"Ini dia orang yang akan menggantikan saya sebagai direktur di PT. Hadikusumo Corporation. "Riuh tepuk tangan menyambut masuknya calon direktur baru perusahaan milik bapak Cokro Hadikusumo. Dengan kemeja berpita di dada dan rok payung selutut aku melangkah masuk ke dalam ruangan meeting tersebut. Puluhan pasang mata menatapku yang berjalan dengan kepala menunduk. Dari ekor mataku, aku bisa melihat mereka berkasak kusuk dan ada pula yang menahan tawa. "Apa? Rena? Direktur baru kita?" tanya mas Arya tak percaya. Papi tak menjawab. Mas Arya mendengus kesal karena dicuekin ayahnya sendiri. "Inilah direktur baru yang akan menggantikan saya. Pasti sudah kenal kan sama Rena, menantu kesayangan saya kan?" "Iya sudah, Pak," jawab mereka serentak. "Karena kondisi saya yang sudah tidak begitu sehat, maka mulai sekarang, ibu Rena yang akan men
"Untung saja kau itu anakku. Kalau tidak, sudah papi laporkan kau ke polisi karena sudah merugikan perusahaan." "Jangan, pi. Arya minta maaf. Jangan laporkan Arya ke polisi," mohonnya dengan wajah memelas. "Sekarang semua urusan perusahaan sudah papi serahkan ke tangan Rena. Nanti Rena juga yang akan menggajimu. Tentu saja dengan gaji staf marketing biasa. Kalau kau butuh uang lebih, maka kau juga harus kasbon ke bagian keuangan seperti karyawan lain. Paham?" "Tapi, pi ... argh," dengusnya kesal lalu keluar dari ruangan. Pria berkumis itu menghela napasnya melihat perilaku anaknya barusan, lalu pandangannya beralih kepadaku. "Mulai sekarang, kamu akan bekerja di sini. Dinda yang akan jadi sekretaris kamu. Nanti dia juga yang akan mengajari dan mengurus semua keperluanmu. Kalau ada yang tidak paham, kamu bisa tanya sama Dinda. Mudah-mudahan kalian bisa cocok ya. Bukan begitu, Din
"Ayo sayang, tambah lagi," seru Tamara menuangkan minuman alkohol jenis vodka itu ke gelas. "Sudah cukup, Tamara. Aku sudah tidak tahan lagi," tolakku dengan pandangan yang sudah sangat berkunang-kunang. Entah sudah gelas atau mungkin botol ke berapa yang sudah aku tenggak. Kepalaku pusing. Ditambah lampu kerlap kerlip dan musik house yang sangat kuat. "Ah, cemen kamu. Baru juga dua botol. Nih aku sudah pesan botol ketiga. Kita nikmati malam ini." "Sudah cukup. Cukup, Tamara. Beneran, aku sudah tidak kuat. Perutku mual. Aku mau pulang." Aku beranjak dari dudukku dengan langkah terhuyung-huyung. Tamara menatapku kesal. "Kok pulang. Katanya malas melihat si cupu buruk rupa. Kok malah minta pulang. Malam ini sama aku aja," rajuknya dengan menarik tanganku. "Tidak bisa, sayang. Di rumah ada adikku. Aku takut nanti dia ngadu ke papi, aku bisa gawat. Lagian besok aku juga ada meeting." Aku tersenyum melihat kekasihku merajuk. Bibirnya dimony
Cahaya matahari yang menyelinap melalui sela korden menyilaukan mataku. Ah, berat sekali kepala ini. Kusibakkan selimut. Dan aku terkejut melihat tubuhku dalam keadaan tidak mengenakan pakaian sehelai pun. Aku menoleh ke kanan. Si cupu tertidur nyenyak di sampingku. Dan ... oh my God! Dia juga sedang tidak berpakaian. Jangan bilang kalau .... "Arrrggghhh ...." Aku berteriak dan terduduk lemas di kursi rias. Berusaha mengingat-ingat kembali kejadian tadi malam. Apa aku dan si cupu tadi malam begituan? Aku bergidik geli membayangkannya. "Ada apa, mas?" Kok teriak-teriak?" tanyanya dengan memicingkan mata. "Seharusnya aku yang tanya. Apa yang terjadi tadi malam? Kenapa aku bisa tidak memakai baju. Dan kau ... Jangan bilang ... kita ... Akhhh!" Kuremas kasar rambutku. Menyesali kebodohan yang sudah aku lakukan. Kenapa sampai bisa aku menyentuhnya sih?" "Tadi malam mas mencumbuku dan semuanya terjadi begitu saja." Gadis norak it
"Apa? Mas mau menikah lagi?" tanyaku pada suamiku yang baru saja pulang."Emangnya kenapa? Apa urusanmu?"Mas, aku ini kan istrimu. Tega sekali mas bicara seperti itu," ucapku lirih dengan mata mulai mengembun."Asal kau tahu ya. Aku itu tidak pernah mencintaimu sejak awal kita menikah. Kalau bukan karena Papi dan Mamiku, aku tak akan sudi menikahimu," ujarnya sinis lalu meraih handuk."Tapi ... apa salahku padamu, Mas. Kenapa sampai sekarang kau tidak bisa mencintaiku?"Mas Arya tertawa mengejek lalu menarik tanganku menuju cermin besar di kamar kami."Kau lihat bayanganmu di kaca besar itu. Apa kau pikir pantas, perempuan cupu dan kampungan seperti ini bersanding denganku, seorang Arya Hadikusumo? Jangan mimpi kau!" caci laki-laki yang sudah hampir tiga bulan ini menjadi suamiku. Kemudian ia melenggang santai menuju kamar mandi.Aku menangis terisak. Hatiku sakit sekali mendengar cacian suamiku te
POV ARYA"Apa? Aku harus menikah dengan si cupu kampung itu, Pi?" tanyaku tak percaya dengan keinginan Papi."Kenapa memangnya? Rena itu anak yang baik, penurut dan lumayan cantik kan?" jawab Papi."Hah, cantik? Yang benar saja, pi. Muka cupu dan kampungan begitu, papi bilang cantik? Come om, pi. Sejak kapan selera papi jadi rendahan begitu," bantahku padanya. Jelas aku bingung. Kenapa selera seorang Cokro Hadikusumo jadi rendah begitu? Padahal mamiku seorang sosialita yang selalu menjaga penampilannya mulai dari ujung rambut hingga kakinya."Arya sayang, dengan uangmu itu, nanti kau bisa membawa Rena ke salon. Kan nanti dia bisa di make over. Dengan uang semua wanita dimuka bumi ini bisa secantik cleopatra," timpal mami dan membuatku seketika mati kutu."Tapi, mi ....""Sudah, Arya! Papi paling tidak suka dibantah. Sekarang kau pilih turuti papi dan mami, atau kau tidak akan mendapatkan sepeser pun warisan dari papi. Gampang k
POV ARYA (2)Dulu, aku pernah dihukum papi pulang ke kampung mami di daerah pelosok jawa barat. Dan aku benar-benar menderita. Semua fasilitasku dicabut. Itu gara-gara waktu kuliah, tagihan kartu kreditku sudah over limit. Apalagi kalau bukan untuk memanjakan Tamara. Itu yang menjadikan alasan papi dan mami membencinya. Padahal menurutku, untuk mendapatkan pacar secantik Tamara itu butuh modal besar.Sainganku saat itu cukup banyak. Tamara termasuk primadona di kampusku. Dan dia memilihku, karena aku cukup royal dalam memanjakannya. Aku pikir tak hanya Tamara. Semua wanita di dunia ini pasti matre. Mana ada perempuan yang mau punya pacar kere."Bisa kita mulai lagi?" tanya penghulu itu."Bisa, pak. Ayo, jangan grogi, Arya."Lagi-lagi papi yang menjawab. Apa dia tidak memikirkan perasaanku saat ini?Aku menarik napas panjang. Mengumpulkan kekuatan untuk mengucapkanya. Kali ini aku sukses mengucapkan akad nikah ters
Tap tap tap. Aku mendengar langkah kakinya menapaki tangga. Jantungku semakin berdebar. Kutelan salivaku gugup.Kreeekk. Pintu kamar terbuka."Mas ...."Mas Arya menoleh padaku yang berdiri di samping lemari."Rena ...." Lelaki dua puluh tujuh tahun itu menatapku pangling."Iya, Mas. Ini aku, Rena istrimu ...."Mas Arya berjalan mendekatiku. Matanya masih menatap lekat ke wajahku. Pria tampan itu semakin dekat dan jarak wajahnya denganku hanya sekitar 60cm.Ah, aku bisa merasakan aroma parfumnya dan hangat suhu tubuhnya.Oh my God! Apa dia mau menciumku? Mataku memejam dan kepalaku memicing ke samping.Plaakkk! Aku terkesiap. Mas Arya menampar pelan. Membuatku membuka mata dan menatapnya bingung."Hahaha ... kenapa matamu terpejam begitu? Apa kau pikir aku mau mencium dirimu? Heelooowww ... Mana mung