Share

Terpaksa Menikah

POV ARYA

"Apa? Aku harus menikah dengan si cupu kampung itu, Pi?" tanyaku tak percaya dengan keinginan Papi.

"Kenapa memangnya? Rena itu anak yang baik, penurut dan lumayan cantik kan?" jawab Papi.

"Hah, cantik? Yang benar saja, pi. Muka cupu dan kampungan begitu, papi bilang cantik? Come om, pi. Sejak kapan selera papi jadi rendahan begitu," bantahku padanya. Jelas aku bingung. Kenapa selera seorang Cokro Hadikusumo jadi rendah begitu? Padahal mamiku seorang sosialita yang selalu menjaga penampilannya mulai dari ujung rambut hingga kakinya.

"Arya sayang, dengan uangmu itu, nanti kau bisa membawa Rena ke salon. Kan nanti dia bisa di make over. Dengan uang semua wanita dimuka bumi ini bisa secantik cleopatra," timpal mami dan membuatku seketika mati kutu.

"Tapi, mi ...."

"Sudah, Arya! Papi paling tidak suka dibantah. Sekarang kau pilih turuti papi dan mami, atau kau tidak akan mendapatkan sepeser pun warisan dari papi. Gampang kan? Jadi papi tahu dan bisa segera menghubungi pak Nababan, dan mencoret namamu dari ahli waris. Walaupun kau anak laki-laki satunya, bisa saja harta ini papi hibahkan ke panti asuhan atau ke orang tidak mampu lainnya. Dam lagian juga ada Sandra adikmu." Papi bangkit dari duduknya. "Pikirkan itu baik-baik!" Papi lalu melangkah pergi meninggalkan kami di ruang tamu.

"Sudahlah, turuti saja kemauan papimu. Lihat, dia sudah sakit-sakitan. Apa kau tidak ingin melihat kami bahagia di sisa umur kami?" ucap mami sambil sambil menggenggam tanganku.

"Tapi Arya sudah terlanjur mencintai Tamara,

Mi."

"Arya, Tamara itu bukan gadis yang baik. Dia itu matre dan hanya mau hartamu saja. Lihat tagihan kartu kreditmu. Semua uangmu kau habiskan untuk dia saja kan? Dan dia juga pernah mengkhianatimu ? Itu pun kau masih saja mau balikan dengan dia. Sebodoh apa sih anak mami ini."

"Mi, kemarin Tamara itu hanya khilaf. Dia juga sudah menyadarinya kok. Dan dia juga sudah janji untuk tidak akan mengulanginya lagi."

Mami menarik napasnya panjang.

"Feeling orang tua tidak pernah meleset, nak. Kami tahu mana yang terbaik untuk anaknya dan mana yang tidak baik. Rena itu memang gadis kampung. Tapi dia anak sahabat baik papi dari kecil. Dia tidak paham akan dunia glamour seperti Tamara. Seharusnya kau merasa beruntung memiliki istri seperti dia nantinya."

"Tapi, Arya tidak mencintainya, mi."

Wanita berusia empat puluh tiga tahun itu tersenyum.

"Kau sudah tidak punya pilihan lain, nak. Hanya dua pilihan terakhir. Menerima Rena sebagai istrimu atau kau harus siap hidup susah dengan Tamara. Maka kau akan tahu seperti apa Tamara itu," ujarnya lalu melenggang meninggalkanku.

Aku menyandarkan punggungku di sofa. Kuremas kasar rambutku. Gila! Pilihan macam apa ini? Ini lebih merupakan sebuah jebakan. Bukan pilihan?

__________

"Kau mau menikahinya? Yang benar saja. Seorang Arya Hadikesumo, menikahi gadis kampung. Hah, apa kata orang-orang nanti?" ujar Tamara saat aku menyampaikan titah papi padanya.

"Maafkan aku, sayang. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Papi memiliki kuasa besar atas perusahaan. Dan aku tidak mau hidup miskin. Memangnya kau mau denganku kalau aku miskin?

"Ya tidaklah! Eh, sorry ... bukan begitu. Maksudku, hidup itu harus sesuai dengan realita kan? Apalagi zaman sekarang. Apa-apa serba mahal. Memangnya beras bisa di beli pakai cinta. Tidak kan, sayang?"

Aku hanya terdiam. Aku pusing dengan urusan hidupku yang rumit.

"Kau boleh menikah dengannya. Tapi ingat, jangan sampai kau jatuh cinta dengannya. Setelah itu, nanti kita akan pikirkan lagi rencana apa selanjutnya."

"Hahahaha ... mana mungkin aku jatuh cinta dengan perempuan kampung itu, sayang. Penampilannya saja lebih mirip tukang jamu."

_________

Hari ini hari pernikahanku dengan Rena si gadis kampung itu. Rasanya ingin cepat-cepat kiamat saja kalau begini. Apalagi harus membayangkan malam pertama dengan gadis berkaca mata tebal itu. 

Hiii .... aku bergidik ngeri.

"Arya, kamu sudah siap? Akad nikah sudah mau dimulai," panggil mami membuyarkan lamunanku.

"Iya, sebentar mi," ucapku seraya membenahi jas putihku lalu keluar dengan tangan diapit oleh wanita yang paling kusayangi itu.

"Bagaimana ... acara akad sudah bisa dilanjutkan?" tanya pak penghulu.

Ingin rasanya aku berteriak TIDAK. Tapi mana mungkin. Bisa mati aku dibunuh papi nanti.

"Sudah pak. Teruskan saja," jawab papi antusias. Aku hanya bisa pasrah dengan nasibku saat ini.

"Arya Hadikesumo," ujar pak Arman, bapak Rena yang bertindak sebagai wali nikah kami.

"Saya nikahkan kamu dengan putri kandung saya yang bernama Rena Fitriyani binti Arman Sucipto dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan perhiasan emas seberat 15 gram beserta uang senilai seratus dua puluh lima ribu rupiah." Tanganku disentaknya.

"Saya terima nikahnya dan kawinnya ..." Lidahku terasa berat untuk mengucapkan nama si gadis cupu itu.

"Lho, kok berhenti?' tanya penghulu tersebut bingung melihatku. Tamu yang hadir pun saling memandang heran.

"Oh biasa pak. Namanya juga pengantin baru. Pasti merasa grogi. Ya kan, Arya," ujar papi sambil membulatkan matanya.

Melihat papi yang melotot, membuatku takut. Takut namaku dicoret beneran dari ahli waris, bisa gawat. Karena papi tidak main-main dengan ancamannya.

_________

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status