Lilin lilin sudah terpasang di atas meja makan dengan cantiknya. Angel berharap Nick segera pulang.
“Sudah pulang dari jam 5 sore tadi. Nick katanya sih mau pulang. Kamu apa kabar?”
“Aku baik, Bu. Mas Nick belum sampai di rumah. Ibu sehat? Nanti aku sempatkan main ke sana ya, Bu,” kata Angel kepada ibu mertuanya, ibunda Nick.
“Iya. Nick sempat ke sini semalam, menginap di sini habis pulang dari luar kota. Terus, tadi langsung pulang katanya sih mau pulang ke rumah. Tunggu aja,” kata sang ibunda.
“Iya, Bu. Aku tunggu. Tapi ini udah jam 8 malam, ini hari pernikahan kami yang ketiga. Kok belum pulang ya? Mungkin macet ya, Bu,” kata Angel bertanya sendiri, dan menjawab sendiri pertanyaannya dengan ekspresi gelisah.
“Ya mungkin macet. Karena jam sibuk, kan? Selamat ulang tahun pernikahan untuk kalian. Semoga kamu segera diberi momongan ya. Ibu juga sudah ingin banget,” ucap sang ibu mertua.
“Aamiin,” jawab Angel seraya melihat jam dinding.
JEGEEERRR!
Angel menuju tirai dan melihat ke luar jendela. Hujan begitu deras di luar disertai petir dan angin kencang. Mbak ART mondar-mandir membawakan alat makan dan berbagai perlengkapan.
“Bu … ini dessertnya mau sekalian saya taruh, atau gak usah dulu?”
“Hemm, gak usah dulu deh mbak. Tolong taruh di kulkas dulu aja. Mas Nick belum datang,” ucap Angel melamun dengan wajah sedih.
Dia sudah tampil anggun dengan dress cocktail warna broken white. Bunga bunga segar juga sudah ada di meja. Angel menata semuanya sendiri. Dia berharap Nick mendapatkan kejutan, usai pulang dari luar kota.
Drrrt Drrrt!
“Aku gak bisa pulang cepat. Tiba-tiba ada berkas yang ketinggalan, klien minta presentasi malam ini. Apalagi, sekarang hujan deras. Aku terjebak di hujan dan ngopi bareng klien,” tutur Nick lewat pesan seraya mengirimkan foto cangkir kopi dan juga laptop dengan tampilan grafik.
Mata Angel berkaca-kaca membaca pesan suaminya. Hatinya begitu pedih sambil melihat ke arah meja makan yang sudah ditata. Sedihnya, tidak ada keceriaan di momen yang begitu manis, yang semestinya bisa menjadi malam yang panjang untuk mereka berdua.
Angel spontan menelepon sang suami berharap bisa merayu Nick agar lebih cepat pulang. Berbagai persiapan yang sudah ditata begitu romantis seakan menjadi mubazir.
Tuuut Tuuut Tuuut!
Nick justru menolak panggilan telepon Angel. Air mata langsung menetes di pipi, mengalir begitu saja tiba-tiba. Angel duduk dengan ekspresi lemas, dengan menatap semua hidangan dari steak, sup, hingga aneka pastry.
CEKREK!
Angel mengirim foto hidangan di atas meja makan yang ditata begitu sempurna. Dia mengirim foto itu kepada suaminya.
“Ini anniversary kita yang ketiga mas. Apa gak bisa, kamu pulang sebentar aja? Demi aku, demi kita. Aku akan tunggu sampai kamu pulang ya, aku mohon,” tulis Angel seraya menghapus air mata.
Drrrt Drrrt!
“Aduh … aku gak janji pulang jam berapa. Kamu tidur duluan aja. Lagipula kamu itu untuk apa sih siapkan perayaan begitu? Gak perlu lah. Capek-capekin aja!”
JLEB!
Begitu tajam dan menukik langsung menusuk hati Angel. Begitu sakit rasanya Angel membaca pesan sang suami. Tangisan bertambah lebih deras frekuensinya dibanding sebelumnya.
“TIDAAAKKK!”
PYAAARR!
Tak sengaja tangan Angel membuat sebuah gelas kristal terjatuh ke lantai, pecah dengan beling berserakan. ART mengintip dari dapur, melihat Angel menangis.
“Awhh!”
“Eh ibu. Udah biar saya aja yang bersihkan pecahan belingnya. Tuh, jari ibu berdarah deh. Ibu kenapa menangis? Jangan sedih ya, Bu,” kata ART memegang tangan Angel.
“Mbak, kamu bungkus aja semua makanan. Kasih satpam komplek di ujung jalan, atau kamu bagi-bagi aja ya. Saya mau tidur aja, sekalian mau obati luka dulu,” ucap Angel menangis.
“Lho, gak jadi makan malam, Bu? Itu puddingnya sudah matang,” kata ART.
“Gak jadi, saya lelah,” kata Angel dengan mata sembab dan berlalu seraya memegang jari telunjuknya dengan tisu karena berdarah terkena beling.
Lagi-lagi Angel tidur malam ini dalam keadaan menangis, air mata membasahi bantalnya. Angel menghapus makeupnya sambil berbaring hingga berantakan di wajahnya,
“Tega banget sih kamu mas, apa salahku,” isak Angel bicara monolog.
Karena lelah menangis, Angel tertidur lelap. Bahkan suaminya pulang pun, tidak disadarinya. Sampai di pagi hari Angel terbangun, dia melihat Nick sudah bangkit dari ranjang dan menyikat gigi di depan wastafel.
“Kenapa sih mas?!”
Tiba-tiba Angel mendekat ke arah Nick, masih di balik dress transparan broken white bekas semalam. Wajahnya kusut, matanya sembab.
“Kenapa apanya sih,” tanya Nick seraya berkumur lalu berbalik menatap istrinya.
“Ini black anniversary untuk kita. Tahun lalu, kita masih baik-baik aja, masih merayakannya ke Singapura meski hubungan kamu dan Papa Mama tidak harmonis sejak awal. Tapi kenapa, kenapa kamu berubah? Kenapa kamu makin dingin sama aku, kenapa kamu makin jauh dari aku. Aku semakin merasa … tidak dianggap,” kata Angel dengan lirih dan mata berkaca-kaca.
“Kamu tuh gak paham ya, aku itu kan manajer sekarang, nah ada proyeksi aku akan dipromosikan sebagai wakil direktur. Ya, walaupun perusahaan kecil kata Papamu, tapi kan aku harus tunjukkan yang terbaik. Kamu sebagai istri harusnya paham dong,” bentak Nick dengan nada tinggi.
“Oke, aku sangat mendukung karier kamu, mas. Tapi tolong … kasih aku perhatian, kita bisa jalani ini dengan lebih baik lagi. Aku nunggu kamu semalam, mas. Aku pikir kamu pulang di hari jadi kita. Kasih aku cincin berlian yang kamu beli,” tutur Angel dengan bibir bergetar menahan emosi.
“Cincin?”
“Iya … cincin yang kamu belikan untuk aku, dalam struk yang aku temukan waktu itu. Itu cincin untuk aku kan? Aku pikir, kamu akan kasih surprise untuk aku … aku sudah menunggu momen itu. Tapi kamu malah gak pulang,” ujar Angel menangis.
“Kamu salah, aku gak pernah beli cincin. Udah ya, aku harus berangkat. Pagi ini ada coffee morning dengan klien. Oh ya, soal anniversary, ya udahlah, gak usah dilebih-lebihkan,” kata Nick langsung masuk ke kamar mandi dan meninggalkan Angel.
Lagi-lagi Angel menghela nafas dengan tersengal sesegukan karena kecewa. Apalagi Nick tidak mengakui soal cincin berlian itu. Angel semakin frustasi dan kehabisan kata-kata.
Dia mengalihkannya dengan berangkat ke kantor. Sebuah mobil parkir di area parkir khusus CEO. Angel turun dari mobil, dan kesulitan mendapatkan tempat parkir. Satpam menyambangi Angel.
“Kenapa, Bu?”
“Ini kan biasanya ada 3 lot parkir di sini. Saya sampai gak bisa parkir. Ini mobil siapa aja sih?!”
“Ohhh … iya bu, ini tamu-tamunya Pak Bara,” kata satpam.
“Hah? Tamu? Terus saya parkir di mana? Sudah keliling, lot parkir lagi penuh sama konsumen dan mobil para dokter. Aduhh,” kata Angel kesal.
“Di sini aja bu, di pinggir mobil Pak Bara, paralel aja ya. Saya pandu,” kata satpam.
Angel menahan emosi seraya masuk lagi ke dalam mobil. Dia menggunakan kacamata hitam untuk menutupi matanya yang bengkak. Jarinya juga dibalut perban karena luka.
Angel menuju ruangan Bara masih di balik kacamata hitamnya. Bara yang sedang ngobrol dengan para tamu, menatap Angel di pintu.
“Ahhh Angel! Silakan masuk, saya kenalkan dengan para klien,” kata Bara berdiri menjemput Angel di pintu.
“Gak perlu! Mas itu keterlaluan ya. Arogan dalam segala hal,” kata Angel dengan berbisik namun bernada kesal.
“Maksudnya?”
“Saya sampai susah parkir, karena tamu-tamu Anda menghalangi,” kata Angel menunjuk ke arah depan.
“Ahh … itu. Tamu harus diberikan yang terbaik, bukan?” tutur Bara menunduk ke arah jari Angel yang dibalut perban.
Angel menyadari dan menunduk sampai kacamatanya merosot ke pipi. Angel menutupi jarinya lalu menatap Bara.
“Hei, mata kamu bengkak, seperti habis menangis,” kata Bara menatap Angel.
“Ahh … hemm … “ kata Angel salah tingkah lalu menunduk.
“Suamimu?”
“Maaf, bukan urusan kamu,” kata Angel menghindar dan berbalik.
“Hei!”
Langkah Angel terhenti saat Bara sedikit teriak. Angel tidak menoleh, tetap membelakangi Bara.
“Pria yang gentleman tidak membuat wanita menangis,” kata Bara tiba-tiba.
Angel hanya tersenyum kecut lalu memakai lagi kacamatanya. Dia tidak menjawab ucapan Bara, melainkan langsung masuk ke ruangannya dan meninggalkan Bara dengan sejuta tanya.
Angel melotot menatap Bara saat mendengar Bara menyatakan perasaannya. Sang perempuan berbadan dua itu sedikit memastikan apa yang sebenarnya Bara katakan. "Maksud kamu gimana mas? Aku gak paham," ujar Angel. "Ya maksudku sudah jelas Ngel. Bahwa aku sayang sama kamu. Entah kenapa, ini semua seperti proses. Jujur, awalnya aku sangat benci kamu dan ayahmu, namun setelah aku mengenal kamu lebih jauh, justru hidupku menjadi lebih baik, aku lebih banyak tersenyum. Kamu mengisi kekosongan dan mengusir rasa dendam itu Ngel," kata Bara menyatakan panjang lebar. "Apaan sih kamu mas ..."Angel mencoba menghindar dan menuju ke arah pintu ruang kerjanya. Bara lantas memegang bahu Angel. "Jangan marah Ngel, aku hanya menyatakan yang sebenarnya, yang aku rasakan," kata Bara. "Mas ... aku ini istri orang. Bahkan, aku sedang mengandung anak suamiku," kata Angel dengan mata berkaca-kaca. "Aku hanya mau tanya satu hal sama kamu Ngel," kata Bara. "Apa itu mas," sahut Angel. "Apakah kamu masih ci
Angel sudah jauh lebih baik hari ini. Dia sudah mulai bisa tersenyum saat masuk ke kantor. Sudah sepekan sejak Angel masuk rumah sakit dan dinyatakan hamil. "Ya baik! Deal ya pak! Kita jalankan kerja sama ini," kata Bara saat bersalaman dengan klien kemudian menoleh ke ruang kaca. Angel melintas dengan membawa tas tangan dengan penampilan yang sudah jauh lebih baik. Lantas kemudian Angel masuk ke dalam ruangannya. Bara bergegas menuju ke ruangan Angel. "Sehat Ngel?" tutur Bara tersenyum kecil. "Hei ... mas. Iya udah lebih baik," kata Angel tersenyum dan sudah jauh lebih tegar. "Syukurlah. Aku senang dengarnya. Gimana? Sudah lebih bisa rileks atau ..." "Ya, sudah mas. Aku sudah lama menginginkan anak ini," kata Angel memegang perutnya. "Iyaaa ... aku paham. Kalau kamu memang tidak sanggup, pulang gak apa-apa. Gak usah ke kantor," ujar Bara. UWEEKK! UWEEEK! Angel tiba-tiba mual. Dia lantas beranjak dari bangkunya lalu menuju wastafel. Bara cukup menunjukka
Nick bertanya kepada satpam di depan rumah Angel. Saat menurunkan kaca jendela, satpam tentu sudah mengenal majikannya. Saat mendekat, Nick mengajak satpam tersebut ngobrol. "Pak Nick gak masuk? Sudah lama sekali Pak Nick tidak pulang. Ibu lagi hamil katanya pak. Selamat ya," kata satpam enggan ikut campur. "Ah iya pak. Ya ... memang saya gak mungkin pulang. Mungkin bapak sudah tahu ..." kata Nick terlihat bimbang. "Iya pak. Yang sabar ya pak, saya ikut doakan yang terbaik," kata satpam. "Di dalam sedang ada tamu saya lihat," kata Nick menyelidik. "Ah iyaa... ada Pak Bara. Beberapa kali sering ke sini sejak bu Angel sering sakit dan hamil," kata satpam. "Ohhh ... sering datangnya?" tanya Nick. "Hemm ... ya sejak bu Angel masuk rumah sakit, dan pulang dari rumah sakit aja sih pak," kata satpam. Nick melihat ke arah mobil Bara. Dia mengangguk dan langsung pamit kepada satpam tanpa masuk. Lalu Nick memberikan sekantong plastik mangga dan bubur ayam untuk Angel. "Tolong kasih ya
Nick melihat istrinya pagi hari. Semalaman, Nick tidur di sofa. Wajah Riri cemberut dengan tanpa senyum sedikitpun. Nick bangkit dari sofa memegang bahu Riri dari belakang. "Jangan gitu dong sayang, jangan marah," kata Nick saat Riri tengah menyiapkan sarapan. "Apaan sih! Jangan sentuh sentuh aku," ucap Riri ketus. "Sayang ... aku kan memang masih suaminya Angel. Jadi wajar kalau kami memang tidur bareng. Dia aku kasih nakah batin," kata Nick mencoba merayu Riri. "Gila kamu ya! Berani-beraninya kamu berpikir seperti itu!" kata Riri. "Ya bukan berani-beraninya, saat itu memang Angel merayu aku, dan aku ....""TERGODA! AH KAMU EMANG DOYAN!" tukas Riri sambil mengacungkan pisau. "Sayang, please! Tolong mengerti," kata Nick. "Ya terus, kalau Angel sedang hamil anak kamu, terus, kamu gak jadi cerai? Terus nasib aku gimana? Terus jadi yang kedua seumur hidup? Hah!" "Ya gak begitu juga sayang ... Angel juga gak mau nerima aku lagi. Tapi, tentu memang kami belum bisa bercerai. Tapi ak
Pagi hari, Nick termenung di balkon apartemen. Riri dengan dress dan perut yang mulai terlihat, memberikan jus di pagi hari. Sang istri siri juga membawakan buah untuk suaminya. "Sayang, kok kamu melamun aja sih? Semalam pulang jam berapa? Aku udah tidur," kata Riri sambil memetik satu buah anggur. "Hemm iya, jam 11 malam," kata Nick sambil menatap ke arah sejauh mata memandang dengan dingin. "Oh gitu, kok gak bangunin aku sih? Terus, sekarang kamu ke kantor? Temani aku aja dong sayang," kata Riri langsung duduk di pangkuan Nick. "Aduh ..." kata Nick langsung mengelak lalu menghindar perlahan."Ada apa sih sayang? Kok kamu kayak sembunyikan sesuatu dari aku," kata Riri mulai curiga. "Hah? Gak apa-apa," kata Nick. "Pasti kamu mikirin Bu Angel kan? Jujur!" kata Riri. Nick hanya menggeleng dan menoleh ke arah Riri dengan dingin. Dia berdiri lalu memegang besi balkon sambil menatap jalan.Riri mulai resah, dan bingung dengan sikap suami yang dirampasnya. Lantas, Riri memeluk Nick d
TING TONG! ART membuka pintu. Bara yang datang, membawakan beberapa plastik berisi makanan. Pukul 7 pagi saat ini. "Pak Bara ... ada apa ya?" tanya ART sudah mengenalnya. "Angel ada? Sudah bangun?" tanya Bara ramah. "Non Angel lagi di area belakang, lagi minum jus di area kolam renang," kata ART. "Saya susul ya. Sudah makan belum dia?" tanya Bara lagi. "Tadi sih bu Angel katanya sedang mual. Jadi makanya minta dibikinin jus dan buah aja," kata ART. "Oh gitu, ya sudah, saya ke dalam ya," kata Bara seraya melangkah. Bara mengintip ke arah kolam renang. Terlihat Angel tengah menyantap buah sambil melamun. Tatapan matanya kosong dan memang sedang banyak pikiran. "Ehem! Morning," kata Bara tiba-tiba. "Ehhh ... mas Bara? Kok ada di sini," tanya Angel seraya berdiri menyambut atasannya. 'Ya kebetulan sebelum ke kantor sekalian lewat. Ada bubur sumsum dan kacang ijo nih. Mau yang mana? Belum sarapan kan," tanya Bara seraya memperlihatkan makanan yang dipegangnya. "Ya amp