Air mata Dinar terus mengalir sepanjang perjalanan ke rumah sakit.
“Fan, suami saya bagaimana?” ia bertanya pada Irfan, sopir keluarga Assegaff yang menjemputnya di restoran.
“Saya tidak tahu, Di. Setelah saya mengantar Pak Adam dan Bu Nora, saya langsung pergi ke sini. Tenanglah, saya yakin Mas Bos Dirham akan baik-baik saja.” Irfan adalah teman Dinar di restoran Azhar sebelum menjadi sopir Adam. Ia dengan Dinar sudah kenal jadi Dinar tidak mau dipanggil ibu.
Dinar mengusap air matanya, ia hanya bisa berdoa, semoga suaminya selamat.
“Agak cepat, Fan. Biar cepat sampai.” Dinar tidak sabar. Jalanan lumayan sesak dengan kendaraan.
“Sabar, Di. Kita juga harus hati-hati.” jawaban yang masuk akal. Dinar kembali duduk menyandarkan tubuhnya di jok mobil, tapi kemudian duduk tegak lagi, setelah mengingat penyerangan yang terjadi beberapa hari lalu. Jangan-jangan orang yang sama. Hati
Dinar terkesiap, ia memandang suaminya sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.“Mas jangan main-main, aku Dinar istrimu, ibu dari anak-anakmu.” Dinar berubah serius.“Dinar? Dinar siapa? Kapan aku menikah? Aku baru saja mulai bekerja di perusahaan Papa, mana aku menikah.” mata Dinar berkaca-kaca. Suaminya tidak ingat siapa dia.“Am, dia Dinar, istrimu. Jangan aneh-aneh kamu.” Nora mengusap dan menepuk bahu putranya.Dirham mencoba untuk duduk, ia menatap papanya yang juga tengah menatapnya.“Jangan main-main, Am!” Adam mendekati Nora dan Dinar. Dirham mencoba untuk duduk.“Am tidak kenal dia, Pa. Kapan Am menikah. Aaargh. Sakit!” tiba-tiba Dirham memegang kepalanya. Dinar sudah berurai air mata.“Mas, kenapa tidak ingat aku?” Dinar mencoba memegang lengan Dirham tapi ditepis dengan kasar.“Di, biar dok
Nora dan Dinar saling pandang. Mereka kembali menatap pada Jehan. “Tapi, kita serahkan ini pada pihak kepolisian. Biarkan mereka melakukan tugas dengan prosedur yang ada, kita harus ikut aturan mereka.”“Mari kita kembali ke kamar Mas Am, Ma.”Dinar mengajak ibu mertuanya untuk pergi dari restoran. Ia berdiri untuk membayar bill.“Dia sangat shock, Je.” mata keduanya memandang sosok Dinar. “Luka Am terlalu parah ya, Tan?” Jehan bertanya pada Nora.“Bukan masalah lukanya, cuma ada sebagian saja, lecet dan beberapa jahitan, tapi Am sekarang tidak ingat istrinya.”Dirham melongo mendengar ucapan Nora.“Am amnesia? Oh my God. Separah itu?”“Kami masih menunggu hasil pemeriksaan medisnya hari ini, entah dendam apa yang dimiliki orang itu pada anak Tante, Je. Dia baru saja mengecap kebahagiaan bersama anak dan istrinya.” Nora menceritakan keadaan putranya pa
Dada Dinar seperti dihantam dengan batu yang cukup besar. Kakinya lemah untuk berdiri. Matanya berkaca-kaca. Ia menatap wajah Dirham yang dingin dan tegang. Tuduhan itu lagi yang harus ia dapatkan sekarang. Sudah bertahun-tahun ia bisa melupakan peristiwa itu, tapi sekarang harus diungkit dan dituduh tentang sesuatu yang tidak pernah ia lakukan.Nora mendekati Dinar, lengan Dinar ditarik dan dibawa untuk keluar ruangan.“Di, suami kamu tengah hilang ingatan, sebagian ingatannya ada yang tidak mampu ia peroleh. Kamu pulang saja ya, Di. Jaga anak-anak kalian, biar Mama dan papa yang jaga Am. Mungkin Am tidak bisa mengingat kalau semua sudah terungkap hari itu. Kamu yang ngerti ya, Di. Mama yakin dia akan pulih seperti dulu.”“Iya, Ma. Dinar pulang dulu. Titip Mas Am. Jaga dia, Ma. Dinar khawatir musuh-musuh Mas Am, masih mencari cela untuk menyerang.” Dinar menyuarakan kekhawatirannya.“Kami akan jaga Am.” s
Dinar mengusap air matanya, sebisa mungkin ia tidak ingin menangis di depan anak-anaknya.“Loli, saya naik sebentar untuk mandi, ya?”“Iya, Bu.” Loli kembali mengajak Abizaair bermain bola.Mbak Santi yang melihat Dinar mendaki anak tangga segera mengejarnya.“Non, Den Dirham gimana?” Dinar menoleh, wajah sembab menunjukkan kesedihan hatinya.“Sudah sadar, Mbak. Tapi, suami saya tidak bisa ingat saya istrinya.” Santi reflek menutup mulutnya yang melongo.“Astaghfirullah, yang sabar ya, Non. Saya yakin pasti ada hikmah dibalik ini semua.”“Doakan rumah tangga saya baik-baik saja, Mbak.”“Pasti, Non.”“Saya siapkan makan malam ya, Non.”“Saya akan order pizza untuk anak-anak, ini uangnya, tolong ambil di depan ya, Mbak.” Dinar memberi uang 200 ribu untuk membayar piz
Nora menggelengkan kepalanya, ia sudah berpesan pada putranya tadi, jangan terlalu membenci istrinya, dan Dirham menyanggupi permintaan itu, tapi sekarang lain pula kenyataan yang terjadi.Dinar mendekati ibu mertuanya.“Biarkan, Ma. Mas Am tidak boleh terlalu dipaksa, mungkin benar kata dokter, Mas Am butuh waktu untuk merangkai kembali ingatan yang hampir hilang total. Dinar bisa ngerti kok.” Dinar berkata pelan, matanya tidak lepas memperhatikan Dirham yang melayani kedua anak mereka makan buah.Dinar menarik napas berat, ia rindu dengan suaminya, keusilannya, romantisnya, semua ia rindukan dari Dirham.“Unda, cini ..” Abizaair menarik tangan Dinar, meminta ibunya untuk duduk di samping Dirham.“Kenapa, Sayang?” Dinar menatap putranya. Abizaair mengambil potongan buah dalam mangkok.“Awas jatuh.” Dinar segera menyambut mangkok itu.
Dinar memandang wajah suaminya seolah meminta kepastian, ia takut tadi hanya halusinasinya saja. Dirham membalas tatapan mata istrinya.“Serius, Mas?”“Kenapa? Ada yang salah?”“Tidak, Mas. Tidak ada yang salah.” dengan cepat Dinar menjawab, takut suaminya berubah pikiran.“Kalau tidak ada, lakukan saja sesuai keinginan suamimu.”“I-iya, Mas. Aku pasti akan lakukan semua itu.” ada kebahagiaan dalam kalimat Dinar.Dirham mengambil ponselnya, ia membuka galeri. Ingin melihat video dan foto-foto yang tersimpan di dalam galeri ponselnya. Video tentang istri dan anak-anaknya.“Mas, aku ngecek anak-anak dulu ya, sudah selesai belum bersiapnya.”“Pergilah, aku mau istirahat sebentar.”“Mau apa-apa, Nggak? Biar aku ambilkan.” “Kalau aku mau kamu temani di sini, bisa?”Dinar tersenyum,
Juliana kaget setelah ia datang ke kediaman Assegaff untuk membesuk Dirham, Juliana dan Nicko baru sampai dari UK untuk melihat-lihat sekolah di sana, rencananya lulus dari SD nanti, Nicko akan langsung lanjut sekolah di sana. Tiga Minggu di UK, Juliana baru bisa pulang, setelah mendengar kabar tentang Dirham yang baru saja keluar dari rumah sakit, Juliana langsung membawa suami dan putranya langsung pergi menemui keluarga Assegaff.Adam memberikan beberapa bukti kalau pelaku di balik kecelakaan Dirham adalah Johan Wibisana, mantan suami Juliana. Juliana tidak percaya kalau perbuatan nekad mantan suaminya membawa kejahatan.“Maafkan saya, Om, Tante. Secara tidak langsung kecelakaan Dirham karena saya.”Juliana meminta maaf pada Adam dan Nora.“Bukan kesalahanmu, Na. Om juga sudah menemui Johan 3 hari lalu sebelum ia kembali ke Singapura. Dan secara terbuka sudah minta maaf dengan Am, ia mengaku terlalu marah kar
Mature contentDirham kembali melumat bibir mungil istrinya, candu yang ia miliki secara sah. Matanya mengunci netra istrinya, mata bulat itu membuat ia seolah hanyut kedalam samudera yang indah. Itu miliknya. Dan bibir ini, terlalu manis untuk dibiarkan tanpa disentuh. Dirham memegang belakang kepala istrinya dan kembali melumat lebih dalam.Nikmat, ia tidak ingin berhenti sekarang. Sekali lagi wanita yang sama membuat ia jatuh cinta.“Jangan sekarang, Aku takut kepala Mas masih sakit.” Dinar berbicara di sela-sela ciuman hangat suaminya.“Tadi dokter bilang tidak apa 'kan? Asal fisik kita kuat. Aku kangen banget. Kita lakukan pelan-pelan.” bibir itu kembali dilumat. Kedua lengan istrinya dikunci, ia tidak ingin menunda lagi, satu bulan harus menahan diri membuatnya seperti berada di gurun pasir yang gersang. Dahaga.Dinar akhirnya pasrah, menikmati dan membiarkan suamin