Share

Cobaan Berhijrah

Tidak mudah untuk kita berproses menjadi lebih baik. Akan ada kalanya banyak cobaan yang harus kita lewati. Tinggal kita lihat, kita tetap teguh dengan keyakinan atau goyah dengan godaan. 

Sekarang jam munjukkan pukul dua siang, Della sedang menonton TV sendirian. Jam sepuluh tadi Nisa dan Rena sudah pulang dari rumah Della. Della mendapat kabar bahwa teman satu sekolahannya dulu yang bernama Lila dan Devi nanti mengajaknya ketemu di taman dekat rumah Della, karena kebetulan Lila dan Devi sedang ada di daerah rumah Della.

Saat azan asar sudah berkumandang, Della cepat-cepat mandi lalu menunaikan salat asar. 

Setelah Della sudah selesai bersiap-siap, dia keluar dari kamarnya dan minta ijin ke ibunya kalau dia mau menemui teman sekolahnya dulu. "Ibu, aku ijin ke taman depan rumah ya, soalnya Devi dan Lila ngajak ketemu di sana. Katanya mumpung dia ada di kota ini." 

"Kenapa gak ke rumah aja, Del?" tanya Rahma.

"Gak tau, Bu. Gak apa-apa kan, Bu, di taman depan rumah. Kan juga dekat dari rumah."

"Iya, tapi hati-hati. Kalau udah selesai acara ketemunya langsung balik ke rumah." Pesan Rahma yang selalu disampaikan kepada Della ketika Della mau pergi ke luar rumah.

"Siap, ibuku sayang. Assalamualaikum." Della mencium punggung tangan Rahma.

"Waalaikumsalam.

*****

Sudah limat menit Della menunggu di taman tersebut, akan tetapi Lila dan Devi belum juga sampai. Banyak orang yang menatapnya aneh. Della tau, kalau orang-orang menatapnya begitu karena penampilannya yang memakai kerudung panjang dan tebal serta gamisnya juga yang sangat besar. Della tetap berusaha biasa saja tanpa memperdulikan orang-orang di sekitarnya yang selalu memandangnya dengan pandangan aneh.

"Halo, Della." Setelah sekian lama Della menunggu Lila dan Devi, akhirnya Lila dan Devi sudah datang menghampirinya.

"Halo, Devi, Lila. Assalamualaikum," ucap Della. Devi dan Lila bukannya langsung menjawab, mereka malah diam memandang penampilan Zahra.

"Hai, kalian kenapa?" Zahra kembali bertanay.

"Eh, waalaikumsalam. Gak kenapa-kenapa, kok."

"Iya udah sini, duduk." Dila dan Devi pun langsung duduk di samping Della.

"Gimana kabar kalian?" 

"Kita baik-baik aja kok." 

"Syukur deh, alhamdulillah." Della menampakkan senyuman manisnya.

"Della, kita mau bertanya boleh?"

"Boleh, mau tanya apa?" 

"Penampilan kamu sekarang memang begini?" 

"Iya, memang kenapa?" tanya Della.

"Gak apa-apa, sih. Heran aja aku, beda banget saat kamu masih satu sekolahan sama kita. Padahal kamu kan juga belum lama pindah sekolah." 

"Iya, aku memiliki teman di sini yang mengajari aku tentang menutup aurat yang benar. Bahkan diajari tentang ilmu agama yang lainnya."

"Terus kamu gak gerah gitu? Cantikan kamu yang dulu loh!" 

"Enggak gerah. Masak sih cantikan aku yang dulu?" Della kembali bertanya sambil tertawa kecil.

"Iya, Della. Kamu cantikan yang dulu, pakai pakaian yang biasa gak oversize seperti ini. Iya, kan Dev?" 

"Iya, Del. Jujur memang cantik kamu yang dulu. Gak ingin apa seperti kamu yang dulu aja?" 

"Hem, gak tau." 

"Jangan sampai kamu nanti sampai bercadar, nanti jadi seperti teroris dong."

"Kan bercadar bisa menjaga fitrah kita sebagai perempuan, supaya menjaga kita dari zina."

"Agamis banget ya sekarang. Gak asik ah, Del." Ucapan Lila yang mampu membuat Della terdiam membeku.

"Kenapa diam aja, Del. Pertemanan kita lebih asik yang dulu. Apalagi sekarang kamu jauh, kamu juga jarang megang HP." 

"Maaf, tapi memang aku mengurangi kegiatan mainin HP untuk menghafal alquran," balas Della.

"Nah, kan. Padahal kita waktu masih satu sekolah tuh sering banget main bareng, kamu juga sering mainin HP. Eh sekarang kamu jarang mainin HP, padahal kita jauhan."

"Iya, karena kegiatanku di sini sudah terjadwal." 

"Iya udah deh, kita cabut dulu." Devi dan Lila pergi begitu saja tanpa mengucapkan salam.

Della yang sepertinya dari tadi menahan tangis langsung berlari pulang ke rumah. Dia langsung masuk ke dalam kamar dan mengkuci pintu kamarnya.

"Astaghfirullah. Apakah yang udah lakukan ini salah, ya Allah? Kenapa kedua sahabatku yang dulu udah aku anggap seperti keluarga begitu? Kenapa dia membenciku saat diriku sudah berubah seperti ini? Aku hanya ingin menjadi yang lebih baik, seharusnya mereka juga dukung, bukannya begini." Della duduk di tepi tempat tidur menumpahkan air matanya yang sudah ditahannya dari tadi. Dia tidak menyangka kedua sahabatnya akan seperti ini, Della kira mereka berdua akan mendukung jalan yang sudah Della pilih.

Dia melangkahkan kaki menuju laci meja belajarnya. Mengambil sebuah album yang bersampul sangat cantik. 

Della membawa album tersebut ke atas tempat tidurnya. Mulai membuka lembaran demi lembaran, terlihat indah foto dirinya bersama dengan kedua sahabatnya dulu, yaitu Devi dan Lila. Begitu banyak kenangan yang sudah mereka lewati. Akan tetapi kenapa Devi dan Lila seolah menunjukkan sikap bencinya terhadap Della hanya karena penampilannya yang berubah? Della berfikir kesetiaan Devi dan Lila tidak nyata. 

Disini Della dilanda kebimbangan. Apakah dia harus berpenampilan seperti dulu supaya persahabatannya dengan Devi dan Lila tetap terjaga? Atau meninggalkan sahabatnya demi keteguhannya untuk berubah menjadi lebih baik?

Terjadi dua pilihan, bersahabat dengan Devi dan Lila atau bersahabat dengan Nisa dan Rena.

Karena Della benar-benar bingung mau bagaimana, soalnya di sisi lain Della sangat menyayangi Devi dan Lila. Akhirnya, Della memutuskan untuk bercerita kepada Rahma tentang kejadian sore ini. 

*****

"Ibu sibuk?" Della menghampiri ibunya yang ada di dapur.

"Enggak, kok. Ada apa, Del?" Rahma menghentikan aktivitasnya dan menatap putri kesayangannya.

"Della mau cerita, Bu." 

"Iya udah cerita aja, ayo duduk di depan TV." 

"Mau cerita apa?" Tanya Rahma saat mereka sudah duduk.

"Tadi kan Devi sama Lila nemui aku di taman. Tapi mereka tadi menunjukkan kalau mereka tidak suka dengan penampilanku yang sekarang, bisa dibilang risih gitu. Dia bilang kalau aku lebih cantik dulu sebelum pindah, saat aku masih berpakaian biasa. Nah tadi dia setelah itu juga ninggalin aku gitu aja. Menurut ibu aku harus bagaimana? Aku sayang sama mereka berdua, akan tetapi di sisi lain juga aku ingin terus berproses menjadi lebih baik."

"Saran ibu kamu fokus kepada tujuanmu saja. Fokus perbaiki dirimu, soal Devi dan Lila kalau mereka sadar pasti mereka juga akan menyesal telah berbuat seperti ini kepadamu. Seharusnya kalau mereka benar-benar sayang kepada kamu mereka gak akan seperti ini. Kamu 'tak perlu takut kehilangan mereka, Del. Kamu di sini juga punya teman yang baik, kan? Nisa dan Rena, ibu pikir dia itu anak yang baik. Jadi kamu gak perlu takut kalau gak punya teman. Masih ada Nisa dan Rena." 

"Iya, aku juga sempat berpikir seperti itu, Bu."

"Iya itu yang terbaik buat kamu. Tetap fokus kepada jalannu, jangan pikirkan yang membuatmu untuk ragu berproses ke jalan yang lebih baik." 

"Iya, Ibu. Terima kasih," ucap Della sambil tersenyum sedemikian mungkin. Kemudian, dia pamit untuk kembali ke kamar lagi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status