Share

Bab 6 - Menangis, Kenapa Memangnya dengan Suamimu?

Angel menoleh ke arah pintu di saat Bara muncul. Sambil menghela nafas, Angel menunjukkan wajah kecewa. Meski meminta maaf, wajah Bara tetap dingin. 

“Saya memang sudah gak punya kewenangan di sini, tapi kamu harus sadar bahwa itu hanya sementara. Saya yakin, dalam enam bulan, saya bisa mengambil alih kekuasaan di sini,” kata Angel menahan emosi. 

“Yup, saya akui, ucapan saya tadi terlalu kasar. Tapi saya hanya ingin menegaskan, bahwa mulai detik ini, saya yang ambil keputusan di sini,” ujar Bara dengan angkuhnya. 

“Kenapa sih, kita gak bisa kerjasama baik-baik aja? Kenapa kamu harus seangkuh ini?” kata Angel dengan mata berkaca-kaca memandang Bara. 

Bara hanya tersenyum kecut menyeringai seraya merapikan jasnya. Dia tidak menjawab pertanyaan Angel, dan hanya berlalu dengan dingin. 

Hingga malam harinya, lagi-lagi Angel sendiri di rumah. Dia merasa kesepian, hampa, tanpa ada teman bicara. Dia menyisir rambutnya dan memandang wajahnya seraya mengusap pipinya. 

“Apa kurangnya aku ini? Mengapa suamiku berubah?” kata Angel bicara depan cermin. 

Drrrt Drrrt

“Aku akan extend. Akan lebih lama di luar kota,” ujar sebuah pesan, tertulis My Hubby yang merujuk pada nama Nick, sang suami. 

“Mas … sampai berapa lama? Kenapa extend? Bukannya lusa adalah anniversary kita? Kita ke Singapura yuk, jalan-jalan sekalian antar aku temui Papa Mama. Kita udah lama kan, gak ke luar negeri berdua,” ujar Angel dengan emoji peluk. 

“Ya udahlah, anniversary nothing special. Gak ada yang istimewa kan? Udah 3 tahun juga, begini begini aja. Sekadar ucapan jarak jauh juga gak masalah. Lagipula mana sempat aku ke luar negeri, kerjaan lagi banyak,” kata Nick. 

“Kamu kok gitu sih mas … berapa lama?”

“Ya aku belum tahu, nanti aku kabari lagi ya,” ujarnya. 

Angel melihat ke arah kalender. Keinginan dalam hatinya tentunya ingin melewatkan hari spesial itu bersama sang suami. Apa daya, tidak ada sedikit perhatian dari Nick. 

Pagi hari, Angel kembali masuk ke kantor. Sudah ada Bara terlihat sibuk mengumpulkan karyawan dan menggelar rapat. Bara melihat Angel yang kini datang tepat waktu, sesuai arahan Bara. Namun Bara masih sibuk menandatangani beberapa berkas di antara para karyawan di ruang rapat. 

“Riri! Ssst …”

Angel memanggil Riri yang sudah ada di dalam ruang rapat. Riri ke luar sejenak dan menghampiri Angel. 

“Udah masuk kamu? Udah sembuh?”

“Ah … hmm udah kok bu. Aku udah lebih sehat. Kenapa bu? Ayo ke ruang meeting. Pak Bara masih tanda tangan berkas dulu, sambil nunggu ibu juga sekalian,” kata Riri. 

“Rapat apa sih,” tanya Angel. 

“Memangnya ibu gak dikasih tahu?”

“Ah saya gak tahu,” ujar Angel. 

“Lho, Pak Bara kan sudah buat WA grup yang baru. Isinya semua karyawan.Dan semalam ada perintah untuk meeting. Eh … ibu gak ada di grup ya? Saya baru tahu,” kata Riri. 

“KETERLALUAN!”

Tak Tok Tak Tok

“MAKSUD KAMU APA YA?!”

Angel berdiri menghampiri Bara yang sedang duduk dan sibuk menandantangani berkas. Beberapa karyawan saling menoleh dan melihat satu sama lain. Bara mendongak dengan santai, menatap Angel yang emosional. 

“Maksud saya gimana maksudnya? Ada apa sih?” tanya Bara cool. 

“Ada grup WA, grup karyawan, yang gak ada saya di dalamnya. Maksudnya apa? Saya gak dilibatkan dalam tim? Atau gimana sih? Saya tersinggung ya,” kata Angel dengan kesal. 

“Ohhh … itu. Gak usah sensi dulu sih. Mungkin sekretaris saya lupa memasukkan nomor kamu,” kata Bara santai dan cuek. 

“Bagaimana bisa lupa sih? Kan saya yang membangun klinik ini, saya orang penting di sini, kenapa dilupakan? Hah! Memang kamu pelan-pelan mau menyingkirkan saya ya? Iya!”

“Ho ho ho, saya tanya sama semuanya ya, bos kalian ini dari dulu memang emosian ya,” tanya Bara di hadapan karyawan seraya melirik ke arah Angel. 

“Hemmmm …”

Para karyawan hanya geleng-geleng kepala, bergumam dan bingung mau menjawab apa. Riri mencoba menenangkan Angel. 

“Bu … udah bu. Mungkin memang cuma missed komunikasi. Tenang dulu bu,” kata Riri berbisik. 

“Huft!”

Angel yang sedang emosional akhirnya kini menjadi lebih stabil. Dia menaruh tasnya di atas meja, dan duduk bersebrangan dengan Bara. Dia membuka laptopnya untuk mengalihkan rasa marahnya. 

Bara memimpin rapat, memaparkan materi dan juga presentasi. Angel malas memerhatikan Bara, dan justru dia sibuk mencari website bakery. Angel mengirim pesan kepada salah satu bakery dan memesan kue. 

“Tolong antarkan kue ini ke hotel Kemuning di Karawang ya. Nanti tolong kasih ke resepsionis aja, untuk nama Pak Nick. Tulisannya, I Miss You,” tutur Angel lewat chat kepada toko bakery. 

“EHEM! ANDA MENGERTI ANGEL?”

Angel tidak mendengarkan ucapan Bara sejak rapat dimulai. Dia sibuk sendiri memesan kue untuk sang suami. 

“Apa? Kenapa?”

“Aduh, Anda ini gimana sih? Gimana label Anda bisa maju lagi kalau arahan saya saja tidak didengar,” kata Bara berkuasa. 

“Pak Bara bilang, kalau kita nanti akan pakai MUA juga bu. Ke depannya akan banyak kerjasama,” bisik Riri. 

“Ahhh oke, atur aja,” kata Angel sedang tak bersemangat. 

Bara hanya tersenyum kecil melihat reaksi Angel dan melanjutkan paparannya. Hingga rapat selesai, Angel tetap terfokus pada suaminya, kue, dan pesanannya. 

Kriiing Kriing!

Ketika Angel menuju kamar mandi setelah selesai rapat, dia menerima telepon. Begitu serius Angel mengernyitkan dahi saat bicara dengan kurir bakery. 

“Lho jadi maksudnya, suami saya gak di hotel Kemuning lagi? Masih di sana kok, karena akan extend atau lebih lama di sana. Sudah saya kasih kan kontaknya?”

“Sudah bu, tapi gak dijawab sama beliau. Lalu saya tanya resepsionis, Pak Nick sudah check out sejak semalam. Jadi sudah gak ada di hotel,” kata kurir. 

Tanpa Angel sadari, Bara berada beberapa langkah di belakangnya, menyimak kegelisahan Angel dari arah belakang. Terlihat Angel panik lalu menghubungi Nick. 

“Kamu gimana sih mas? Kamu bilang akan perpanjang di Karawang, kamu bilang sama aku kalau kamu di hotel Kemuning. Tapi aku kasih kue buat kamu, kurir bilang kamu gak ada di sana. Gimana sih kamu mas,” kata Angel kesal. 

“Ya aku udah check out, aku di rumah ibu di Cikarang,” kata Nick dingin. 

“Kamu di rumah ibu kamu tapi kamu gak bilang aku? Gimana sih kamu. Kenapa gak pulang aja?”

“Ya aku kemalaman, nanti malam aku pulang,” kata Nick santai. 

“Kamu kenapa sih mas, gak terbuka sama aku? Kamu pulang dari luar kota, gak laporan. Kamu di rumah ibu, gak bilang. Aku kan istri kamu mas ….”

Angel berkata lirih di lorong toilet seraya didengar oleh Bara dari arah belakang. Hingga telepon selesai, Angel dan Nick sudah kehabisan kata-kata untuk berdebat. 

“COWOK EMANG GITU. KENAPA MEMANGNYA DENGAN SUAMI KAMU?”

DEG!

Angel menoleh seraya menghapus air mata di pipinya. Bara melangkah maju perlahan dan menatap Angel. 

“Ah gak apa-apa, bukan urusan kamu,” jawab Angel seraya bergegas meninggalkan Bara dengan mata berkaca-kaca. 

Bara hanya bisa diam menatap Angel setelah mendengar pertengkaran Angel dan Nick di telepon. Angel kembali menuju ruang kerjanya, tanpa menjelaskan apa yang terjadi. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status