada Lea. "Secepatnya, datanglah ke perusahaan Medi Zone. Bapak pastikan kamu mendapat pekerjaan di sana," ucap Raja, nama pria tersebut.

Lea membulatkan mata, meraih kartu nama tersebut dengan semangat. Dia tersenyum lebar lalu kembali bersalaman secara semangat dengan Raja. "Terimakasih, Pak. Ini yang kubutuhkan."

"Semangatmu sangat luar biasa anak muda." Raja tertawa begitu juga dengan Lea.

"BTW, Pak." Lea dengan santai menepuk pelan pundak Raja, dia bersikap seolah Raja adalah teman lamanya. "Bagaimana tadi? Aku berbakat tidak jadi reporter?"

"Ahahaha …." Raja tertawa cukup kencang, bukan karena menyetujui ucapan Lea akan tetapi karena merasa risau. Dia tak akan lagi menjadikan perempuan ini sebagai reporter, dia sudah jera dan sangat syok. Sekarang dia menyiapkan diri untuk dimaki oleh bosnya.

Bagaimana tidak? Siaran berita yang seharusnya serius, berjalan dengan fokus dan padat informasi, perempuan ini sulap menjadi acara pencarian cinta. Ah, bukan! Sepertinya lebih mirip acara bola atau-- reality show?! Entahlah, perempuan ajaib ini telah membuat berita menegangkan menjadi berita penuh drama.

"Hebat!" Namun walau begitu, Raja terpaksa mengapresiasi, "tetapi sebaliknya jangan menjadi reporter lagi."

Lea yang sudah ingin menyombongkan diri, seketika menatap horor pada bapak tersebut. "Loh, kenapa, Pak?"

"Ouh, Neng cocoknya menjadi pemain film. Ahahaha … terlalu cantik soalnya. Iya tidak?" Di akhir kalimat, Raja menoleh pada kru-nya, melototkan mata supaya mereka menyetujui perkatannya. Yah, supaya perempuan ajaib ini tak tantrum.

"Iya, benar."

Lea seketika tertawa manis, menepuk pundak Raja kembali karena tersipu malu. Ah, Lea memang berbakat menjadi pemain film. Sudah dia duga bakat terpendamnya adalah beradu akting karena Lea sudah melihat tanda-tanda itu dalam dirinya, dia sering tidur dengan mulut menganga.

Tidak nyambung? Lea tak peduli. Yang terpenting itu tanda-tanda menjadi aktor yang Lea yakini dan buat sendiri. Jika ada yang tak sependapat dengan Lea, itu masalahnya. Bukan masalah Lea!

***

Lea kini berdiri di depan sebuah hotel bintang lima terkenal di kota ini. Lea mendengkus angkuh, berkacak pinggang sembari menoleh ke sana kemari.

Hari ini adalah debut pertamanya di dunia pertelevisian. Lea pantas merayakannya dengan menginap di hotel terkenal ini.

Setelah menoleh ke sana kemari, Lea memasang kacamata hitam. Dia bergaya bak aktor papan atas, berjalan seperti model yang tengah show di atas catwalk–sembari menarik koper. Tak tanggung-tanggung, Lea membawa beberapa pakaian ke hotel ini.

Lea memesan kamar hotel terbaik, tentu menggunakan black card yang pernah Haiden berikan padanya. Lea akui Haiden memang dingin dan cuek, akan tetapi jika soal royal, pria itu tak main-main.

"Aku calon artis terkenal, Kakak tidak ingin meminta tanda tangan ku?" ucap Lea, menaikkan kacamata kemudian mengedipkan sebelah mata pada sang resepsionis hotel.

Sang resepsionis menyatukan tanang di depan, tersenyum kaku pada Lea. "Tidak, Kak."

"Oke kalau tidak mau. Calon artis pergi dulu. Babaiii, Kak Cantik," ucap Lea, beranjak dari sana sembari melambaikan tangan–di mana tangannya masih memegang kartu hitam milik suaminya. Dia sengaja untuk pamer.

Tanpa Lea ketahui, seseorang memotret dirinya. Seseorang itu tersenyum jahat sembari menatap hasil jepretannya.

Sedangkan Lea, setelah sampai di dalam kamar, dia langsung merebahkan diri.

"Akhirnya …." Lea memekik senang, mengusap-usap sprei putih hotel dengan senyum yang mengembang di bibir. Dia suka rada dingin yang melekat pada permukaan sprei. Saat dia menyentuhnya, rada dingin itu seperti menyapa lembut kulit Lea.

"Artis. Suatu saat aku akan menjadi artis. Ck, tapi film apa yah yang cocok untukku? Ouh, film kerajaan. Aku menjadi permaisuri yang tak dicintai oleh kaisarnya tetapi diperebutkan oleh panglima perang serta kaisar dari negri lain." Lea menengada ke atas, menatap langit-langit kamar dengan senyuman lebar. Dia sedang mengkhayal–dia memerankan peran sebagai permaisuri sebuah kerajaan kuno.

Namun, senyumannya lenyap ketika mengingat dia sedang menggunakan uang Haiden. Bagaimana jika ada salah satu sepupu suaminya yang melihatnya di sini lalu melapor pada keluarga besar Mahendra? Dan-- bukankah tadi pagi Lea baru berjanji akan mencari pekerjaan supaya bisa hidup mandiri tanpa bergantung pada uang Haiden?

Baru tadi pagi Lea berjanji tetapi malam ini Lea sudah melanggarnya.

"Ah, masa bodo. Janji ku tadi pagi baru aktif setelah besok. Hari ini belum berlaku," gumam Lea yang bermonolog sendiri.

Di sisi lain, Haiden sudah tiba di rumahnya–membuat para maid kaget sekaligus panik bukan main.

"Di mana Nyonya HaiLe?" tanya Haiden pada kepala pelayan, melayangkan tatapan dingin serta menampilkan raut muka yang sangat menakutkan.

"A-ampun, Tuan. Nyo-Nyonya pergi de-dengan membawa koper. Kami sudah berusaha menghalangi akan tetapi Nyonya …-"

Bug'

Haiden dengan marah memukul tembok di sebelahnya, membuat maid tersebut berhenti berbicara. Tubuh kepala maid tersebut bergetar hebat, kepala tertunduk dalam–takut luar biasa pada sosok tuannya.

"Kalian tidak becus! Sialan!" marah Haiden, membentak maid yang ada di hadapannya. Setelah itu, Haiden buru-buru keluar dari rumahnya untuk mencari Lea yang entah pergi ke mana.

Amarah menguasai dirinya, dan dia pastikan Lea-- akan mendapat hukuman berat darinya. Perempuan itu berani keluar rumah tanpa izin darinya!

I* Penulis: @deasta18

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (10)
goodnovel comment avatar
CacaCici
Hihihi … baik, Kakku. Lanjutannya akan segera hadir. Ditunggu yah .... dan semoga suka, Kakku. (⁠≧⁠▽⁠≦⁠).(⁠✿⁠^⁠‿⁠^⁠)
goodnovel comment avatar
CacaCici
Mak Lea pergi, Kak Deden pun galau, Kak. (⁠≧⁠▽⁠≦⁠).⁠·⁠´⁠¯⁠`⁠(⁠>⁠▂⁠<⁠)⁠´⁠¯⁠`⁠·⁠.
goodnovel comment avatar
CacaCici
Jadinya ditinggal yah, Kakku. Hihihi ….(⁠≧⁠▽⁠≦⁠)(⁠✿⁠^⁠‿⁠^⁠)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dekapan Dingin Suami Panas   232. Ekstra Part (ZeeNdi Pradebut)

    "A-apa? Aku dijodohin sama Papa?" Kaget dan panik Nindi. "Udah. Kamu mandi dulu. Nanti Mama bicarain ke kamu." Setelah sampai di kamar putrinya, Lachi mendorong Nindi masuk ke dalam kamar–menyuruh putrinya untuk segera mandi. *** "Jadi bagaimana? Masih ingin menikahi putri Paman?" tanya Danzel, di mana saat ini dia sedang berbicara dengan anak dari salah satu temannya lamanya di dunia bisnis. Sejak dulu pemuda ini sudah mendatanginya dan mengatakan keinginannya untuk memperistri putranya. Dulu, Danzel menertawakan karena anak ini masih remaja labil. Tapi meski begitu, dia menganggukkan kepala–setuju jika pria ini menikahi putrinya di masa depan. Sejujurnya Danzel tak terlalu serius dan menganggap itu hanya candaan ssmata. Danzel merasa anak ini tak akan bertahan lama dalam rasa sukanya pada Nindi. Dari remaja hingga dewasa–tak mungkin pria ini tak menemukan perempuan lain di luaran sana. Intinya, Danzel tak yakin jika pemuda ini bertahan dalam hal menyukai putrinya. Namu

  • Dekapan Dingin Suami Panas   231. Ekstra Part (ZeeNdi pradebut)

    Saat ini Nindi berada di kontrakan kecil miliknya. Hidupnya berubah drastis setelah empat bulan terakhir ini. Dia menjalani hari-hari penuh dengan kekurangan, dia berusaha bertahan di era miskin yang melanda dirinya karena ingin hidup mandiri seperti ibunya saat muda dulu. Neneknya bilang ibunya seorang perempuan mandiri yang tak pernah mengandalkan kekayaan orangtuanya. Nindi yang selama ini berfoya-foya dengan uang ayahnya, merasa tersindir. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk hidup sendiri. Dia memisah dari keluarga Adam, mencari pekerjaan secara mandiri di perusahaan lain, dan berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan ekonomi yang serba kurang. Bagi Nindi ini cukup sulit karena dia terbiasa hidup penuh kemewahan. Namun, sejauh ini, Nindi menikmati kehidupan barunya. Derrttt'Nindi meraih handphone di atas meja nakas, samping ranjang kecil miliknya. Dia langsung mengangkat telepon dari sahabatnya, Clara. "Iya, Ra?" ucap Nindi, satu tangan menempelkan ponsel ke telinga, satu la

  • Dekapan Dingin Suami Panas   230. Extra Part (ZeeNdi Pra Debut)

    "Lihat penampilanmu sekarang, nggak terurus, buruk dan … harus aku akui, kamu jelek banget." "Yang penting aku masih hidup." "Iya, masalahnya, siapa yang mau pacaran sama kamu kalau kamu bentukannya begini, Nindi." Mendengar nama itu, seorang pria yang sedang menunggu pesanannya segera menoleh ke arah sumber suara tersebut. Dia bisa melihat dua perempuan sedang duduk bersama, satu perempuan berpenampilan rapi dan satu lagi terlihat seperti gembel. Perempuan gembel itu-- rambutnya berminyak, wajah kusam, pakaian tak disetrika, dan sandal jepit yang dia kenakan sudah diikat tali plastik. Sepertinya sandalnya putus, dan dia mengakalinya dengan tali plastik. Diam-diam pria itu mengambil potret si perempuan gembel tersebut, setelah itu mengamati potret yang ia ambil dengan sangat serius. Sejujurnya meskipun berpenampilan gembel, perempuan ini masih tetap cantik. Hanya saja-- bukankah perempuan ini berasal dari keluarga terpandang, kenapa penampilannya seperti gembel? Apa pamannya–a

  • Dekapan Dingin Suami Panas   229. Ending

    "Apa mereka sedang menggunjing istri yah?" timpal Ziea, membuat semua orang menoleh padanya. "Ahahah, tidak mungkin, Ziea." Serena tertawa dengan anggun, menatap lucu pada Ziea. "Positif thinking, pasti membahas mobil. Para pria kan suka begitu," tebak Lea, kali ini mendapat anggukkan dari yang lainnya karena itu masuk diakal dan mereka setuju. "Ah ya ampun!! Pria yang pake kemeja hitam, ganteng sekali." Lea senyum-senyum manis. "Kak Deden?" Ziea memicingkan mata, mendapat anggukan dari Lea. "Tampan kan?!" Lea menaik turunkan alis. "Aduh. Tobat, Lea, tobat! Kamu sudah tua, Sayang!" Ziea mengomeli Lea, tetapi Lea tidak peduli–tetap memuji ketampanan suaminya. "Ada Alana loh di sini. Kamu tidak malu?" "Enggak apa-apa, Aunty. Alana sudah biasa kok," jawab Alana santai. "Pantas anteng, ternyata sudah biasa." Serena tertawa kecil. "Itu adek Kak Zana kan?" bisik Kanza pelan pada Anna, menatap seorang pria yang baru masuk. Pria itu tinggi, berpenampilan rapi dan p

  • Dekapan Dingin Suami Panas   228. Obrolan Pria Es

    *** Ethan memasuki rumahnya dengan langkah cool. Hari ini dia pulang lebih cepat dari kantor karena orangtua dan mertuanya sayang ke rumah. Keluarga yang lain juga akan datang, untuk menjenguk Alana yang sedang hamil. Sebenarnya ini kebiasaan keluarga Mahendra yang sangat kekeluargaan. Namun, karena daddynya tak mau kalah dan pada akhirnya yang lain ikut-ikutan. Jadilah hari ini mereka semua datang ke rumah ini. Ah, kakaknya juga datang. Namun, Samuel lebih dulu sampai ke sini dibandingkan Ethan yang merupakan tuan rumah. "Nyonya ada di mana?" tanya Ethan pada salah satu maid, ketika maid itu tergesa-gesa keluar dari sebuah ruangan lalu memberi hormat padanya saat melewatinya. Maid tersebut terlihat panik, segera menyembunyikan buku nyonya-nya ke belakang tubuh. "Ah-- itu, Tuan, Nyonya di-di halaman belakang bersama keluarga." "Humm." Ethan berdehem singkat. "Apa yang kau sembunyikan? Perlihatkan sekarang!" titah Ethan kemudian. Maid tersebut dengan ragu memperlihatkan buku

  • Dekapan Dingin Suami Panas   227. Masa Lalu

    "Ngapain kamu ke sini?" tanya Alana, melayangkan tatapan tajam ke arah seorang laki-laki. Karena mendapat laporan dari maid–ada seorang pria di depan gerbang rumah, Alana langsung ke sana untuk memeriksa. Alana sejujurnya malas, akan tetapi dia tak ingin membuat keributan. Dia takut pria itu nekat ke dalam atau Ethan tiba-tiba pulang dan salah paham pada si pria itu. Jadi lebih baik Alana turun tangan. "Alana, akhirnya kau bersedia menemuiku." Pria itu begitu senang setelah melihat Alana datang. Dia tersenyum lebar, layaknya seseorang yang telah menemukan berlian langka di dunia. Pria itu mendekat tetapi Alana mundur. "Ck, kamu ngapain datang ke sini, Hendru?!" ketus Alana, menatap sinis dan tak suka pada Hendru. Alana sudah muak dengan Hendru karena pria ini sangat mengganggunya. Hendru meninggalkan kenangan buruk bagi Alana, tetapi pria ini muncul dengan gampangnya dihadapannya, tanpa merasa bersalah sedikit pun atau tak malu sama sekali. "Aku ingin meminta maaf pa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status