"Kau yakin tidak ikut pulang?" tanya Maria pada anak perempuannya setelah melepaskan pelukan.
Hari ini, Jacob mengajak Maria untuk pulang. Meskipun mereka sudah menghabiskan banyak waktu, tapi tetap saja, lelaki itu selalu mempunyai rasa cemburu ketika Maria lebih dekat dengan anak-anaknya.
"Aku akan di sini beberapa hari lagi, Mom." Raylin tersenyum, mencoba meyakinkan orang tuanya agar tak merasa khawatir.
"Baiklah, cepatlah pulang. Mom akan kesepian di rumah sendirian."
"Ehmm." Jacob berdehem, menatap Maria dengan kesal. Membuat Maria hanya bisa memutar bola mata dengan malas.
"Lihatlah, daddy bahkan cemburu denganmu," bisik Maria yang membuat Raylin terkekeh.
"Ayolah, ha
Menyadari posisi mereka saat ini, Xavier langsung mendorong tubuh Bianca begitu saja. Xavier berdiri, mengibaskan tangan pada dadanya, seolah jijik telah bersentuhan dengan Bianca."Jangan mengambil kesempatan, jalang. Aku tak akan pernah masuk dalam perangkapmu," kata Xavier dengan dingin.Melihat itu, Bianca memutar bola matanya malas. Dia juga tak sudi bersentuhan dengan Xavier. Dengan tertatih, Bianca mencoba bangun lalu menyilangkan tangannya di dada."Bisakah aku mempunyai privasi, aku tak suka seseorang masuk ke ruanganku tanpa izin."Xavier yang mendengar itu melongo, tapi tiba-tiba dia terkekeh. "Apa kau sedang bermimpi? Ruanganmu? Bahkan kau ada di rumahku saat ini, dan kau berlagak seolah tuan rumah?" ucap Xavier menggelengkan kepala sambil berdecak.
Sepanjang hari, Bianca benar-benar merasa kesal karena ucapan Xavier. Bagi Bianca, Xavier adalah sosok yang penuh percaya diri. Memang siapa yang mau menggoda lelaki kejam seperti dia? Itulah yang ada di pikiran Bianca.Keringat membasahi wajahnya, rasa lelah karena seharian bekerja membuat tubuhnya kembali merasa lemas. Ketika hari mulai sore, Bianca kembali ke kamarnya.Bianca sedikit terkejut mendapati setumpuk baju di ranjang. Dengan jalan yang tertatih, wanita itu mendekati dan menemukan secarik kertas di atas baju.'Aku mendengar kau akan tetap di sini, jadi pakailah pakaianku untuk sementara.'Bianca tersenyum tipis membaca pesan dari Raylin. Dia segera mengambil dan menata baju tersebut di lemari yang ada di depan ranjang. Merasa gerah, akhirnya Bianca memutuskan
Bianca mencoba berdiri, kepalanya menoleh kesana kemari dengan panik. Ketika dia berbalik dan ingin pergi, tangannya tiba-tiba ditarik oleh lelaki di belakangnya."Hei, kau kabur lagi, ya?" tanya lelaki itu menatap Bianca tajam."Lepas ... tolong lepaskan aku!" Bianca mencoba berontak, tapi genggaman tangan lelaki itu sangat kuat, membuat tangannya malah merasakan sakit.Mata Bianca melotot melihat beberapa anak buah Xavier sudah ada di depannya. Wanita itu hanya bisa mengumpat dalam hati ketika rencana kaburnya gagal.Tujuh orang lelaki datang mengerubungi Bianca, meskipun mereka terlihat lelah, tapi wajah mereka tetap segarang biasanya."Jika Xavier tahu tawanannya lepas, matilah kalian semua!" seru Scoot. Dia adalah lelaki
Suara ketikan di keyboard memenuhi ruangan bernuansa klasik tersebut. Karena ada urusan mendadak, mengharuskan Xavier datang ke perusahaan.Dia adalah tipikal orang yang suka bekerja di rumah, karena baginya keramaian bisa mengusik ketenangannya. Hanya untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu saja dia akan datang. Seperti saat ini.Pintu ruangan diketuk, membuat perhatian Xavier teralihkan. Dia mempersilahkan masuk seseorang yang ternyata sekretarisnya."Selamat siang, Tuan. Ini berkas yang Anda minta." kata Devan.Xavier hanya mengangguk dan mulai memeriksa berkas di depannya. Setelah semuanya sesuai, dia menutup kembali berkas tersebut."Saya juga ingin menyampaikan, pertemuan makan siang Anda dengan tuan Edmund satu jam la
Xavier baru saja selesai menelpon adiknya, sekarang dia ada di dalam mobil, menunggu kedatangan adiknya. Dia sama sekali tidak ada niatan untuk melepaskan borgolnya bersama Bianca. Lelaki itu masih berantipasi jika saja Bianca akan kabur.Jendela mobil diketuk membuat perhatian Xavier teralihkan, lelaki itu membuka kunci pada mobilnya dan membiarkan Raylin untuk masuk."Bianca," pekik Raylin terkejut. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Raylin dengan heran."Mom memintanya mengambil bunga," ungkap Xavier tidak membiarkan Bianca untuk menjawab. Lelaki itu mulai melajukan mobilnya kembali."Hei, tangan kalian!" Raylin kembali terkejut ketika melihat tangan kakaknya dan Bianca sedang terborgol."Dia takut aku akan kabur," sind
Bunyi berisik dari orang-orang yang berteriak membuat perhatian Bianca teralihkan. Wanita itu merasa penasaran dan mulai menghampiri asal suara. Dia merasa kaget ketika melihat Xavier sedang dipapah oleh Alexander. Di belakangnya beberapa penjaga mengikuti mereka."Apa yang terjadi?" tanya Bianca mencoba mendekat, tapi tak ada yang menjawab pertanyaannya.Meskipun begitu, Bianca tetap mengikuti ke mana Alexander membawa Xavier. Mereka menaiki tangga menuju kamar Xavier."Di mana nyonya Maria?" tanya Alexander pada Bianca."Nyonya baru saja keluar bersama Raylin tadi. Tuan Jaccob yang menjemput mereka." jawab Bianca.Alexander mendesah kasar, wajahnya terlihat cemas ketika menatap Xavier. "Tolong jaga tuan sebentar, aku
Xavier benar-benar telah keterlaluan mengerjai Bianca. Lelaki itu bahkan menyuruh Bianca untuk menggosok seluruh tubuhnya. Seolah urat malu lelaki itu telah putus, dia hanya memakai pakaian dalam ketika Bianca membantunya untuk mandi.Bianca sendiri terlihat pasrah. Meskipun begitu, sejak tadi dia hanya memejamkan mata saat menyentuh tubuh Xavier. Jantung wanita itu berdegup sangat kencang, saat tak sengaja melihat singa milik Xavier yang menyembul di balik pakaian segitiga itu."Kau sudah bersih saat ini." Tiba-tiba Bianca berdiri. Wanita itu memunggungi Xavier, tak ingin melihat lelaki tersebut."Bagaimana kau tahu tubuhku sudah bersih, jika sedari tadi kau memejamkan mata," sindir Xavier. Entah mengapa ada perasaan senang ketika dia menggoda wanita tersebut."Ke
"Xavier, kemarilah," kata Maria begitu wanita itu melihat putranya. Tangannya melambai dengan senyum paling manis, wanita paruh baya itu sedang duduk di meja makan bersama Bianca.Xavier tersenyum, tak mampu menolak pesona ibunya. Lelaki itu berjalan dengan pincang menuju kursi di samping ibunya. "Apa ini?" tanyanya heran melihat meja yang berantakan."Mommy sedang membuat kue dari resep yang diberikan Bianca. Rasanya benar-benar lezat, kau mau mencoba?" tanya Maria menatap putranya.Tak ingin mengecewakan sang ibu, Xavier mengangguk. Sesekali dia melirik ke arah Bianca yang sedang menghias roti.Maria mengambil roti yang ada di depannya. Roti itu benar-benar terlihat menggoda dengan sentuhan buah berry di atasnya. Warnanya yang merah membuat roti tersebut bertambah mena