"Dik, perkenalkan dia adalah putri sahabatku yang sudah meninggal." Faisal yang baru saja pulang dari luar pulau datang membawa seorang gadis cantik yang masih muda.
Rianti melepaskan pelukannya pada Faisal dan tersenyum lebar ke arah gadis cantik yang berdiri dengan kepala tertunduk, di belakang suaminya. Gadis muda berkulit sawo matang itu terlihat sangat cantik, tubuh kurus dengan bagian padat di tempat yang seharusnya.
"Ah ... gadis yang sangat cantik, kasihan sekali dirimu. Ayo kemarilah, Nduk." Rianti, istri Faisal segera membuka kedua tangannya menyambut gadis tersebut.
"Siapa namamu, Nak?" Rianti yang masih berusia empat puluh dua tahun itu terlihat sangat menyukai gadis muda yang dibawa Faisal, dia melepaskan pelukannya dan menatap gadis di hadapannya dengan lekat.
"Ayu Kusumawati." Bibir mungil itu bergerak perlahan.
"Nama yang indah sesuai dengan wajahmu yang cantik." Rianti menoleh ke arah suaminya sebelum melanjutkan pertanyaan. "Berapa umurmu, Nduk?"
"Delapan belas tahun, Nyonya," sahut Ayu dengan wajah tertunduk.
"Jangan panggil aku Nyonya, Nduk. Panggil Bibi saja, ya?" Rianti mengangkat dagu Ayu dan memegang bahu gadis itu dengan lembut. Dia bisa melihat sorot mata yang malu-malu ciri khas gadis desa. Rianti merasakan kepolosan dari sikap Ayu.
Ayu mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Faisal seakan meminta pendapatan. Anggukan kepala dari pria setengah baya berusia empat puluh delapan tahun itu merupakan jawaban yang dia nanti.
"Baik, Bibi." Ayu kembali tersenyum malu-malu ke arah Rianti.
"Duh, suaramu selembut wajahmu. Ayo sini Bibi antar masuk ke dalam kamar mu agar kau bisa beristirahat." Rianti menggamit tangan Ayu. "Sudah, biar Paman yang membawa tas pakaiannmu." Rianti tersenyum ke arah suaminya.
"Saya bisa membawanya sendiri, Mm ... Paman." Ayu menatap ke arah Faisal, hendak mengambil tas yang sudah ada di pegangan tangan pria itu.
"Sudah, jangan malu-malu. Biar suamiku saja." Rianti menarik tangan Ayu yang hampir menyentuh tangan suaminya.
Wanita yang masih cantik diusia matangnya itu menggandeng tangan Ayu ke kamar di lantai atas. Mereka berjalan melewati lorong hingga berada di kamar paling belakang. Dia bisa melihat bagaimana canggungnya Ayu ketika menatap sekeliling ruangan. Meskipun bukan rumah terbesar di komplek perumahan elit, tetapi kediaman mereka termasuk mewah.
"Maaf ya, cuma kamar ini yang kosong." Rianti membuka pintu kamar dan memperlihatkan sebuah kamar dengan ukuran enam kali empat meter.
Rianti tersenyum ke arah Ayu, dia bisa melihat mata gadis polos itu berpijar seakan mendapatkan sesuatu yang selama ini diharapkannya. Sikap Ayu semakin membuat Rianti tersentuh, karena dia yakin ini adalah pertama kalinya gadis itu mengenal kemewahan.
"Kamar ini bagus sekali, Bibi. Terimakasih." Ayu masuk ke dalam kamar yang jauh lebih luas dari kamar miliknya dulu. Di meja dalam kamar telah tersedia air minum dan makanan ringan dalam wadah tertutup. Semua terlihat telap dipersiapkan hanya untuk menyambut kehadirannya.
"Syukurlah kau suka. Bibi harap Ayu betah tinggal bersama kami. Nanti malam akan bibi kenalkan dengan kedua anakku Joko dan Jelita, mereka pasti senang melihatmu." Rianti melirik ke arah suaminya yang baru saja masuk ke dalam kamar dan meletakkan tas pakaian Ayu di atas meja.
Sudah hampir satu bulan Faisal pergi ke Sulawesi untuk menyelesaikan proyek kerja pengembangan kelapa sawit, usaha kecil yang mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Rianti begitu merindukan kehadiran suaminya, setelah malam-malam dingin yang dilaluinya sendiri selama satu bulan ini.
Tiga minggu yang lalu, Faisal menghubungi dirinya untuk mengabarkan jika sahabatnya baru saja wafat dan meninggalkan seorang anak gadis yang baru beranjak dewasa. Rianti yang mendengarkan hal itu merasa tersentuh, dia meminta suaminya untuk membawa pulang Ayu agar bisa tinggal bersamanya.
Betapa senangnya Rianti ketika melihat perawarakan Ayu yang cantik, semampai, lembut dan sangat sopan. Bisa dibayangkannya jika gadis itu sangat cocok berpasangan dengan putra sulungnya Joko yang berusia dua puluh tiga tahun.
"Kau beristirahatlah dulu dan rapikan pakaianmu. Bibi akan memasak untuk makan malam nanti," ujar Rianti ramah.
"Biar saya bantu, Bi." Ayu dengan sopan menawarkan diri.
"Tidak perlu. Kau beristirahatlah saja, perjalanan jauh dengan kapal laut pasti sangat melelahkan." Rianti menepuk bahu Ayu perlahan kemudian menghampiri suaminya. "Kau juga beristirahatlah dulu, Mas." ujarnya sambil mengecup pipi kanan Faisal dengan lembut.
"Kami permisi dulu ya, Ayu." Rianti keluar dari kamar Ayu dengan menarik tangan suaminya.
Ayu menatap punggung sepasang suami istri dari pintu kamarnya. Dia melihat bagaimana Rianti bergelayut manja di lengan kekar Faisal. Senyuman dan tatapan mata yang Faisal tujukan untuk istrinya membuat gadis itu terbakar cemburu.
"Sampai kapan aku bisa menyembunyikan perasaanku ini, Mas Faisal. Aku sangat ingin berada di pelukanmu," gumam Ayu lirih saat melihat mereka sudah menuruni tangga.
Gadis itu menutup pintu kamarnya perlahan. Dia beranjak menuju ke tas yang di letakkan Faisal di atas meja. Ayu mengeluarkan pakaiannya satu persatu untuk disimpan di dalam lemari. Lemari tersebut terlalu besar untuk pakaiannya yang hanya beberapa potong saja.
Setelah merapikan pakaian, Ayu mengeluarkan sebuah foto dengan bingkai pigura kecil dua sisi yang bisa dilipat dan meletakkannya di atas meja di samping tempat tidur. Foto dirinya saat remaja disatu sisi dan foto keluarga yang satu-satunya dia miliki. Ayu memandang foto masa kecil dengan ayah dan ibunya, mengusapnya lembut sebelum mendaratkan ciuman.
"Ayah … Ayu sudah aman bersama Mas Faisal. Ayah tenang saja di alam sana, ya. Mas Faisal pasti akan menjaga Ayu dengan baik di sini."
Ingatan Ayu melayang saat detik-detik di mana ayahnya akan meninggal akibat kejatuhan kelapa tepat di otak belakang. Sehari sebelum bencana itu terjadi, entah firasat apa yang membuat Malik, ayahnya menyerahkan masa depan Ayu ke tangan Faisal.
"Faisal kau adalah orang yang paling aku percaya. Tolong bawalah Ayu ke kota dan jagalah dia baik-baik. Aku tidak ingin dia hidup di perkebunan ini dengan banyak pria kasar yang mengelilinginya," tutur Malik sambil menepuk tangan Ayu, puterinya.
"Ayah …." Ayu mendesah tak percaya mendengar perkataan Malik.
"Dia sangat cantik bukan, Faisal?" Malik memperhatikan raut wajah Faisal yang tampak serba salah.
"I--iya, Mas." sahut Faisal dengan gugup.
"Meskipun pendidikan Ayu hanya sampai SMA. Tapi aku yakin dia akan menjadi istri yang baik dan perhatian." Malik tampak sangat bangga pada anaknya. "Tolong jaga dia, Faisal. Aku serahkan masa depan Ayu ke tanganmu."
"Ayah, apaan sih ngomong begitu. Ayu tidak akan meninggalkan Ayah sendiri di sini. Ayu akan menjaga Ayah sampai tua." Ayu memeluk lengan ayahnya dengan manja.
Ibunya sudah meninggal sejak dia berusia sepuluh tahun membuat dirinya sangat dekat dengan Malik, satu-satunya keluarga yang dimilikinya.
Kini, di rumah ini dia harus berkumpul dengan keluarga Faisal, pria tampan penuh kharismatik yang diam-diam dikaguminya. Faisal sosok pria kota berkulit coklat bersih dan selalu menebarkan aroma wangi yang sangat disukai Ayu.
Sementara Ayu membaringkan diri di atas tempat tidur sambil melamun tanpa terasa dia terlelap, terbuai semilir angin Ac yang baru pertama kali dirasakannya.
Di dalam kamar lain Rianti dengan lembut membantu melepaskan pakaian kotor suaminya, membongkar isi koper dan menata pakaian bersih dengan rapi di dalam lemari. Faisal duduk di pinggiran kasur sambil menatap pantat Rianti yang padat berisi.
"Sudahlah, Dik, biarkan saja dulu. Duduk sini dekatku." Faisal menepuk-nepuk sisi tempat tidur yang terasa dingin di sisinya.
"Sebentar, Mas, tinggal sedikit lagi." Rianti membalikkan badannya dan tersenyum manis ke arah Faisal.
Dia bergegas memunguti pakaian kotor dan meletakan dalam keranjang terpisah. Rianti melakukan semuanya dengan terampil. Dia adalah tipe wanita yang suka kebersihan dan kerapian. Meskipun memiliki pembantu harian, Rianti tak pernah diam saja dan selalu menemukan banyak hal yang membuat dirinya sibuk.
Rianti menghampiri Faisal setelah menyelesaikan membereskan pakaian. Dia tersenyum manis dengan debaran kerinduan ketika tatapan mata hangat suaminya terarah lekat ke arahnya. Rianti duduk di sebelah suaminya dan melingkarkan kedua tangan di pinggang ramping nan berotot.
"Aku merindukanmu, Sayang." Faisal membalas pelukan Rianti dan merebahkan wanita itu di atas tempat tidur.
"Aku juga sangat merindukan dirimu, Mas." Rianti mendesah ketika jari jemari Faisal mulai membuka resleting depan dari jumpsuit yang dikenakannya.
Faisal tak dapat menahan diri ketika melihat dada Rianti yang membusung saat pakaian luarnya telah sepenuhnya terbuka. Pria itu mencium istrinya dan menuntaskan kerinduan setelah sebulan terpisah.
Rianti tergeletak lemas di sisi suaminya, dia menatap sayu ke arah wajah Faisal yang mendekati dirinya. Faisal memagut bibir Rianti penuh kemesraan berbagi sisa-sisa cairan yang dia hisap sebelumnya."Mas, kita lanjutkan nanti malam, ya. Aku capek," ucap Rianti lemah.
[Jatah aku kasih aja ke mbak Rianti, Mas.]Lalu setelah itu telepon terputus, tidak ada kata-kata perpisahan, tidak ada ucapan 'i love you Mas', bahkan Ayu juga tak merengek minta dibelikan ini itu seperti kebiasaannya saat hari pertama menstruasi. Faisal menatap ponselnya dengan hati geram, ia juga kesal dan bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Ayu bersikap aneh begini?"Masa sih mens doang sampai enggak balas pesanku dari pagi? Dia juga bahkan menolak kedatanganku." Walaupun Faisal berusaha untuk berpikiran positif, namun tetap saja hatinya yang resah membuat dirinya terus menerus memiliki pikiran buruk. Bayangan Ayu berselingkuh, mengkhianati dia setelah semua hal yang ia lakukan untuk bisa bersama dengan gadis dusun itu."Enggak mungkin Ayu mengkhianati aku. Dia enggak kenal siapapun di sini, satu-satunya orang yang dia percaya dan bisa dia andalkan ya hanya aku."Faisal menghibur dirinya sendiri, namun tetap juga dirinya merasa kesal. Sebab dalam bayangannya har
Faisal menutup laptopnya dengan cukup kasar, deretan angka-angka yang tersaji di layar monitor membuatnya mual. Padahal biasanya dia santai-santai saja mengecek laporan harian pabrik minyak goreng kecil-kecilannya.Malah biasanya Faisal senang, sebab dia bisa melihat perkembangan usahanya dari hari ke hari. Hanya saja untuk hari ini dirinya sedang tak konsentrasi, dan tak mood untuk melakukan apapun.Semua itu terjadi karena Ayu tak kunjung membalas pesannya."Ke mana sih, dia? Memangnya dia sibuk banget sampai-sampai pesanku juga enggak dibalas?"Faisal meraih ponselnya dari atas meja, kemudian mengecek aplikasi pesan di beda pipih keluaran terbaru itu. Tadinya ia mengira jika saat ini Ayu mungkin telah membalas pesannya, tapi jangankan dibalas, dibaca pun tidak. Padahal Faisal sudah sejak tadi pagi mengirimi perempuan itu chat."Bener-bener deh perempuan itu, bisa-bisanya dia cuekin aku sampai begini. Padahal biasanya dia paling
Setelah Rianti menebar jala pembalasan dendamnya pada Dilla, sekarang ia akan menebar jala lainnya pada Ikka. Perempuan muda yang tak jauh berbeda dengan Dilla, dan juga Ayu sang pelakor tak tahu diri itu.Rianti mematut dirinya di depan cermin, mengenakan setelan terbaiknya yang membuatnya terlihat lebih berkelas dan elegan. Hanya celana panjang dan kemeja satin, namun pembawaannya yang tenang membuat Rianti terlihat lebih menarik. Dipulaskannya lipstick coral di bibirnya yang lembap, terlihat cantik dan sesuai dengan warna kulitnya. Usianya yang matang tak nampak sedikit pun penuaan di wajahnya, ia malah terlihat jauh lebih muda dari usia sebenarnya. “Sekarang aku harus memastikan Ikka pun melakukan apa yang kuinginkan. Bermain cantik, Rianti. Kamu bisa melakukannya.”Rianti bicara sendiri di depan cermin, menatap sepasang mata yang menatapnya balik dari cermin di hadapannya itu. Sepasang mata yang sudah lelah menangis hingga akhirnya tak bisa mencucurkan air mata lagi.Sepasang m
“Dil, beneran itu cowok buat aku?” Ayu tak bisa memalingkan pandangannya pada sosok pria bertubuh besar tersebut. Wajah pria itu tidak setampan Faisal, meskipun tampaknya berusia lebih muda. Tubuhnya pun membuncit di bagian perut, berbeda dengan suaminya yang rajin push up.“Iya, dia pengusaha batu bara.” Dilla mengedipkan mata.Seperti janjinya pada Ayu, gadis itu memperkenalkan sahabatnya dengan seorang pria yang bisa memenuhi semua kebutuhan -baik di ranjang maupun dompet- wanita itu.“Yakin kamu? Beneran kaya?” Ayu menyenggol lengan DIlla. “Letoy, gak?”“Kamu mau aku cobain dia dulu?” Dilla menantang Ayu.“Gak usah, ah.” Ayu menatap ke arah pusat kelakian lelaki itu. “Biar aku yang memastikan sendiri nanti, kalau gak jago aku tinggal minta putus.” “Bodoh, kamu. Gimana kalau bulanan dia lebih besar dari Mas Faisalmu?” Dilla memutar bola matanya.“Memangnya kamu dapat berapa dari dokter?” Ayu memincingkan mata.Uang bukan menjadi hal yang utama bagi wanita itu, karena dia mendapat
Rianti duduk tenang di balik kemudi. Dia menatap ke arah jalanan yang sepi. Matahari sudah masuk ke dalam peraduan dan suasana kelam di area parkiran belakang sebuah restoran makanan cepat saji, tidak membuat Rianti terganggu.Perempuan itu memiliki tingkat kesabaran yang tinggi. Dia saat ini sedang menanti seseorang, meskipun sudah lewat dari waktu yang disepakati, Rianti masih saja sabar menunggu.Dua puluh menit berlalu dari pesan terakhir yang dikirimkan oleh orang tersebut. Rianti masih menunggu dengan sabar. Meskipun beberapa mobil sudah pergi dari area parkir dan digantikan dengan mobil lain, hanya Rianti yang masih setia di tempat yang sama.Pesan tertulis kembali masuk. Rianti melirik dan melihat orang yang dia tunggu sudah tiba. Rianti menebarkan pandangan ke segal
Rianti tersenyum tipis ke arah bayi yang saat ini sedang tertidur pulas di sampingnya. Matanya menatap tajam ke arah sosok manusia kecil dengan aroma yang khas, nyaris tak berkedip.Tangan Rianti mencengkram bantal kecil di samping bayi itu. Sangat keras dia meremas bantal itu hingga tangannya memutih. Jika bergeser sedikit tangan itu akan mampu membuat si bayi kesakitan.Wanita itu memandang ke arah jam di dinding. Sekarang sudah pukul sebelas malam dan Faisal belum juga pulang. Perasaan marah semakin memenuhi hatinya. Delapan bulan sudah dia menyatakan perang dalam diam pada Ayu. Merubah diri dengan luar biasa, hingga Rianti yang sederhana menjadi wanita modern. Rambut dan kulitnya semakin indah dan lekuk tubuhnya pun padat berisi. Rianti berhasil mengambil perhatian Faisal dan membuat lelaki itu mengabaikan Ayu. Dia tersenyum sinis di balik topeng bersahaja, menertawakan Ayu yang kelimpungan karena Faisal tidak pernah mau menyentuh wanita itu lagi. Rianti ingin membuktikan satu