Sienna berjalan lesu menuju ke arah pintu. Xander masih memperhatikan wanita itu sambil sesekali mengusap wajah dengan gusar.
Sial, harusnya dia bisa lebih mengontrol dirinya semalam. Tapi yang terjadi dia malah membuat kesalahan yang sangat sangat fatal. Sienna akhirnya masuk ke kamarnya, membersihkan diri di dalam kamar mandi dengan menggosok keras seluruh bagian tubuhnya. Jejak jejak yang diberikan pria itu masih tampak segar dimana mana. Sienna jijik dengan dirinya sendiri. Jejak itu kembali menyeret ingatannya tentang kejadian semalam. "Tidak! Tidaaakkk!" tangis Sienna kembali pecah. Tubuhnya merosot jatuh ke arah lantai. Sienna meringkuk di bawah sambil memeluk kedua kakinya sendiri. Dia tak menyangka mahkotanya akan hilang dengan cara seperti ini. Sekarang dia harus bagaimana? Meminta pertanggung jawaban pria itu? Tidak mungkin! Sienna sangat tahu siapa pria itu. Seorang Xander Lauther. Puta kedua keluarga terpandang. Tidak mungkin sudi bertanggung jawab atas kehormatannya yang telah terambil. Apalagi Xander melakukannya dalam keadaan tidak sadar. Pria itu pasti hanya akan menertawakannya saja pada akhirnya. Sienna masih butuh pekerjaan ini, bagaimana pun ibunya harus tetap melanjutkan pengobatannya sampai sembuh. Demi ibunya, Sienna akhirnya mencoba mengenyahkan perasaannya yang sedang hancur. Dia melanjutkan kegiatannya membersihkan tubuhnya. Lalu setelah itu Sienna harus segera bersiap untuk melakukan pekerjaannya seperti biasa. ** "Darimana saja kamu Sienna? Kamu tidak ingat kata kataku semalam? Lihat, ini sudah jam berapa!?" bentak Cathy saat melihat Sienna yang baru muncul di dapur. Para pelayan lain hanya melirik sekilas, kemudian kembali sibuk dengan pekerjaan masing masing. Sienna mendekat ke arah Cathy sambil menundukkan kepalanya. Cathy sempat mengernyit melihat pergelangan tangan Sienna yang membiru juga wajahnya yang terlihat sembab. "Kau sakit?" tanya Cathy, melembutkan suaranya. "Tidak nyonya. Saya hanya terlambat bangun tadi. Maafkan saya. Tidak akan saya ulangi lagi." Sienna masih menunduk sambil meremat jari jemarinya sendiri. Cathy menghela nafas. "Kau tetap harus dihukum karena kau sudah melanggar peraturan disini. Tapi aku akan memberi hukuman setelah kau mengerjakan tugas utamamu." Cathy menyodorkan sebuah troli yang sudah diisi dengan berbagai hidangan di atasnya. "Antar ini ke kamar Tuan Jack. Kamarnya ada di lantai atas. Dia tidak sarapan di luar pagi ini karena kondisinya kesehatannya kembali memburuk. Kau harus mengantarkan sarapan ini ke kamarnya agar ia bisa segera meminum obat setelah ini," ujar Cathy. "Baik." Sienna mengangguk patuh. Kemudian Cathy meminta tolong Pierre salah seorang pengawal disana untuk mengantar Sienna menuju kamar Jack. "Apa dia bersikap terlalu keras padamu?" Pierre mencoba mengajak bicara wanita yang sedang berjalan di sebelahnya. Pierre canggung karena Sienna sejak tadi hanya diam seperti mumi hidup. "Siapa maksud anda Tuan? Nona Cathy?" Sienna barulah mengangkat kepalanya menatap pria di sebelahnya. "Ya, dia. Walau dia kelihatan sedikit galak, tapi percayalah. Dia orang yang sangat pengertian." Pierre menyunggingkan senyum di ujung agar suasana diantara mereka mencair. "Saya tahu dia orang yang baik," jawab Sienna. "Aku Pierre. Aku baru melihatmu disini, kau orang baru?" mengulurkan tangan ke arah Sienna. Sienna menyambutnya walau ragu. "Heum, aku baru dua hari bekerja disini, aku Sienna." "Baiklah Sienna, mulai sekarang beradaptasi lah dengan baik." Sienna mengangguk. Kemudian mereka naik lift khusu menuju lantai dua. Pierre menghentikan langkahnya saat mereka telah sampai di depan sebuah pintu bercat putih. "Ini kamar Tuan Jack, dia putera pertama di keluarga ini. Kau sudah tahu bukan soal silsilah keluarga Lauther?" Pierre menatapnya sejenak sebelum membuka pintu ruangan di depannya. Sienna mengangguk. "Saya tahu, tapi bolehkah saya bertanya satu hal?" "Apa? Katakan saja Sienna" "Tuan Jack memangnya sakit apa Tuan, aku dengan dari Nyonya Cathy tadi kesehatannya sedang memburuk." Pierre menghela napas panjang. "Dia menderita kanker darah. Kesehatannya sering drop akhir akhir ini," jawab Pierre dengan raut sedih. Sienna termangu. Merasa ikut prihatin mendengar kondisi anak pertama di keluarga ini. "Masuklah, dan bawa makanannya segera. Tuan Jack mungkin sudah menunggu sarapannya." "Baik, terima kasih Pierre." Pierre hanya mengangguk sambil menyunggingkan senyum. Setelah Sienna masuk ke dalam. Pierre langsung menutup pintunya dan pergi dari sana. Sienna menarik napas dalam dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. Dia mulai mendorong troli maju ke arah ranjang. Begitu mendapati pemandangan di depannya. Sienna langsung tersentak. Ia buru buru menundukkan kepalanya. "Ah, maafkan saya Tuan." Sienna hendak berbalik, namun laki laki yang sedang memakai kemejanya itu dengan cepat langsung mencegahnya. "Jangan pergi, sebentar lagi aku sudah selesai. Tunggulah disini." Sienna akhrinya menunduk. Bisa ia dengar derap langkah pria itu yang semakin mendekat. "Aku baru melihatmu, apa kau pelayan baru disini?" Sienna hanya mengangguk. "Angkat kepalamu, aku sedang bicara denganmu, tidak sopan." Pria itu terkekeh. Membuat Sienna yang tegang akhirnya mau mengangkat kepalanya. Seketika Jack terpana melihat wajah cantik di depannya. Irish cokelat bening yang memancarkan kemurnian, juga bibir tipis yang sangat sedap di pandang. "Maaf Tuan, saya tidak tahu anda sedang ganti baju. Harusnya saya mengetuk pintu lebih dulu." Jack menggeleng sambil tersenyum hangat. Sienna bisa merasakan pria ini sepertinya sangat ramah. Caranya menatap dan berbicara terkesan sangat menghargai lawan bicaranya. "Tidak apa apa, aku sudah tahu ada maid yang akan datang mengantar sarapan." Sienna langsung teringat pada troli yang ia bawa. "Ah, ini sarapan anda. Silahkan dinikmati Tuan." Sienna mendorong troli itu ke arah meja. Jack duduk di sofa sambil memperhatikan gerak gerik Sienna yang sedang sibuk meletakkan berbagai hidangan ke hadapannya. Saat mata Jack menangkap memar di pergelangan tangan Sienna Jack langsung menarik tangan mungil itu tanpa sadar. "Luka apa ini? Apa ini bekas cengkeraman?" tanya Jack. Belum sempat menjawab, tiba tiba seseorang hadir memecah adegan diantara mereka. "Ku sedang apa disini?!" Suara serak yang membuat Sienna ketakutan semalam kembali terdengar. Sienna menoleh dan terkejut saat mendapati sosok Xander kini tengah berdiri tepat di belakangnya. Jack bisa merasakan perubahan pada tubuh Sienna, tangan Sienna yang masih digenggamnya terasa gemetar sekarang. "Anda!" Sienna langsung menarik tangannya dari genggaman Jack. Ia langsung berdiri tegak dengan muka tegang. Xander menyipitkan matanya, tatapan tajam dan dinginnya selalu berhasil membuat Sienna merasa terancam. Xander mendekatinya dan melirik tajam ke arah pergelangan tangannya. Buru buru Xienna menyembunyikan lukanya di belakang punggungnya. "Sedang apa kau disini?" Xander mengulangi pertanyaannya ketika tak mendapat jawaban apapun. "Aku... hanya sedang mengantar sarapan untuk Tuan Jack." "Sudah selesai dengan pekerjaanmu bukan? Sekarang pergilah!" Xander menatap sekilas jejeran makanan yang telah tersaji di atas meja. Kemudian ia kembali membawa pandangannya pada wanita yang semalam telah membuatnya khilaf itu. Sienna mengangguk sambil membuang muka ke arah lain. Tangan Xander terkepal. Beraninya wanita ini tak mau menatap ke arahnya saat ia sedang bicara. "Tuan, saya permisi, saya akan kembali nanti untuk membereskan semua ini." Sienna menatap Jack. Kemudian hendak berlalu pergi, tapi Jack langsung berdiri dan mencegat tangannya. "Tunggu!" Jack memperhatikan pergelangan tangan Sienna dengan raut cemas. Xander menatap ke arah tangan Sienna yang dipegang Jack dengan kerlingan mata tajam. Entah kenapa dia tidak suka kakaknya memegang tangan wanita itu. "Tanganmu terluka, kau harus mengoleskan salep segera," kata Jack pada Sienna. "Ba.. baik, saya akan segera mengobatinya, permisi Tuan." Sienna menarik tangannya, lalu buru buru pergi dari kamar itu. Xander sempat terpaku menatap kepergian Sienna. Jangan jangan luka itu bekas perbuatannya semalam. Sial, kenapa tiba tiba ia merasa tidak nyaman seperti ini."Sherly!!" Xander langsung membeku dengan wajah tegang."Apa yang sedang kamu lakukan, Xander!?" Lagi pertanyaan yang sama kembali meluncur dari bibir Sherly. Wanita itu mendekat dan semakin mempertipis jarak diantara dirinya dan laki laki yang masih memeluk Sienna di atas ranjang.Sejenak tatapan Sherly sempat tertuju pada baju pasien Sienna yang terbuka di bagian atas. Terdapat tanda kecup merah mengitari leher jenjang wanita itu. Sherly langsung mengepalkan tangan dengan dada yang mulai bergemuruh."Aku..." Xander langsung kehilangan kata. Dia hanya bisa melengoskan wajah ke arah lain saat menyadari tatapan penuh selidik dari Sherly."Turun Xander, ini sangat tidak pantas dilihat!" Sherly hampir menjerit saking kesalnya melihat Xander malah tetap bertahan di tempatnya setelah ia kepergok basah."Pelankan suaramu Sherly, kamu akan membangunkan tidur Sienna!" desis Xander sambil membawa arah pandangannya kembali ke arah sahabatnya itu. Bisa ia lihat wajah Sherly sudah memerah seperti
Tangan besar Xander mengusap pipi, pelan seringan kapas. Sienna bukannya tak menyadari usapan itu, hanya saja dia terlalu lemah untuk hanya sekedar melawan sentuhan yang diberikan Xander."Masih dingin, heum?" bisikan parau di dapat Sienna setelah laki laki itu merendahkan sedikit kepalanya.Xander menarik pelan dagu mungil, hingga wajah wanita itu kini terlihat lebih jelas. Mata itu masih terpejam rapat, tangannya yang meremat baju Xander semakin menguat. Tanpa perlu menjawab. Xander bisa merasakan tubuh itu masih menggigil karna kedinginan."Buka matamu, Sienna." titah Xander dengan suara yang sudah berubah serak.Mata cantik itu terbuka perlahan sesuai permintaannya. Xander terpaku, mengikat netranya pada setiap goresan ciptaan Tuhan di hadapannya. Sienna sangat cantik, dan dia sudah menyadari itu dari awal pertemuan.Bibir mungil yang pucat itu masih saja terlihat menggoda, bahkan ketika Sienna menggerakkannya pelan untuk menciptakan ruang di sela selanya. Xander hanya mampu menegu
"Kenapa kamu hanya diam, hah?!" Sherly tersentak ketika gelegar suara laki laki itu terdengar begitu nyaring sampai memekakan kedua telinganya. "Xander ka..mu..." Terbata Sherly mengatupkan bibirnya rapat rapat, berusaha menahan nyeri yang mendatanginya saat melihat sikap Xander yang begitu emosional. Air mata Sherly jatuh tanpa bisa dibendung lagi. Untuk pertama kali dalam sejarah persahabatan mereka. Xander telah berani meninggikan suara kepadanya. Dan lagi yang membuatnya muak adalah alasannya pun sama seperti yang Jack lakukan sebelumnya. Wanita bernama Sienna. Wanita sialan itu lah penyebab utama perubahan sikap Xander ini! Sherly sekarang sadar, Sienna sudah menjadi duri yang nyata dalam hubungannya dengan kakak beradik keluarga Lauther. Lihatlah, Xander atau pun Jack sampai bisa memarahinya hanya untuk membela wanita itu. "Aku sudah melihat semuanya lewat cctv, kenapa kamu mengubah temperatur suhu di ruangan freezer? Kamu pasti tahu kan Sienna ada disana? Aku ingat bet
Setelah mematikan panggilan. teleponnya. Xander langsung meninggalkan area rumah sakit.Dia memacu cepat kendaraannya membelah jalanan lengang di hadapannya. Dada Xander bergemuruh hebat, wajah tampannya menunjukkan kemarahan dan rasa gelisah yang pekat. Xander terlihat tak sabar ingin segera sampai di tempat yang dituju.Setelah mendengar langsung betapa fatalnya keadaan Sienna. Xander jadi tak bisa tenang. Dia ingin mencaritahu sendiri kebenaran tentang siapa sebenarnya orang yang sudah berani menaikan suhu di ruang freezer sampai menjadi minus seperti itu."Sial, jika memang ada yang sengaja mencelakai Sienna, aku tidak akan pernah memaafkannya!" dengusnya marah sambil mengepalkan tangannya kuat kuat di pegangan kemudi.Tak lama mobil yang Xander bawa pun akhirnya sampai di kediamannya. Xander turun dengan tergesa dari mobilnya dan langsung berjalan masuk ke arah teras rumah."Dimana Pierre?" tanyanya pada pengawal yang membantu membukakan pintu rumah untuknya."Tadi saya melihat P
Xander berlari cepat menuruni anak tangga. Dia melesat keluar dari rumah besar itu melalui pintu di bagian belakang.Dengan langkah yang sangat lebar dan terlihat tergesa. Xander akhirnya sampai di tempat tujuan."Pierre, kenapa belum dibuka?" Dengan nafasnya yang terlihat terengah-engah, Xander menatap panik ke arah Pierre."Pintunya macet Tuan!""Dasar tidak becus, minggir!" Tangan Xander menyentak tubuh Peter yang berada di depan pintu dengan tak sabar.Sekuat tenaga Xander menarik pegangan pintu di depannya. Nadi nadi di lehernya sampai tertarik keluar saat Xander mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menggeser pintu besi itu."Brengsek! Ayo terbukalah!" Makinya kesal.Brak!Akhirnya pintu terbuka setelah perjuangan keras yang dilakukannya. Xander masuk dan langsung tercengang hebat menemukan pemandangan memilukan di hadapannya. Tubuh wanita yang sejak tadi ia khawatirkan tampak sedang terbujur kaku mencium dinginnya lantai di dalam ruangan itu."Sienna!!" Xander langsung mengham
Wanita dalam ruang freezer terlihat bergerak gelisah dalam tidurnya. Dia terbangun ketika merasakan perubahan esktrim pada suhu ruangan yang sedang ditinggalinya."Kenapa dingin sekali..." Sienna mengusap usap tengkuknya sendiri saat merasakan hawa di sekitarnya kian mencekam. Sienna akhirnya bangun dan memaksakan diri untuk berjalan ke arah pintu besi yang masih terkunci.Tangannya terulur dan mulai menarik kuat handel pintu di depannya. "Sialan, masih terkunci. Buka pintunya. Tolong siapapun yang ada di luar sana, tolong buka pintunya!" Teriakan Sienna menggema di dalam ruangan.Air matanya kembali jatuh saat Sienna menyadari tidak ada siapapun yang akan menolongnya kali ini. Tempat ini jauh dari bangunan rumah utama. Mustahil rasanya jika seseorang akan masuk ke dalam gudang penyimpanan bahan makanan malam malam begini."Tuan Xander, buka pintunya!" Sienna tahu usaha dan teriakannya sia sia. Tapi dia masih belum mau menyerah. Dia tidak mau mati konyol disini. Dia masih ingin hidup