Share

Salah paham

Author: Diary_9
last update Last Updated: 2024-11-21 12:37:41

“Sebenarnya gue sengaja menyelinap ke kamar kos Lila, karena gue biar dinikahin sama dia, jadi ini semua salah paham,” kata Adip.

“Nah, dengar sendiri, kan? Saya yakin kalian semua masih cukup muda untuk tuli!” timpal ibu Lila.

Semua orang terperangah, termasuk pak RT yang wajahnya sudah memerah karena kesal merasa dijadikan umpan oleh para warga. 

Bisik-bisik mulai terdengar riuh di telinga, para warga beralih topik pembicaraan, mereka menyuarakan keheranan sekaligus cibiran.

Lila yang sejak tadi tertekan, kini mengangkat wajahnya. Matanya yang basah menatap Adip dan berkata, “Dip, makasih.” 

Adip menatap Lila sebentar lalu mengangguk lirih. Netranya beralih pandang pada kedua orang tuanya yang sudah siap menerkam. Pak damar menggenggam kursi erat, rahangnya pun mengeras.

"Anak itu... awan nanti kamu di rumah!” ucap pak Damar dalam hati.

“Ehem, baik, karena tersangka sudah mengakui perbuatannya, maka saya pikir keputusan saya tadi salah,” ujar pak RT penuh rasa sesal.

“Tentu sja salah, mana ada anak menikah ditentukan oleh perangkat desa. Dasar ngawur!” timpal ibu Lila mengejek.

“Jadi bagaimana baiknya, Pak?” Pak Damar ikut menimpali.

Pak RT berpikir sejenak, lalu berujar hati-hati, “Saya minta kedua anak ini di awasi betul-betul, agar tidak terjerumus ke pergaulan bebas.”

Pak damar dan istrinya mengangguk, lalu pak RT melanjutkan, “Terutama Nak Lila, Bu, dia masih gadis, jangan dibiarkan tinggal sendirian.”

“Nggak usah ngajarin saya! Saya lebih tau bagaimana menjaga anak saya,” balas ibu Lila ketus.

Pak RT tertohok dengan ucapan-ucapan ibu Lila, tetapi ia mencoba untuk tetap tenang dan sabar menghadapi makhluk penguasa bumi tersebut. 

Pak RT beralih menatap Lila, “Namun, satu permintaan saya Nak Lila, agar kamu sebaiknya pindah dari kos, karena nanti akan berdampak buruk pada penghuni yang lain.”

“Iya, Pak, saya akan pindah,” ucap Lila masih menunduk.

Pak RT mengangguk, “Baik, karena semua sudah sepakat, maka saya akhiri kasus ini.”

***

Di kamar kos yang sempit, Lila memunguti barang-barangnya, memasukkannya satu per satu ke dalam kardus. Tangannya gemetar, ibunya berdiri di dekat pintu, memperhatikan dengan wajah penuh pikiran.

Untuk sementara Lila berencana akan menumpang di rumah ibunya sampai nanti dapat tempat tinggal yang baru.

“Ibuk jadi menyesal menolak menikahkan kamu sama anak orang kaya itu!” celetuk ibunya tiba-tiba. 

Gerakan Lila berhenti. Bahunya yang tadi tegang sedikit merosot. Ia menoleh pelan, menatap ibunya dengan dahi mengernyit. “Apa maksud ibu?”

“Harusnya tadi ibu setuju saja kamu menikah sama … sama siapa tadi namanya?”

“Adip,” ucap Lila kembali sibuk menata barang.

“Ya, Adip. Dia anak orang kaya, kan? Wah, kalau tadi kamu menikah sama dia, hidup kamu tidak akan kekurangan, Lila,” ujar ibunya, matanya berbinar setelah mengatakan itu.

Lila hanya menatap datar pada ibunya sebentar, lalu kembali melanjutkan kesibukannya. Ia tidak habis pikir, kenapa ibunya tidak juga berubah? Dia selalu memikirkan harta di atas segalanya?

Merasa diabaikan, ibu Lila mendekat dan berdiri dengan tangan terlipat di di hadapan Lila, “Kamu dengar nggak sih ibuk ngomong?” 

Lila mengangkat pandangannya, “Lalu aku harus jawab apa, Buk? Aku aja bingung sama jalan pikiran Ibuk yang selalu penuh sama duit, duit, duit!” Nada suaranya lembut, tetapi ada luka yang mendalam di sana.

“Kamu mengatai ibumu sendiri mata duitan, La? Keterlaluan, ya, kamu!”

Tentu… tentu seperti ini tanggapan sang ibu ketika Lila mengutarakan isi hatinya, selalu salah paham.

“Udahlah, Buk, mending Ibuk bantu Lila packing barang aja, keburu pagi nanti orang-orang pada bangun!” ujar Lila berlalu menuju meja belajar untuk mengemas buku-bukunya.

“Kalau bukan karena wasiat bapakmu, nggak sudi aku biayain hidupmu! Buang-buang uang aja!” cibir Ibunya. Kata-kata seperti itu sering ibunya lontarkan, meskipun sakit mendengarnya, Lila tetap bersikap biasa saja karena apa yang dikatakan ibunya itu kenyataan.

“Cepet kemasin barang-barangmu! Saya tunggu di luar!”

Bugh

Lila terdiam, menatap kardus di depannya yang kembali berantakan akibat ditendang oleh ibunya. Perlahan ia meraih buku di tangan, tetapi sebelum memasukkan ke kardus, ia melemparnya ke lantai. Bibirnya bergetar, tapi tak ada suara tangis yang keluar.

*

Di kediaman Pak Damar, Adip kembali di introgasi di ruang kerja pak Damar. Cowok remaja itu berdiri pongah, menatap datar orang tuanya tanpa rasa takut.

Sementara Pak Damar dan istrinya duduk di sofa dengan wajah berang. Raut frustasi tampak jelas pada wajah Pak Damar. Antara mereka hanya terhalang meja kaca di tengah-tengah. 

 “Mau kamu apa, sih, sebenarnya? Kenapa kamu senang sekali mempermalukan keluargamu sendiri?”

Adip tidak menjawab, lebih tepatnya malas menjawab karena pertanyaan ayahnya itu-itu saja.

“Sekolah bolos terus, mabuk-mabukan, balapan, tawuran, mukulin guru, dan sekarang … Pak Damar menjeda kata-katanya, ia menghela nafas panjang untuk menetralkan emosi yang sudah naik ke ubun-ubun.

“Kamu tertangkap basah menyelinap dan berduaan dengan wanita di dalam kost. Apa lagi yang belum kamu lakukan untuk mempermalukan kami, ha? APA LAGI?!”

“Ayah sabar, jangan teriak-teriak, nanti darah tinggi Ayah kumat lagi,” ujar Rahayu mengusap pundak suaminya agar lebih tenang.

Adip tak bergeming, sesekali ia akan menggaruk belakang kepala yang sebenarnya tidak gatal. Ia muak, sangat muak berada dalam situasi seperti ini setiap hari.

“Dip, kamu itu sebenarnya pintar, begaulah sama orang-orang yang membawa pengaruh baik, contohlah—”

“Kakak dan adikmu yang mendapat beasiswa sekolah ke luar negeri, jangan jadi berandalan, apa cita-citamu ingin jadi gelandangan?” Adip menyela kata-kata ayahnya dengan nada datar. Saking seringnya, cowok itu sampai hafal apa yang akan diucapkan oleh sang ayah jika sedang memarahinya.

“Dip, nggak sopan ya kamu! Orang tua lagi ngomong kok ditiruin, gurumu yang mengajarkan seperti itu? Iya?” timpal Rahayu berang.

Pak Damar sendiri mengelus dada dengan tingkah laku Adip yang semakin hari semakin kurang ajar itu.

“Sekarang kalian tau kan, dari mana asal sifat berandalku?” tanya Adip membuat Pak damar dan istrinya terdiam.

“Itu semua karena kalian!” Adip membuang nafas kasar sebelum melanjutkan, “Dari kecil, apa pernah kalian perlakukan aku sama kayak kalian perlakukan kakak?”

Keduanya saling tatap tak bisa berkata-kata, hati kecil mereka merasa tertohok dengan ucapan Adip.

Adip tertawa sumbang, “Ngak pernah, kan? Aku selalu dapat barang bekas dari kakak. Baju, mainan, bahkan kasih sayang dari kalian pun, aku selalu jadi nomer dua.”

Lagi-lagi keduanya terdiam, tetapi tatapan Pak Damar berbeda, ia seperti ingin memangsa Adip karena kata-katanya yang semakin lancang.

“Raporku aja nggak pernah kalian ambil dengan dalih rapor kakak lebih penting karena dia peringkat satu dan aku hanya peringkat tiga. Aku selalu ambil raporku sendiri walaupun aku ada orang tua, apa kalian pikir aku nggak sakit hati? Orang tua macam apakalian?!

Pak Damar berdiri, wajahnya merah padam. “Keterlaluan kamu, Adip!”

Pyarrrrt

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dayana Quiins
Ah, emaknya lila blegedes juga ternyata
goodnovel comment avatar
Nina Belvina
Anak yang sering dibandingkan, meskipun diam lama-lama dia akan memberontak! good job thor...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dekapan Hangat Pacar Sahabat   Tinggalkan dia!

    Adip terduduk di bangku tunggu rumah sakit. Wajahnya pucat pasi, napasnya memburu, keringat dingin mengalir dari pelipis. Di dalam sana, Lila sedang berjuang melawan maut. Dan ia? Ia harus berjuang melawan waktu dan kenyataan.“Harus ada biaya untuk operasi,” suara dokter tadi terus terngiang-ngiang di telinganya.Jumlahnya tak sedikit. Adip tahu, bahkan seandainya ia menjual motornya pun, tetap tak akan cukup.“Gue cari di mana duit sebanyak itu?” Tanpa pikir panjang, Adip menghubungi semua temannya. Ia mengirim pesan ke grup, satu per satu nama ia telepon untuk meminta, memohon, bahkan mengemis. Tapi jawabannya sama … “Sorry, Dip, gue lagi nggak ada.” Ya, kebanyakan sedang tak ada uang. Beberapa hanya bisa memberi seratus, atau dua ratus ribu. Tak cukup bahkan untuk biaya pendaftaran operasi.Ia mencoba ke rumah Galang, sahabat atau mantan pacar Lila yang dulu pernah ia tikung. Tapi Galang hanya menggeleng di ujung telepon. “Gue nggak bisa bantu, Dip. Maaf banget.”“Lang, tolong,

  • Dekapan Hangat Pacar Sahabat   KRITIS

    Motor itu meluncur ke tepi jalan dan menghantam semak-semak sebelum akhirnya terguling dengan keras. Suara benturan terdengar nyaring, membuat beberapa warga yang kebetulan berada di sekitar area itu segera berlari ke lokasi kejadian. Lila terkapar tak bergerak di tanah, tubuhnya penuh luka dan darah mengalir dari pelipisnya. Napasnya lemah, hampir tak terdengar. Dia pun tak bisa melihat langit dengan jelas sebab pandangannya kabur.Sementara Salma terbaring beberapa meter darinya, hanya dengan beberapa luka gores di lengan dan kakinya. Ia meringis kesakitan, tapi kesadarannya tetap penuh. “Cepat, angkat mereka ke mobil! Kita bawa ke rumah sakit!” teriak seorang pria paruh baya yang segera mengkoordinasi warga untuk membantu. Dalam waktu singkat, Lila dan Salma dibawa ke rumah sakit terdekat. Sirene ambulans meraung di udara, menyuarakan urgensi situasi. Salma duduk diam di atas tandu, tangannya yang terluka diikat perban seadanya. Sesekali, matanya melirik ke arah Lila yang t

  • Dekapan Hangat Pacar Sahabat   Kecelakaan

    Adip diikuti Lila sama-sama menoleh ke arah suara itu. Galang berdiri beberapa meter dari mereka dengan tatapan membara, napasnya memburu seperti baru saja berlari dikejar anjing.“Galang?” ucap kedua remaja itu bersamaan.“Lo nggak paham bahasa manusia, ya, Dip? Gue bilang jauhin Lila!” bentak Galang, langkahnya semakin mendekat.“Lo juga, La! Jadi cewek murahan banget. Bisa-bisanya Lo mau di ewe gratisan! Najis!”“Jaga, ya, mulut Lo!” Gertak Lila. Namun Galang hanya mendengus sinis, menatap Lila dengan pandangan jijik.“Sahabat macam apa Lo, Dip? Lo nusuk gue dari belakang tau nggak!”Adip yang dari tadi masih diam, mulai bangkit dari tempat duduknya, menatap Galang dengan senyum miring penuh ejekan. “Kenapa? Kalian mantan, jadi nggak ada alasan buat gue deketin Lila.”“Lo pikir ini lucu, hah? Video mesum kalian kesebar, lo bikin hidup Lila berantakan. Nggak tau malu emang ya lo?” Galang tak menunggu jawaban. Dia langsung melayangkan tinjunya ke wajah Adip.Adip terhuyung ke belakan

  • Dekapan Hangat Pacar Sahabat   Video mesum

    Hari berikutnya, Lila berusaha menjalani rutinitas seperti biasa meski hatinya masih berat. Galang? Tentu saja cowok itu masih mengejarnya, tapi Lila mengabaikan segala perkataan Galang yang terus meminta dirinya untuk kembali.Dengan wajah yang sengaja ditampilkan setenang mungkin, dia melangkah masuk ke sekolah. Namun, begitu melewati gerbang, bisik-bisik dan tatapan aneh langsung menyergapnya. “Eh, itu Lila kan?” “Iya, yang ada di video itu, kan?” "Iyyuuuh, jijik banget nggak sih? anak bikin anak!"“Parah banget sih... pantes Adip sama Galang tengkar, ternyata ini toh penyebabnya? Di rumah pohon lagi.” Lila menghentikan langkahnya, bingung dengan gumaman murid-murid yang semakin jelas mengarah padanya. Tatapan mereka membuat tubuhnya terasa kaku, jantungnya berdegup kencang. Apa yang sebenarnya terjadi? pikirnya panik. Dia mencoba mengabaikan semua itu dan terus berjalan ke kelas. Tapi suasana yang lebih buruk menantinya di sana. Begitu masuk, semua mata tertuju padanya.

  • Dekapan Hangat Pacar Sahabat   Berakhirnya hubungan Lila dan Galang

    “A-apa?” Galang perlahan melonggarkan cekalan tangannya, lalu mengalihkan tubuhnya untuk duduk di tepi ranjang. Matanya menghindari tatapan Lila yang kini juga telah beranjak duduk tepat di hadapannya. Senyap menyelimuti ruangan, hanya suara napas mereka yang terdengar. Lila menatap Galang dengan sorot mata yang sulit ditebak. Penasaran, kepastian dan sesuatu yang lain yang tak terdefinisi. “Galang...” Lila menggenggam lembut tangan Galang. “Apa benar... kamu pernah suka sama Adip—bukan... bukan suka sebagai sahabat. Tapi... dalam arti yang lain.” Kata-kata itu menggantung di udara, mulut Lila seakan tak mau mengatakan hal keji tersebut. Galang menaikkan sebelah alisnya, cowok itu malah terkekeh sinis, membuat Lila bingung dibuatnya. Namun dalam hati dia berkata, “Sialan Adip. Ternyata dia ngadu sama Lila.” “Kamu percaya aku kek gitu?” tanya Galang, cowok itu menatap Lila dengan intens. Lila menunduk dengan bibir terkatup rapat. Sebetulnya Lila ingin tak percaya, tapi

  • Dekapan Hangat Pacar Sahabat   Apakah kamu pernah menyukai laki-laki, Galang?

    Pagi harinya saat mentari belum terlalu tinggi Adip mengerjap. Dia mengusap matanya, menghilangkan sisa kantuk yang melanda. Namun, saat matanya terbuka dia tidak menemukan Lila di mana pun.“Lila!” Tidak ada jawaban, bergegas Adip mencari keberadaan Lila di sekitar, tapi tetap tidak menemukan gadis itu.“Kemana dia?” gumamnya dengan suara serak khas bangun tidur.Sementara itu, di tempat lain, Lila yang sedang dicari-cari oleh Adip ternyata berada di rumah Galang. Ia sedang sibuk membereskan barang-barangnya yang tersisa di sana. Wajahnya terlihat datar, meskipun ada kilatan emosi yang sulit ditebak di matanya. Galang, yang berdiri di sudut ruangan, hanya mengamati tanpa berkata apa-apa. Suasana di antara mereka sangat canggung. Ada banyak hal yang ingin dikatakan, tetapi terhalang oleh sesuatu yang lebih besar dari kata-kata. “Lila.” Galang mendekat dan menahan gerakan tangan Lila yang sedang memasukkan baju-bajunya ke dalam tas. “Kita perlu bicara, jangan kayak gini.”Lila be

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status