Share

Bab 2 - Jatuh dalam Dekapannya

“Suami saya lagi tugas luar. Itu bukan dia,” tegas Angel lewat sambungan telepon.

“Iya, Bu, maaf. Mungkin memang hanya mirip ya, Bu. Maafin saya ya, Bu, habisnya mirip banget sama Bapak...” kata si ART takut-takut.

Mata Angel berkaca-kaca. Wajahnya merah menahan emosi. Dia langsung mematikan sambungan, lalu mencari kontak untuk mengubungi suaminya.

Tut, tut, tut...

Tidak ada jawaban. Panggilannya langsung dialihkan oleh operator.

Tanpa disadari, air mata menetes di pipi. Angel mulai resah sekali pun masih berusaha menyangkal. Dia percaya Nick tidak akan mungkin melakukan hal itu padanya.

Meski pikirannya semrawut, Angel harus tetap profesional. Ia menenangkan diri selama beberapa saat, lalu segera menuju ke ruang rapat.

Semua pegawai sudah berkumpul. Angel memimpin rapat pagi ini dengan wajah sedih dan tidak fokus.

“Terpaksa kita harus tutup semua cabang. Keuangan sudah tidak sanggup untuk membuat semua cabang tetap beroperasi. Kita butuh dana segar,” ucap Angel sambil menelan ludah pahit.

“Artinya, kita harus cari investor baru, Bu?”

Angel termenung menatap beberapa grafik perusahaan. Belum lagi tuntutan para pegawainya yang menuntut gaji untuk segera dibayar.

“Kenapa bisa begini? Saya sudah menganalisa, penurunan traffic konsumen sudah terjadi dalam enam bulan terakhir. Saya sudah gencar menerapkan promosi, dan juga menggandeng selebgram, kenapa tetap drop?”

“Ada laporan dari konsumen, produk kita ketinggalan zaman. Dan ada beberapa skincare yang bikin muka mereka merah-merah atau gak cocok, Bu. Tapi itu terjadi di beberapa konsumen, tidak semuanya. Nah, itu terdengar dari mulut ke mulut, akhirnya yang lain jadi takut. Itu kata netizen di media sosial yang saya tanya acak,” terang Riri, sekretaris Angel.

Angel berusaha untuk tetap tenang meski sebenarnya merasa panik. Sudah terlalu banyak masalah yang dihadapi Angel, dia mulai kelabakan.

“Ada juga, Bu, perusahaan kosmetik dan farmasi raksasa yang sedang berkibar di tanah air. Nama labelnya SkinZZ. Mereka sedang viral, pakai brand ambassador artis Korea dan seleb-seleb tanah air ternama,” kata karyawan lain ikut nimbrung.

“Oh, ya? Siapa pemiliknya?”

“Namanya Pak Bara Bagaskara, Bu. Masih single, ganteng banget orangnya, punya banyak perusahaan farmasi. Dia merambah ke skincare dan kecantikan juga,” ucap seorang karyawan, tiba-tiba bersemangat.

“Saya pernah dengar, tapi gak nyangka kalau penetrasi mereka ke pasar begitu besar,” sahut Angel sambil mencari info soal pemilik label itu di gadget-nya.

“Baru banget tadi pagi sekretarisnya menelepon ke sini, Bu,” kata Riri. “Saya baru mau lapor ke Ibu.”

“Apa?! Untuk apa?”

“Pak Bara katanya mau ketemu sama Ibu,” jawab si sekretaris.

“Ketemu sama saya? Buat apa?” Angel tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Ini semua terlalu mendadak. Dia belum menyiapkan apapun. Tapi, Angel juga tidak bisa mengenyahkan secercah harap yang timbul di hatinya. Siapa tahu, pria itu bisa membantunya?

Riri lantas mengatur jadwal dan mereka akhirnya bertemu di sebuah kafe tidak jauh dari kantor. Angel datang dengan setelan blazer yang rapi, meski tidak tahu apa maksud Bara. 

Tapi Angel akan menganggap pertemuan ini sebagai sebuah peluang.

Dari kejauhan, seorang pria tengah duduk sendiri dengan secangkir kopi di atas meja. Di belakang mejanya, ada sosok perempuan dengan blazer rapi. Mungkin itu sekretarisnya. 

Derap langkah Angel yang berkelotak di lantai menyadarkannya dari lamunan di depan laptop. Pria berbadan tegap itu segera berdiri dan tersenyum menyambut kedatangan Angel.

“Pak Bara?”

“Angel?”

“Iya, Pak, saya Angel,” ucap perempuan cantik dengan rambut panjang sebahu itu ramah sambil menyambut uluran tangan Bara.

“Ah, panggil Mas saja. Saya belum setua itu,” katanya dengan senyum yang tak bisa Angel artikan.

“O-oh, baik, Mas. Sekretaris saya bilang, Mas mau ketemu saya? Kita belum kenal, dan saya kaget Mas ingin ketemu saya,” ujar Angel basa-basi.

“Ah, ya, silakan duduk dulu. Ini sekretaris saya,” katanya menunjuk perempuan di belakangnya yang sedang sibuk di depan laptop. 

Angel mengangguk.

Bara menyodorkan laptopnya. Ada berbagai bagan dan grafik company profile perusahaan miliknya. Angel menanti penjelasan lebih lanjut, sambil sesekali melirik ponsel. Dia tengah menanti jawaban dari suaminya yang belum memberi kabar apapun pasca pesan dari ART tadi pagi. Angel sedikit resah.  

“Saya dengar, salah satu label kecantikan yang sempat naik daun adalah label milik Anda. Kami berminat kerja sama,” kata Bara.

“Aduh … kamu ke mana sih, Mas,” tanpa sadar Angel bergumam dengan ekspresi gelisah.

“Apa?”

“Eh … maaf. Saya gak ngomong sama, Mas. Maaf ya. Gimana tadi?” Angel langsung menyimpan ponselnya di saku blazer, lalu menatap Bara dengan rasa bersalah. “Tadi sampai mana ya, Mas? Maaf, saya kurang fokus,” sesal Angel sambil merutuki diri sendiri dalam hati. Bisa-bisanya dia bersikap tidak profesional!

“Oh, begitu.” Bara menyahut sambil memperhatikan raut wajah Angel lamat-lamat. "Benar tidak apa-apa? Kamu tampak pucat,” katanya, masih belum melepas tatapanya dari wanita di hadapannya itu.

“It's okay. Jadi bagaimana, Mas?” Angel mencoba bersikap tenang meskipun tatapan Bara membuatnya agak tidak nyaman karena terlalu intens.

“Tadi saya bicara soal kemungkinan kita kerja sama,” kata Bara, masih dengan tatapan yang sama.

“Mas … maaf. Kami justru akan menutup semua cabang. Kami sedang sulit. Jadi rasanya kami tidak siap,” kata Angel jujur setelah berhasil meredakan kegelisahannya.

“Bagaimana jika kita merger?”

“Hah? Merger?!”

Angel menatapnya terkejut. Sama sekali tidak menduga tawaran kerja sama yang membuat harapannya seketika melambung tinggi. Namun, bantuan tiba-tiba itu membuat Angel merasa aneh...

Drrt, drrt...

Angel mendadak kehilangan fokus saat merasakan getaran ponsel di dalam saku. Pertanyaan dalam benaknya seketika buyar. Ia merogoh saku dan melihat ke ponselnya.

Bara masih memerhatikan gerak-gerik Angel dengan tatapan yang sulit diartikan. Pria itu tidak berusaha menyembunyikan ketertarikan yang amat kentara. Entah itu adalah hal yang baik atau ...

“Ehm, maaf, Mas … saya mau telepon dulu. Boleh?”

“Silakan,” ujar Bara seraya menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kafe. Sikap santainya justru menimbulkan satu tanya lagi dalam benak wanita itu.

Namun, fokus Angel segera teralihkan pada ponsel. Ia agak menjauh dari meja mereka untuk menerima panggilan dari suaminya.

“Halo, Mas,” kata Angel dengan suara pelan.

“Halo, ada apa?”

“Ada apa?" ulang Angel tidak bisa menyembunyikan rasa kesal. "Memangnya istri gak boleh hubungin suami? Gak boleh telepon kalau tidak ada perlu apa-apa?” cecar Angel menahan emosi sambil sesekali menoleh ke belakang. Ternyata Bara masih memerhatikannya.

“Ya kan kamu tadi chat, aku harus telepon balik kamu. Penting. Makanya aku tanya, ada apa? Apa yang penting?” Nick menyahut acuh tak acuh.

“Kamu lagi di mana sekarang? Aku cuma mau tanya itu. Lagi di mana sekarang, dan juga 1-2 jam yang lalu,” kata Angel mempertegas. Dia sama sekali tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya.

“Apaan sih? Ya aku di kantor lah,” sewot Nick.

“Beneran di kantor kan, Mas?” Angel masih tidak percaya. Jantungnya kini berdegup lebih kencang.

“Kamu tuh kenapa sih? Kalau bukan di kantor, kamu pikir aku di mana? Sepagian tadi sampai siang begini aku masih di kantor. Ini juga pesan makan siang dari luar minta bantuan OB karena gak sempat keluar. Kerjaan aku banyak,” jelas Nick dengan nada kesal.

“Oh, soalnya tadi …”

“Apa?” potong Nick tidak sabaran.

“Tadi si Mbak lihat kamu lagi di mal katanya,” kata Angel dengan suara bergetar.

“Di mal? Hah!" Terdengar helaan napas panjang dari seberang sambungan. Namun, gelagat itu justru mempertegas kecurigaan Angel. "A-aku gak ke mana-mana. Cuma di kantor seharian ini,” dalih Nick setelah terdiam beberapa detik.

“Mas … kamu jujur kan?” Angel dengan cepat mengusap air mata yang turun membasahi pipinya.

“Astaga! Kamu mau jawaban seperti apa sih dari aku? Aku harus selfie dan kirim bukti kalau aku di kantor? Nanti aku selfie. Udah ya, aku masih harus makan siang, habis itu ada meeting lagi,” kata Nick lalu memutus sambungan secara sepihak.

Angel menghapus air matanya dengan ekspresi pucat dan bibir yang kering. Ia menatap ponselnya tidak percaya. Dadanya terasa nyeri karena sikap sang suami barusan.

Bara yang masih belum melepas tatapan dari Angel tiba-tiba berdiri dari kursinya, berjalan menghampiri wanita yang memegang kening usai menelepon.

“Kamu baik-baik saja? Pembicaraan kita sebaiknya ditunda dulu,” kata Bara, ekspresi acuh tidak acuhnya sangat berbanding terbalik dengan perhatian yang ia tunjukkan.

“Saya gak apa-apa. Hanya ada masalah sedikit,” ujar Angel sambil menyunggingkan seulas senyum pias.

Dengan kening berkerut, Bara akhirnya mengangguk.

Sreet!

Angel tiba-tiba kehilangan keseimbangan di atas sepatu heels-nya. Langkahnya goyah dan hampir saja terjungkal ke lantai kalau tidak ditahan oleh tangan kekar yang melingkar di pinggangnya.

Bara mendekap tubuh Angel erat. Selama sepersekian detik, mereka mematung sambil saling tatap.

“Ini bukti kalau kamu sedang tidak baik-baik saja," kata Bara singkat. Namun, perhatian kecil itu justru membuat Angel salah tingkah. Kapan terakhir kali suaminya bersikap gentle seperti ini? Angel tidak ingat.

Wanita itu menelan ludah pahit, lalu menegakkan tubuh dengan bantuan Bara.

"Saya panggilkan pelayan dulu untuk ambil air atau teh hangat,” kata Bara setelah mereka kembali ke meja semula.

“Terima kasih,” sahut Angel seraya memijat-mijat keningnya.

Pelayan datang membawakan minuman hangat untuk Angel. Sekretaris Bara ikut membantu dan memberikan minyak aromaterapi.

“Baiklah, kita ketemu lagi saat kamu merasa lebih sehat," putus Bara setelah Angel menyesap minumannya. "Saya ada niatan merger dengan klinik kamu."

“Ini benar-benar suatu kehormatan untuk saya dan perusahaan,” ujar Angel dengan mata berbinar penuh harap. Dia juga sudah merasa mulai tenang, berkat pria asing di hadapannya ini.

"Terima kasih banyak untuk kesempatannya, Mas," lanjut Angel sungguh-sungguh.

Bara mengangguk sambil menyunggingkan seulas senyum penuh arti, yang luput dari perhatian wanita di hadapannya.

"Saya tidak sabar untuk bekerja sama denganmu, Angel Aurora..."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status