Share

Bab 7 - Pria Gentleman Tidak Membuat Wanita Menangis

Lilin lilin sudah terpasang di atas meja makan dengan cantiknya. Angel berharap Nick segera pulang. 

“Sudah pulang dari jam 5 sore tadi. Nick katanya sih mau pulang. Kamu apa kabar?”

“Aku baik, Bu. Mas Nick belum sampai di rumah. Ibu sehat? Nanti aku sempatkan main ke sana ya, Bu,” kata Angel kepada ibu mertuanya, ibunda Nick. 

“Iya. Nick sempat ke sini semalam, menginap di sini habis pulang dari luar kota. Terus, tadi langsung pulang katanya sih mau pulang ke rumah. Tunggu aja,” kata sang ibunda. 

“Iya, Bu. Aku tunggu. Tapi ini udah jam 8 malam, ini hari pernikahan kami yang ketiga. Kok belum pulang ya? Mungkin macet ya, Bu,” kata Angel bertanya sendiri, dan menjawab sendiri pertanyaannya dengan ekspresi gelisah. 

“Ya mungkin macet. Karena jam sibuk, kan? Selamat ulang tahun pernikahan untuk kalian. Semoga kamu segera diberi momongan ya. Ibu juga sudah ingin banget,” ucap sang ibu mertua. 

“Aamiin,” jawab Angel seraya melihat jam dinding. 

JEGEEERRR!

Angel menuju tirai dan melihat ke luar jendela. Hujan begitu deras di luar disertai petir dan angin kencang. Mbak ART mondar-mandir membawakan alat makan dan berbagai perlengkapan. 

“Bu … ini dessertnya mau sekalian saya taruh, atau gak usah dulu?”

“Hemm, gak usah dulu deh mbak. Tolong taruh di kulkas dulu aja. Mas Nick belum datang,” ucap Angel melamun dengan wajah sedih. 

Dia sudah tampil anggun dengan dress cocktail warna broken white. Bunga bunga segar juga sudah ada di meja. Angel menata semuanya sendiri. Dia berharap Nick mendapatkan kejutan, usai pulang dari luar kota. 

Drrrt Drrrt!

“Aku gak bisa pulang cepat. Tiba-tiba ada berkas yang ketinggalan, klien minta presentasi malam ini. Apalagi, sekarang hujan deras. Aku terjebak di hujan dan ngopi bareng klien,” tutur Nick lewat pesan seraya mengirimkan foto cangkir kopi dan juga laptop dengan tampilan grafik. 

Mata Angel berkaca-kaca membaca pesan suaminya. Hatinya begitu pedih sambil melihat ke arah meja makan yang sudah ditata. Sedihnya, tidak ada keceriaan di momen yang begitu manis, yang semestinya bisa menjadi malam yang panjang untuk mereka berdua. 

Angel spontan menelepon sang suami berharap bisa merayu Nick agar lebih cepat pulang. Berbagai persiapan yang sudah ditata begitu romantis seakan menjadi mubazir. 

Tuuut Tuuut Tuuut!

Nick justru menolak panggilan telepon Angel. Air mata langsung menetes di pipi, mengalir begitu saja tiba-tiba. Angel duduk dengan ekspresi lemas, dengan menatap semua hidangan dari steak, sup, hingga aneka pastry.

CEKREK!

Angel mengirim foto hidangan di atas meja makan yang ditata begitu sempurna. Dia mengirim foto itu kepada suaminya. 

“Ini anniversary kita yang ketiga mas. Apa gak bisa, kamu pulang sebentar aja? Demi aku, demi kita. Aku akan tunggu sampai kamu pulang ya, aku mohon,” tulis Angel seraya menghapus air mata. 

Drrrt Drrrt!

“Aduh … aku gak janji pulang jam berapa. Kamu tidur duluan aja. Lagipula kamu itu untuk apa sih siapkan perayaan begitu? Gak perlu lah. Capek-capekin aja!”

JLEB!

Begitu tajam dan menukik langsung menusuk hati Angel. Begitu sakit rasanya Angel membaca pesan sang suami. Tangisan bertambah lebih deras frekuensinya dibanding sebelumnya. 

“TIDAAAKKK!”

PYAAARR!

Tak sengaja tangan Angel membuat sebuah gelas kristal terjatuh ke lantai, pecah dengan beling berserakan. ART mengintip dari dapur, melihat Angel menangis. 

“Awhh!”

“Eh ibu. Udah biar saya aja yang bersihkan pecahan belingnya. Tuh, jari ibu berdarah deh. Ibu kenapa menangis? Jangan sedih ya, Bu,” kata ART memegang tangan Angel. 

“Mbak, kamu bungkus aja semua makanan. Kasih satpam komplek di ujung jalan, atau kamu bagi-bagi aja ya. Saya mau tidur aja, sekalian mau obati luka dulu,” ucap Angel menangis. 

“Lho, gak jadi makan malam, Bu? Itu puddingnya sudah matang,” kata ART. 

“Gak jadi, saya lelah,” kata Angel dengan mata sembab dan berlalu seraya memegang jari telunjuknya dengan tisu karena berdarah terkena beling. 

Lagi-lagi Angel tidur malam ini dalam keadaan menangis, air mata membasahi bantalnya. Angel menghapus makeupnya sambil berbaring hingga berantakan di wajahnya, 

“Tega banget sih kamu mas, apa salahku,” isak Angel bicara monolog. 

Karena lelah menangis, Angel tertidur lelap. Bahkan suaminya pulang pun, tidak disadarinya. Sampai di pagi hari Angel terbangun, dia melihat Nick sudah bangkit dari ranjang dan menyikat gigi di depan wastafel. 

“Kenapa sih mas?!”

Tiba-tiba Angel mendekat ke arah Nick, masih di balik dress transparan broken white bekas semalam. Wajahnya kusut, matanya sembab. 

“Kenapa apanya sih,” tanya Nick seraya berkumur lalu berbalik menatap istrinya. 

“Ini black anniversary untuk kita. Tahun lalu, kita masih baik-baik aja, masih merayakannya ke Singapura meski hubungan kamu dan Papa Mama tidak harmonis sejak awal. Tapi kenapa, kenapa kamu berubah? Kenapa kamu makin dingin sama aku, kenapa kamu makin jauh dari aku. Aku semakin merasa … tidak dianggap,” kata Angel dengan lirih dan mata berkaca-kaca. 

“Kamu tuh gak paham ya, aku itu kan manajer sekarang, nah ada proyeksi aku akan dipromosikan sebagai wakil direktur. Ya, walaupun perusahaan kecil kata Papamu, tapi kan aku harus tunjukkan yang terbaik. Kamu sebagai istri harusnya paham dong,” bentak Nick dengan nada tinggi. 

“Oke, aku sangat mendukung karier kamu, mas. Tapi tolong … kasih aku perhatian, kita bisa jalani ini dengan lebih baik lagi. Aku nunggu kamu semalam, mas. Aku pikir kamu pulang di hari jadi kita. Kasih aku cincin berlian yang kamu beli,” tutur Angel dengan bibir bergetar menahan emosi. 

“Cincin?”

“Iya … cincin yang kamu belikan untuk aku, dalam struk yang aku temukan waktu itu. Itu cincin untuk aku kan? Aku pikir, kamu akan kasih surprise untuk aku … aku sudah menunggu momen itu. Tapi kamu malah gak pulang,” ujar Angel menangis. 

“Kamu salah, aku gak pernah beli cincin. Udah ya, aku harus berangkat. Pagi ini ada coffee morning dengan klien. Oh ya, soal anniversary, ya udahlah, gak usah dilebih-lebihkan,” kata Nick langsung masuk ke kamar mandi dan meninggalkan Angel. 

Lagi-lagi Angel menghela nafas dengan tersengal sesegukan karena kecewa. Apalagi Nick tidak mengakui soal cincin berlian itu. Angel semakin frustasi dan kehabisan kata-kata. 

Dia mengalihkannya dengan berangkat ke kantor. Sebuah mobil parkir di area parkir khusus CEO. Angel turun dari mobil, dan kesulitan mendapatkan tempat parkir. Satpam menyambangi Angel. 

“Kenapa, Bu?”

“Ini kan biasanya ada 3 lot parkir di sini. Saya sampai gak bisa parkir. Ini mobil siapa aja sih?!”

“Ohhh … iya bu, ini tamu-tamunya Pak Bara,” kata satpam.

“Hah? Tamu? Terus saya parkir di mana? Sudah keliling, lot parkir lagi penuh sama konsumen dan mobil para dokter. Aduhh,” kata Angel kesal. 

“Di sini aja bu, di pinggir mobil Pak Bara, paralel aja ya. Saya pandu,” kata satpam. 

Angel menahan emosi seraya masuk lagi ke dalam mobil. Dia menggunakan kacamata hitam untuk menutupi matanya yang bengkak. Jarinya juga dibalut perban karena luka. 

Angel menuju ruangan Bara masih di balik kacamata hitamnya. Bara yang sedang ngobrol dengan para tamu, menatap Angel di pintu. 

“Ahhh Angel! Silakan masuk, saya kenalkan dengan para klien,” kata Bara berdiri menjemput Angel di pintu. 

“Gak perlu! Mas itu keterlaluan ya. Arogan dalam segala hal,” kata Angel dengan berbisik namun bernada kesal. 

“Maksudnya?”

“Saya sampai susah parkir, karena tamu-tamu Anda menghalangi,” kata Angel menunjuk ke arah depan. 

“Ahh … itu. Tamu harus diberikan yang terbaik, bukan?” tutur Bara menunduk ke arah jari Angel yang dibalut perban. 

Angel menyadari dan menunduk sampai kacamatanya merosot ke pipi. Angel menutupi jarinya lalu menatap Bara. 

“Hei, mata kamu bengkak, seperti habis menangis,” kata Bara menatap Angel. 

“Ahh … hemm … “ kata Angel salah tingkah lalu menunduk. 

“Suamimu?”

“Maaf, bukan urusan kamu,” kata Angel menghindar dan berbalik. 

“Hei!”

Langkah Angel terhenti saat Bara sedikit teriak. Angel tidak menoleh, tetap membelakangi Bara. 

“Pria yang gentleman tidak membuat wanita menangis,” kata Bara tiba-tiba. 

Angel hanya tersenyum kecut lalu memakai lagi kacamatanya. Dia tidak menjawab ucapan Bara, melainkan langsung masuk ke ruangannya dan meninggalkan Bara dengan sejuta tanya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status