Share

Dendam Istri Cupu CEO
Dendam Istri Cupu CEO
Penulis: Aisyah J. Yanty

Mencoba Berubah

"Apa? Mas mau menikah lagi?" tanyaku pada suamiku yang baru saja pulang.

"Emangnya kenapa? Apa urusanmu? 

"Mas, aku ini kan istrimu. Tega sekali mas bicara seperti itu," ucapku lirih dengan mata mulai mengembun.

"Asal kau tahu ya. Aku itu tidak pernah mencintaimu sejak awal kita menikah. Kalau bukan karena Papi dan Mamiku, aku tak akan sudi menikahimu," ujarnya sinis lalu meraih handuk.

"Tapi ... apa salahku padamu, Mas. Kenapa sampai sekarang kau tidak bisa mencintaiku?"

Mas Arya tertawa mengejek lalu menarik tanganku menuju cermin besar di kamar kami.

"Kau lihat bayanganmu di kaca besar itu. Apa kau pikir pantas, perempuan cupu dan kampungan seperti ini bersanding denganku, seorang Arya Hadikusumo? Jangan mimpi kau!" caci laki-laki yang sudah hampir tiga bulan ini menjadi suamiku. Kemudian ia melenggang santai menuju kamar mandi.

Aku menangis terisak. Hatiku sakit sekali mendengar cacian suamiku terhadapku. Memang sejak awal perjodohan, Mas Arya pernah bilang kalau dia sudah punya pacar. Aku yang sudah terpikat dengan pesona dan ketampanan lelaki itu, langsung patah hati karena penolakannya.

Memang aku tahu, aku hanyalah seorang anak kampung yang lahir dan dibesarkan di pelosok daerah kota Medan. Dan Mas Arya seorang anak pengusaha besar dari Jakarta. Kata Bapak, dulu beliau dan pak Cokro adalah sahabat baik waktu di kampung. 

Pak Cokro seorang anak yatim piatu, dan diasuh oleh orang tua angkatnya yang kaya raya. Lalu dibawa ke Jakarta dan disekolahkan hingga sarjana di sana.

Kata Bapak juga, Pak Cokro menikah dengan anak tunggal dari orang tua asuhnya tersebut. Hanya yang aku herankan, sifat Mas Arya sama sekali tidak mirip dengan papi dan mami nya yang walaupun kaya raya, namun sangat rendah hati dan ramah. Tak jarang mereka mengadakan acara bakti sosial dengan membagikan sedekah pada orang yang tidak mampu.

Aku sempat bingung, empat bulan setelah penolakan itu, Mas Arya malah mengatakan ia menerimaku dan akan segera meminangku menjadi istrinya. Bak mendapatkan rezeki nomplok, tentu saja aku menerimanya. Padahal aku sempat patah hati selama berbulan-bulan dan Ayu sahabatku mencoba menghiburku setiap hari.

"Sudahlah, tidak usah kau menangisi dia seperti itu. Berarti dia memang bukan jodohmu. Nanti akan ada lelaki baik yang akan meminangmu. Kita harus sadar, siapa lah kita ini. Kita hanya orang kampung. Mana mungkin pangeran kota besar mau dengan upik abu semacam kita," nasehat Ayu panjang lebar sembari mengelus rambutku. Saat itu aku menangis dengan posisi telungkup di ranjangku.

"Woiii, perempuan kampung! Melamun aja kerjaanmu," bentaknya, membuatku sadar dari lamunanku. 

"Mas mau kemana?" tanyaku sambil menyeka air mata. Kulihat Mas Arya sudah memakai kemeja dan celana jeansnya.

"Aku mau ke rumah Tamara. Mendingan aku di sana. Aku benar-benar happy kalau di dekatnya. Cantik, seksi dan yang penting penampilannya tidak malu-maluin seperti kau. Nih, kau mau lihat fotonya?" Mas Arya membuka galeri ponselnya dan menujukkan foto-foto kekasihnya itu.

Terpampang di sana foto-foto gadis cantik dengan tubuh proporsional, dibalut pakaian seksi dan ketat. Rambutnya yang dimodel sedemikian rupa dengan warna pirang. Sangat kontras dengan warna kulitnya.

Kupalingkan wajah dari ponsel suamiku. Aku sudah pernah melihatnya saat gadis itu menghadiri resepsi ngunduh mantu kami di Jakarta. Tidak ku pungkiri. Tamara itu memang cantik dan modis. Tidak sepertiku.

"Kenapa kau palingkan mukamu? Minder? Atau malu ... karena seujung kuku pun, kau tidak akan mampu mengimbanginya. Jangankan mengimbangi, menyerupai pun kau tak pantas," hinanya padaku.

Aku sudah kenyang makan hinaan Mas Arya selama dua bulan pernikahan ini. Sebenarnya aku sudah tidak tahan dan ingin mengakhiri semua ini. Tapi lagi-lagi aku memikirkan bapak dan mamak di kampung. Mereka pasti shock dan malu mendengar pernikahan anaknya hanya bertahan selama lima bulan. Belum lagi tetangga pasti akan bergunjing.

Mas Arya keluar dengan membanting pintu. Aku terkejut karena suara bantingannya cukup keras.

Aku menangis di meja riasku. Beginikah nasib gadis kampung yang buruk rupa menikah dengan pemuda tampan dan kaya raya seperti mas Arya?

Kuangkat kepalaku dan kutatap wajahku di cermin rias. Kugerakkan kepala ke kanan dan kiri sambil meraba pipiku.

Kata Mamak, aku ini cantik. Ah, semua orang tua pasti bilang begitu tentang anaknya.

Pada kenyataannya aku selalu dibully dan dihina sejak kecil oleh teman-teman. Aku bahkan tidak memiliki teman. Hanya Ayu yang mau bersahabat denganku.

Sekarang, aku malah dihina dan dibully suamiku sendiri karena aku buruk rupa.

Aku harus berubah. Kata Papi aku harus bisa membuat suamiku jatuh cinta padaku. Tapi, bagaimana caranya?

Sandra! Ah iya, lebih baik aku pinjam alat kosmetiknya. Kebetulan adik iparku sedang liburan di rumahku.

Sesampai di kamar adik iparku, kuketuk pelan pintu kamarnya.

"Siapa?" tanyanya dari dalam.

"Kak Rena. Boleh kakak masuk?"

"Masuk saja kak. Tidak dikunci kok."

Kubuka pintu kamarnya. Sandra adik iparku duduk di depan laptopnya. Sepertinya dia sedang mengerjakan tugas kuliahnya padahal sedang liburan. Adik iparku ini memang sangat rajin untuk urusan kuliahnya. Katanya biar cepat wisuda.

"Dek ...."

Sandra menoleh ke arahku. "Ya kak?"

"Eng, kakak boleh minta tolong tidak?"

"Minta tolong apa kak?" tanyanya lembut. 

"Kakak boleh pinjam alat kosmetikmu tidak?"

Dahinya mengernyit. 

"Boleh saja sih, kak. Sebentar aku ambil ya." Sandra berjalan menuju meja riasnya. Mengambil sebuah tas kecil kemudian berjalan ke arahku yang berdiri di depan pintu.

"Nih, kak," ujarnya seraya menyodorkan tas kecil tersebut.

"Kakak pinjam sebentar ya, San. Makasih ya." 

Aku melangkah kembali ke kamarku. Sesampai di meja rias, kubuka isi tas kecil itu. Kucermati isinya. Duh, aku tidak pernah menggunakan alat ini sebelumnya. Terakhir aku pakai make up pas akad dan resepsi pernikahanku.

Kupoles wajahku dengan alat kosmetik yang sudah aku kenali. Seperti eye shadow, pensil alis, bedak dan blush on. Sentuhan terakhir, kupoleskan juga lipstik berwarna merah ke bibirku.

Setelah itu, aku memilih pakaian yang kurasa bagus untuk melengkapi penampilanku di depan mas Arya nanti.

Selesai! Tinggal menunggu sang pangeran pulang. Dia pasti pangling dengan penampilanku ini. Aku tersenyum penuh harap.

Aku mendengar deru mobil mas Arya memasuki pekarangan. Kuintip dari jendela dan benar saja, pangeranku pulang.

Dengan hati berdebar, aku menunggunya masuk ke kamar. Aku berjalan mondar mandir sambil meremas tanganku sejajar dada.

Aku yakin, mas Arya pasti suka dan mulai mencintaiku.

Tap tap tap. Aku mendengar langkah kakinya menapaki tangga. Jantungku semakin berdebar. Kutelan salivaku gugup.

Kreeekk. Pintu kamar terbuka.

"Mas ...."

Mas Arya menoleh padaku yang berdiri di samping lemari, dengan penampilan yang sudah kupersiapkan sejak beberapa jam yang lalu.

"Rena ...." Lelaki dua puluh tujuh tahun itu menatapku pangling. Matanya menelusuri tubuhku dari atas hingga ke bawah.

"Iya, mas. Ini aku, Rena istrimu ...."

 

____________

 

Next?

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status