Angel menoleh ke arah pintu di saat Bara muncul. Sambil menghela nafas, Angel menunjukkan wajah kecewa. Meski meminta maaf, wajah Bara tetap dingin.
“Saya memang sudah gak punya kewenangan di sini, tapi kamu harus sadar bahwa itu hanya sementara. Saya yakin, dalam enam bulan, saya bisa mengambil alih kekuasaan di sini,” kata Angel menahan emosi.
“Yup, saya akui, ucapan saya tadi terlalu kasar. Tapi saya hanya ingin menegaskan, bahwa mulai detik ini, saya yang ambil keputusan di sini,” ujar Bara dengan angkuhnya.
“Kenapa sih, kita gak bisa kerjasama baik-baik aja? Kenapa kamu harus seangkuh ini?” kata Angel dengan mata berkaca-kaca memandang Bara.
Bara hanya tersenyum kecut menyeringai seraya merapikan jasnya. Dia tidak menjawab pertanyaan Angel, dan hanya berlalu dengan dingin.
Hingga malam harinya, lagi-lagi Angel sendiri di rumah. Dia merasa kesepian, hampa, tanpa ada teman bicara. Dia menyisir rambutnya dan memandang wajahnya seraya mengusap pipinya.
“Apa kurangnya aku ini? Mengapa suamiku berubah?” kata Angel bicara depan cermin.
Drrrt Drrrt
“Aku akan extend. Akan lebih lama di luar kota,” ujar sebuah pesan, tertulis My Hubby yang merujuk pada nama Nick, sang suami.
“Mas … sampai berapa lama? Kenapa extend? Bukannya lusa adalah anniversary kita? Kita ke Singapura yuk, jalan-jalan sekalian antar aku temui Papa Mama. Kita udah lama kan, gak ke luar negeri berdua,” ujar Angel dengan emoji peluk.
“Ya udahlah, anniversary nothing special. Gak ada yang istimewa kan? Udah 3 tahun juga, begini begini aja. Sekadar ucapan jarak jauh juga gak masalah. Lagipula mana sempat aku ke luar negeri, kerjaan lagi banyak,” kata Nick.
“Kamu kok gitu sih mas … berapa lama?”
“Ya aku belum tahu, nanti aku kabari lagi ya,” ujarnya.
Angel melihat ke arah kalender. Keinginan dalam hatinya tentunya ingin melewatkan hari spesial itu bersama sang suami. Apa daya, tidak ada sedikit perhatian dari Nick.
Pagi hari, Angel kembali masuk ke kantor. Sudah ada Bara terlihat sibuk mengumpulkan karyawan dan menggelar rapat. Bara melihat Angel yang kini datang tepat waktu, sesuai arahan Bara. Namun Bara masih sibuk menandatangani beberapa berkas di antara para karyawan di ruang rapat.
“Riri! Ssst …”
Angel memanggil Riri yang sudah ada di dalam ruang rapat. Riri ke luar sejenak dan menghampiri Angel.
“Udah masuk kamu? Udah sembuh?”
“Ah … hmm udah kok bu. Aku udah lebih sehat. Kenapa bu? Ayo ke ruang meeting. Pak Bara masih tanda tangan berkas dulu, sambil nunggu ibu juga sekalian,” kata Riri.
“Rapat apa sih,” tanya Angel.
“Memangnya ibu gak dikasih tahu?”
“Ah saya gak tahu,” ujar Angel.
“Lho, Pak Bara kan sudah buat WA grup yang baru. Isinya semua karyawan.Dan semalam ada perintah untuk meeting. Eh … ibu gak ada di grup ya? Saya baru tahu,” kata Riri.
“KETERLALUAN!”
Tak Tok Tak Tok
“MAKSUD KAMU APA YA?!”
Angel berdiri menghampiri Bara yang sedang duduk dan sibuk menandantangani berkas. Beberapa karyawan saling menoleh dan melihat satu sama lain. Bara mendongak dengan santai, menatap Angel yang emosional.
“Maksud saya gimana maksudnya? Ada apa sih?” tanya Bara cool.
“Ada grup WA, grup karyawan, yang gak ada saya di dalamnya. Maksudnya apa? Saya gak dilibatkan dalam tim? Atau gimana sih? Saya tersinggung ya,” kata Angel dengan kesal.
“Ohhh … itu. Gak usah sensi dulu sih. Mungkin sekretaris saya lupa memasukkan nomor kamu,” kata Bara santai dan cuek.
“Bagaimana bisa lupa sih? Kan saya yang membangun klinik ini, saya orang penting di sini, kenapa dilupakan? Hah! Memang kamu pelan-pelan mau menyingkirkan saya ya? Iya!”
“Ho ho ho, saya tanya sama semuanya ya, bos kalian ini dari dulu memang emosian ya,” tanya Bara di hadapan karyawan seraya melirik ke arah Angel.
“Hemmmm …”
Para karyawan hanya geleng-geleng kepala, bergumam dan bingung mau menjawab apa. Riri mencoba menenangkan Angel.
“Bu … udah bu. Mungkin memang cuma missed komunikasi. Tenang dulu bu,” kata Riri berbisik.
“Huft!”
Angel yang sedang emosional akhirnya kini menjadi lebih stabil. Dia menaruh tasnya di atas meja, dan duduk bersebrangan dengan Bara. Dia membuka laptopnya untuk mengalihkan rasa marahnya.
Bara memimpin rapat, memaparkan materi dan juga presentasi. Angel malas memerhatikan Bara, dan justru dia sibuk mencari website bakery. Angel mengirim pesan kepada salah satu bakery dan memesan kue.
“Tolong antarkan kue ini ke hotel Kemuning di Karawang ya. Nanti tolong kasih ke resepsionis aja, untuk nama Pak Nick. Tulisannya, I Miss You,” tutur Angel lewat chat kepada toko bakery.
“EHEM! ANDA MENGERTI ANGEL?”
Angel tidak mendengarkan ucapan Bara sejak rapat dimulai. Dia sibuk sendiri memesan kue untuk sang suami.
“Apa? Kenapa?”
“Aduh, Anda ini gimana sih? Gimana label Anda bisa maju lagi kalau arahan saya saja tidak didengar,” kata Bara berkuasa.
“Pak Bara bilang, kalau kita nanti akan pakai MUA juga bu. Ke depannya akan banyak kerjasama,” bisik Riri.
“Ahhh oke, atur aja,” kata Angel sedang tak bersemangat.
Bara hanya tersenyum kecil melihat reaksi Angel dan melanjutkan paparannya. Hingga rapat selesai, Angel tetap terfokus pada suaminya, kue, dan pesanannya.
Kriiing Kriing!
Ketika Angel menuju kamar mandi setelah selesai rapat, dia menerima telepon. Begitu serius Angel mengernyitkan dahi saat bicara dengan kurir bakery.
“Lho jadi maksudnya, suami saya gak di hotel Kemuning lagi? Masih di sana kok, karena akan extend atau lebih lama di sana. Sudah saya kasih kan kontaknya?”
“Sudah bu, tapi gak dijawab sama beliau. Lalu saya tanya resepsionis, Pak Nick sudah check out sejak semalam. Jadi sudah gak ada di hotel,” kata kurir.
Tanpa Angel sadari, Bara berada beberapa langkah di belakangnya, menyimak kegelisahan Angel dari arah belakang. Terlihat Angel panik lalu menghubungi Nick.
“Kamu gimana sih mas? Kamu bilang akan perpanjang di Karawang, kamu bilang sama aku kalau kamu di hotel Kemuning. Tapi aku kasih kue buat kamu, kurir bilang kamu gak ada di sana. Gimana sih kamu mas,” kata Angel kesal.
“Ya aku udah check out, aku di rumah ibu di Cikarang,” kata Nick dingin.
“Kamu di rumah ibu kamu tapi kamu gak bilang aku? Gimana sih kamu. Kenapa gak pulang aja?”
“Ya aku kemalaman, nanti malam aku pulang,” kata Nick santai.
“Kamu kenapa sih mas, gak terbuka sama aku? Kamu pulang dari luar kota, gak laporan. Kamu di rumah ibu, gak bilang. Aku kan istri kamu mas ….”
Angel berkata lirih di lorong toilet seraya didengar oleh Bara dari arah belakang. Hingga telepon selesai, Angel dan Nick sudah kehabisan kata-kata untuk berdebat.
“COWOK EMANG GITU. KENAPA MEMANGNYA DENGAN SUAMI KAMU?”
DEG!
Angel menoleh seraya menghapus air mata di pipinya. Bara melangkah maju perlahan dan menatap Angel.
“Ah gak apa-apa, bukan urusan kamu,” jawab Angel seraya bergegas meninggalkan Bara dengan mata berkaca-kaca.
Bara hanya bisa diam menatap Angel setelah mendengar pertengkaran Angel dan Nick di telepon. Angel kembali menuju ruang kerjanya, tanpa menjelaskan apa yang terjadi.
Lilin lilin sudah terpasang di atas meja makan dengan cantiknya. Angel berharap Nick segera pulang. “Sudah pulang dari jam 5 sore tadi. Nick katanya sih mau pulang. Kamu apa kabar?”“Aku baik, Bu. Mas Nick belum sampai di rumah. Ibu sehat? Nanti aku sempatkan main ke sana ya, Bu,” kata Angel kepada ibu mertuanya, ibunda Nick. “Iya. Nick sempat ke sini semalam, menginap di sini habis pulang dari luar kota. Terus, tadi langsung pulang katanya sih mau pulang ke rumah. Tunggu aja,” kata sang ibunda. “Iya, Bu. Aku tunggu. Tapi ini udah jam 8 malam, ini hari pernikahan kami yang ketiga. Kok belum pulang ya? Mungkin macet ya, Bu,” kata Angel bertanya sendiri, dan menjawab sendiri pertanyaannya dengan ekspresi gelisah. “Ya mungkin macet. Karena jam sibuk, kan? Selamat ulang tahun pernikahan untuk kalian. Semoga kamu segera diberi momongan ya. Ibu juga sudah ingin banget,” ucap sang ibu mertua. “Aamiin,” jawab Angel seraya melihat jam dinding. JEGEEERRR!Angel menuju tirai dan melihat ke
Riri datang membawa berkas ke ruangan Angel. Terlihat perempuan cantik, modern, dan kuat itu sedang melamun di depan komputer. Bara benar, mata Angel terlihat sembab hari ini. “Memangnya sembab banget ya, Ri?”“Hemm, lumayan, Bu. Bengkak … ibu lagi mata panda ya? Kurang tidur ya,” tanya Riri seraya berdiri di depan Angel. “Hemm … kurang tidur iya, sedih iya,” ucap Angel menunduk sambil menggoyangkan pulpen di atas meja. “Ibu nangis? Kenapa, Bu?” tanya Riri polos. “Ri, kamu kan juga kenal suamiku ya. Menurut kamu, pernikahanku dan Mas Nick itu gimana?”“Hah? Gimana apanya, Bu? Aku gak mau … humm … maksudku, gak mau ikut campur,” kata Riri sambil menyelipkan rambutnya di telinga. “Yaa … kamu sebagai orang luar, melihat aku dan Mas Nick itu gimana? Apa memang terlihat ya, kalau pernikahan kami sudah …”“Sudah apa, Bu, tanya Riri bingung. “Ah ya sudahlah, gak usah dibahas. Tolong ambilkan kompres aja kali ya, mau kompres mata. Ambilkan lap dan air es aja ya,” ucap Angel tersenyum.
Segelas minuman dingin dengan hiasan bunga tropical ada di samping Angel yang sedang duduk di pinggir kolam renang infinity pool di tepi pantai, di Bali. Dengan tank top seksi dan celana pendek, Angel mencelupkan kedua kakinya ke dalam air kolam renang seraya menikmati langit yang bertabur bintang. Matanya sesekali menatap ponselnya, menanti kabar atau sekadar perhatian dari sang suami. Pencahayaan temaram di tepi kolam renang membuat mata Angel berkaca-kaca. “Better?”Leher Angel mendongak ke atas mencari sumber suara. Bara datang menghampirinya dengan mengenakan sweater biru dongker dan celana jeans yang membuatnya begitu menawan. Baru kali ini Angel melihat Bara tidak mengenakan jas. “Better apanya,” tanya Angel menarik kakinya dari dalam kolam renang lalu berdiri dan mencari kursi seraya menggenggam telepon di tangan kanan dan gelas di tangan kiri. “Ya kondisinya. Tadi katanya kelelahan. Besok pameran sudah dimulai. Akan lebih sibuk lagi, butuh kondisi yang fit,” kata Bara den
CHEERS!Bara menutup malam pameran di Bali dengan barbekyu party, Angel bersama beberapa karyawan terlihat ikut hanyut dalam momen itu. Sesekali Bara menatap Angel dengan tatapan mata dingin penuh makna, namun Angel tidak menyadarinya. “Kita deal ya!”“Tapi kenapa pak, kami tidak boleh pakai skincare dan kosmetik milik bu Angel? Kami tahu reviewnya bagus juga,” kata para klien. “Tidak usah. Saya yang memimpin saat ini. Pakai label perusahaan saya saja,” kata Bara deal-dealan dengan para klien tanpa sepengetahuan Angel. Klien sepakat dengan Bara yang semakin menguasai perusahaan itu. Di sisi lain, Angel hanya bisa mengikuti permainan Bara. Dia fokus dengan ponselnya, menghubungi suaminya selagi Bara ngobrol dengan para klien. Angel membawa piring berisi beberapa sate barbekyu dan menepi sejenak untuk menghubungi Nick. “Kamu itu kenapa sih, Mas? Kenapa kamu kasar banget sama Mama,” kata Angel kepada suaminya dengan lirih. “Kasar gimana sih?”“Kamu di mana sekarang,” tanya Angel men
Angel cukup terkejut melihat keberadaan Nick yang sudah berada di rumah saat dia pulang dari Bali. Dengan senyum yang tersungging di bibir, Angel menghampiri suaminya dengan tas selempang masih ada di bahunya. “Ya ampun, Mas! Aku gak nyangka lho kamu ada di rumah. Aku senang banget kamu di sini jam segini,” kata Angel melihat ke arah jam dinding, masih pukul 5 sore. Ini menjadi momen langka untuk mereka karena Nick pulang lebih cepat, ada di rumah lebih pagi. Nick yang sedang makan itu akhirnya menaruh garpu dan sendok di piringnya. “Iya, aku sudah pulang dari jam 4 sore. Tadinya mau hubungi kamu, mau jemput kamu di bandara. Ya sudahlah, karena kamu gak mungkin bisa dihubungi kalau lagi di pesawat, aku langsung pulang ke rumah aja,” tutur Nick memegang tangan Angel. Angel merasa berseri-seri, duduk di samping suaminya seraya mencondongkan tubuhnya untuk lebih intim. Suatu sikap yang tidak biasa dilakukan oleh Nick kepada sang istrinya. “Ahhh kamu so sweet banget Mas. Aku bahagia
“Angel!”“Angel!”Bara dua kali memanggil Angel yang sedang melamun saat menggoyangkan pulpen di atas meja. Wajah Angel murung dan seolah penuh beban pikiran. “Angel!”“Oh iya, Mas, Gimana ya?”Angel kikuk dan terkejut saat namanya dipanggil sekali lagi. Bara tersenyum kecil hingga mendekat ke arah Angel. Mereka sedang berada di ruang rapat, bicara dengan para klien. “Proposal kamu ini saya tolak! Semua produk ganti pakai punya perusahaan saya!”“Lho Mas! Kok gitu sih? Perusahaan kita merger ini bukan berarti semua produk saya dibumihanguskan kan? Kenapa produk kami gak boleh berkibar juga? Ya kalau kami gak bisa jualan juga, artinya ini sama saja perusahaan kamu dong! Bukan merger namanya, tapi ganti kepemilikan,” ucap Angel berteriak di depan wajah Bara, di hadapan para klien yang resah dan saling menoleh. “Kamu lupa perjanjian kita? Semua keputusan, ada di tangan saya!”“TERSERAH! SAYA GAK MAU ANDIL DALAM SETIAP PROJECT APAPUN! SAYA CAPEK!”“Angel!”Angel ke luar ruangan karena
Angel tiba-tiba tergerak untuk menelepon seseorang setelah selesai bicara dengan suaminya di telepon. Agak ragu memang, Angel menggigit bibirnya sendiri lalu mematikan ponselnya. Kriiing! Kriiing! “Ngel, tadi kamu telepon Ibu?” tanya ibu mertua, ibunya Nick. “Ehhh iya Bu. Kepencet,” kata Angel beralasan seraya bangkit dari kursi kerjanya lalu melihat ke arah jendela. “Ohhh kepencet. Hemm ibu kira kenapa. Nick nanti malam mau ke sini katanya karena besok akan berangkat dari sini, mau ke luar kota. Ibu kira kamu ikut,” kata sang mertua baik-baik saja. “Hemm … aku malah gak tahu Bu,” ujar Angel murung. “Gak tahu gimana maksudnya?” “Ehhh … enggak enggak. Maksudku, aku malah gak tahu bisa ikut apa enggak, karena memang klinik aku lagi sulit. Ada banyak sekali yang harus dibenahi. Jadi sebagai istri, aku dukung karier Mas Nick aja,” kata Angel menutupi sikap suaminya, dan tidak mau banyak mengeluh. “Ahhh … jangan terlalu sibuk. Kan akhir pekan ini ada libur tanggal merah plus ak
Saat long weekend tiba, Angel sudah berdandan sejak pukul 9 pagi. Dia memasang catok rambut kemudian menyiapkan dress yang cantik beserta blazer. “Ah enak banget sih kalian semua, sudah long weekend. Saya tetap harus kerja nih,” tutur Angel lewat grup chat para dokter dan karyawannya dulu, tanpa ada Bara di dalamnya. “Ah ibu, kami juga kan para dokter tetap on duty. Tetap masuk karena harus melayani pelanggan. Ya memang sih, ada yang shift dan piket bergantian. Yang liburan sih Riri tuh, ke Lombok katanya,” kata para dokter menyebut nama Riri. “Hehe, iya nih. Holiday dulu ya,” tulis Riri. Angel hanya bisa tersenyum membaca pesan di grup para karyawannya yang nyaris menganggur jika klinik ditutup. Yang utama, Angel merasa lega karena gaji mereka sudah dibayar dengan lancar saat ini. Angel menuruni anak tangga dan melihat ke meja makan. Si mbak ART sudah menghidangkan cereal dan roti tawar sesuai pesanan Angel. Krrriiing! Kriiiing!“Ya halo Ma,” kata ibunya Angel dari Singapura.