Cahaya matahari yang menyelinap melalui sela korden menyilaukan mataku. Ah, berat sekali kepala ini.
Kusibakkan selimut. Dan aku terkejut melihat tubuhku dalam keadaan tidak mengenakan pakaian sehelai pun.
Aku menoleh ke kanan. Si cupu tertidur nyenyak di sampingku. Dan ... oh my God! Dia juga sedang tidak berpakaian. Jangan bilang kalau ....
"Arrrggghhh ...." Aku berteriak dan terduduk lemas di kursi rias. Berusaha mengingat-ingat kembali kejadian tadi malam. Apa aku dan si cupu tadi malam begituan? Aku bergidik geli membayangkannya.
"Ada apa, mas?" Kok teriak-teriak?" tanyanya dengan memicingkan mata.
"Seharusnya aku yang tanya. Apa yang terjadi tadi malam? Kenapa aku bisa tidak memakai baju. Dan kau ... Jangan bilang ... kita ... Akhhh!" Kuremas kasar rambutku. Menyesali kebodohan yang sudah aku lakukan. Kenapa sampai bisa aku menyentuhnya sih?"
"Tadi malam mas mencumbuku dan semuanya terjadi begitu saja." Gadis norak it
"Apa? Mas mau menikah lagi?" tanyaku pada suamiku yang baru saja pulang."Emangnya kenapa? Apa urusanmu?"Mas, aku ini kan istrimu. Tega sekali mas bicara seperti itu," ucapku lirih dengan mata mulai mengembun."Asal kau tahu ya. Aku itu tidak pernah mencintaimu sejak awal kita menikah. Kalau bukan karena Papi dan Mamiku, aku tak akan sudi menikahimu," ujarnya sinis lalu meraih handuk."Tapi ... apa salahku padamu, Mas. Kenapa sampai sekarang kau tidak bisa mencintaiku?"Mas Arya tertawa mengejek lalu menarik tanganku menuju cermin besar di kamar kami."Kau lihat bayanganmu di kaca besar itu. Apa kau pikir pantas, perempuan cupu dan kampungan seperti ini bersanding denganku, seorang Arya Hadikusumo? Jangan mimpi kau!" caci laki-laki yang sudah hampir tiga bulan ini menjadi suamiku. Kemudian ia melenggang santai menuju kamar mandi.Aku menangis terisak. Hatiku sakit sekali mendengar cacian suamiku te
POV ARYA"Apa? Aku harus menikah dengan si cupu kampung itu, Pi?" tanyaku tak percaya dengan keinginan Papi."Kenapa memangnya? Rena itu anak yang baik, penurut dan lumayan cantik kan?" jawab Papi."Hah, cantik? Yang benar saja, pi. Muka cupu dan kampungan begitu, papi bilang cantik? Come om, pi. Sejak kapan selera papi jadi rendahan begitu," bantahku padanya. Jelas aku bingung. Kenapa selera seorang Cokro Hadikusumo jadi rendah begitu? Padahal mamiku seorang sosialita yang selalu menjaga penampilannya mulai dari ujung rambut hingga kakinya."Arya sayang, dengan uangmu itu, nanti kau bisa membawa Rena ke salon. Kan nanti dia bisa di make over. Dengan uang semua wanita dimuka bumi ini bisa secantik cleopatra," timpal mami dan membuatku seketika mati kutu."Tapi, mi ....""Sudah, Arya! Papi paling tidak suka dibantah. Sekarang kau pilih turuti papi dan mami, atau kau tidak akan mendapatkan sepeser pun warisan dari papi. Gampang k
POV ARYA (2)Dulu, aku pernah dihukum papi pulang ke kampung mami di daerah pelosok jawa barat. Dan aku benar-benar menderita. Semua fasilitasku dicabut. Itu gara-gara waktu kuliah, tagihan kartu kreditku sudah over limit. Apalagi kalau bukan untuk memanjakan Tamara. Itu yang menjadikan alasan papi dan mami membencinya. Padahal menurutku, untuk mendapatkan pacar secantik Tamara itu butuh modal besar.Sainganku saat itu cukup banyak. Tamara termasuk primadona di kampusku. Dan dia memilihku, karena aku cukup royal dalam memanjakannya. Aku pikir tak hanya Tamara. Semua wanita di dunia ini pasti matre. Mana ada perempuan yang mau punya pacar kere."Bisa kita mulai lagi?" tanya penghulu itu."Bisa, pak. Ayo, jangan grogi, Arya."Lagi-lagi papi yang menjawab. Apa dia tidak memikirkan perasaanku saat ini?Aku menarik napas panjang. Mengumpulkan kekuatan untuk mengucapkanya. Kali ini aku sukses mengucapkan akad nikah ters
Tap tap tap. Aku mendengar langkah kakinya menapaki tangga. Jantungku semakin berdebar. Kutelan salivaku gugup.Kreeekk. Pintu kamar terbuka."Mas ...."Mas Arya menoleh padaku yang berdiri di samping lemari."Rena ...." Lelaki dua puluh tujuh tahun itu menatapku pangling."Iya, Mas. Ini aku, Rena istrimu ...."Mas Arya berjalan mendekatiku. Matanya masih menatap lekat ke wajahku. Pria tampan itu semakin dekat dan jarak wajahnya denganku hanya sekitar 60cm.Ah, aku bisa merasakan aroma parfumnya dan hangat suhu tubuhnya.Oh my God! Apa dia mau menciumku? Mataku memejam dan kepalaku memicing ke samping.Plaakkk! Aku terkesiap. Mas Arya menampar pelan. Membuatku membuka mata dan menatapnya bingung."Hahaha ... kenapa matamu terpejam begitu? Apa kau pikir aku mau mencium dirimu? Heelooowww ... Mana mung
"Mas ... tunggu, mas! Mas mau kemana lagi?"Tanpa mempedulikan panggilanku, Mas Arya sudah menghilang di balik pintu.Aku menangis. Menatap nanar ke arah pintu yang terbuka, lalu jatuh terduduk di tepi ranjang.Sebegitu hinakah aku perempuan kampung ini? Yang sama sekali tidak pernah mengenal dunia mode ataupun kecantikan.Kutatap bayanganku di cermin. Kulitku hitam yang terbakar matahari karena sering membantu bapak di sawah, kaca mata tebal, dan pakaian jadul.Aku tertawa miris melihat keadaanku. Dulu aku punya alasan tak punya uang, hingga di bully karena miskin dan jelek. Sekarang aku adalah istri dan menantu di keluarga besar Hadikusumo yang kaya raya. Dan tetap saja di bully. Tapi kali ini justru oleh suami sendiri. Sungguh jauh lebih menyakitkan."Malangnya nasibmu, Rena," desisku lirih.Aku beranjak ke kamar mandi dan mencuci muka badutku dengan sabun. Lalu kugosok kasar. Tak peduli denga
"Oh begitu. Ya sudah, kakak istirahat ya. Atau mau Sandra beliin obat?"Aku menggeleng. "Tidak usah, San. Kakak cuma perlu istirahat."Gadis itu tersenyum manis. Senyum yang sama dengan kakak laki-lakinya. Hanya saja senyum itu tak pernah aku dapatkan."Padahal tadi Sandra mau ajak kakak jalan-jalan. Tapi, kakak sakit, ya tidak jadi deh." Bibirnya mencebik lucu. "Ya sudah. Sandra keluar dulu ya. Kakak istirahat."Sandra berjalan keluar dan menutup pintu. Kulirik jam di nakas. Pukul 21.22 WIB. Mas Arya belum pulang juga. Dan aku rasa dengan keributan tadi, akan berpotensi dia pulang larut atau mungkin tidak pulang.Ah, sudahlah, bukankah itu sudah biasa. Pulang larut lalu tidur di sofa. Itu juga karena ada Sandra. Kalau tidak, suamiku lebih memilih tidur di kamar tamu yang digunakan Sandra saat ini.Kumatikan lampu tidur di nakas. Aku lebih menyukai tidur dalam gelap. Karena aku rasa, akan lebih segar ke
Tentu saja aku menikmatinya. Karena ini adalah malam yang sangat kurindukan selama ini. Dan tepat di bulan ketiga pernikahan kami, mas Arya memberikan nafkah batinnya untukku. Walaupun dalam keadaan mabuk dan menyebut nama wanita lain di depanku. Tapi tak apalah. Setidaknya aku sudah merasakan hangat dan aroma tubuhnya. Biasanya aku hanya bisa menciumi aroma tubuhnya dari pakaian yang bekas ia pakai. Untuk malam ini, aku bisa puas dan leluasa merasakan hangat dan deru napasnya di telingaku. Walaupun mas Arya terus menerus menyebutkan nama Tamara di sela desahan napasnya. 'Tamara ... Tamara ...." "Dalam keadaan tidur pun, kau masih menyebut namanya. Begitu istimewanya dia bagimu. Apakah sudah tidak ada ruang kosong di hatimu untukku mas?" gumamku sambil mengelus pipinya. Lalu kukecup pelan keningnya. Mataku mulai terasa mengantuk. Kumatikan lampu tidur di nakas. Lalu kuletakkan kepalak
Krriiing. Dering telepon pintarnya membuat omelannya terhenti. "Halo, pi." Alhamdulilah, ternyata papi yang menelepon. Aku pikir Tamara. "Mami sakit apa, Pi? Tapi, Arya harus ke kantor pagi ini . Ya sudah kalau begitu. Arya siap-siap dulu ya, Mi. Rena ...." Matanya melirikku padaku yang duduk di pinggir ranjang. "Ya nanti Arya ajak ke sana. Mana mungkin Arya tidak mengajak istri Arya. Ya sudah, Arya siap-siap dulu,ya." Mas Arya menutup ponselnya. Lalu menoleh ke arahku. "Cepat kau siap-siap. Kita ke Jakarta hari ini. Mami sakit," titahnya ketus. Tangannya sibuk mencari pakaian yang berjejer di hanger dalam lemari. "Mami sakit apa, mas?" "Tidak tahu! Sudah tak usah banyak tanya. Mandi sana!" Aku menghela napas. Padahal sudah berbulan-bulan diperlakukan suamiku begini, tapi hatiku masih saja sakit. Selesai mandi dan bersiap-siap, kami segera meluncur ke rumah mertuaku. Dengan kondisi jalan yang cukup padat, dalam