“Jangan gegabah, Dik, itu urusan rumah tangga Mas Faisal dan mbak yu Rianti, kita tidak boleh ikut campur.” Mansyur berusaha mengendalikan emosi Fitri.
“Tidak ikut campur bagaimana sih, Mas? Mbak Rianti itu kakakku, bukan lagi ipar, malah Mas Faisal itu yang ipar. Mana ada saudara kaya dia. Kamu tahu sendiri bukan, setiap kali keluara bapak dan ibu dalam kesusahan, setiap kali kita ataupun mas Farrel perlu bantuan, kepada siapa kita mengadu?” Fitri mengelus dadanya, napasnya naik turun tidak beraturan.
Ya pada mbak Rianti. Mana bisa kita ngomong baik-baik dengan Mas Faisal? Dia itu tidak pekaaa, tidak pernah peka dengan perasaan orang lain. Kalau peka, mana tega dia selingkuh dan menyakiti hati mbakk Rianti. Gak mungkin, pria seperti itu jika tidak bertobat, maka Surga dijauhkan darinya. Inget, Mas, Surg
“Jadi kamu yang bernama Ayu?” Fitri menatap perempuan muda di hadapannya.“Iya, Mbak. Mbak siapa ya?” Ayu menatap heran ke arah Fitri dan Anisa.Dia baru saja bangun dari tidur siangnya, tiba-tiba saat Ayu keluar kamar dan hendak makan dua orang wanita itu sudah menghadangnya dengan sorot mata dingin. Ayu tidak mengerti masalah apa yang membuat mereka berdua membencinya.“Kamu tidak tahu siapa kami?” Fitri mendesis jengkel.“Memangnya kita pernah bertemu ya, Mbak?” Ayu bersikap acuh. “Pasti temannya Mbak Rianti ya, apa bibik tidak kasih tahu kalau Mbak Rianti tidak ada di rumah.”Ayu dengan acuh me
Faisal segera pulang ketika mendapatkan telepon dari Rianti, yang terdengar sangat mengkhawatirkan. Pria itu terkejut ketika Rianti terdengar bingung, kacau dan setengah histeris menceritakan perkelahian ketiga wanita itu. Faisal bisa dengan jelas mendengar teriakan dan kegaduhan lewat ponsel istri pertamanya. Belum lagi tangisan ketakutan Dewi.Benar saja, sesampainya dia di rumah, keadaan sangat kacau balau. Faisal melihat jilbab yang robek dan rambut Fitri berantakan. Tak kalah mengerikan juga keadaan rambut Anisa, ada goresan panjang di pipi adik iparnya, semoga saja tidak meninggalkan luka. Apalagi Faisal tahu bagaimana Anisa merawat diri.Bik Ina sedang sibuk membersihkan pecahan vas dan kaca, akibat perkelahian ketiga wanita tersebut. Rumah bagaikan kapal pecah, dan Faisal melihat Ayu duduk dengan mencengkram bantal di kursi.
“Kenapa mukamu bete, Yu?” Ikka yang baru saja pulang bekerja melihat Ayu sedang duduk di kontrakannya dengan wajah cemberut. “Banyak Mak lampir di rumah suamiku,” sahut Ayu asal. Wajah gadis itu terlihat ditekuk dan bola matanya berputar saat mengucapkan kalimatnya. “Mak lampir? Maksudmu?” Dilla yang baru saja muncul di depan pintu, langsung saja menceletuk ucapan Ayu “Itu, adik dan ipar suamiku datang. Ngeselin banget mulutnya nyotot sekali kalau ngomong. Pingin aku uleg jadikan rujak!” Ayu dengan bersemangat mempraktekan gerakan mengulek rujak. “Memangnya apa yang mereka lakukan sampai kamu kesal sekali?” Dilla yang penasaran duduk di depan Ayu dengan kaki yang tertekuk. “Masa mereka bilang aku Sundal?” Ayu melotot dengan sorot mata penuh kekesalan. “Dasar pakai hijab tapi mulut tidak tahu diselametin. Nyrocos terus … mulutnya nyinyirin aku terus. Memangnya kenapa kalau aku jadi istri kedua? Bukan juga istri simpanan. Gini-gini aku juga dinikahi secara agama, sah, hamil dan m
Ayu merasa dirinya menjadi terdakwa dalam persidangan. Wanita itu merasa kesal ketika keesokan harinya kembali, ternyata Fitri dan Anisa masih ada di rumah. Wajah Ayu dia tekuk, malas berhadapan dengan saudara Faisal yang selalu menyudutkan dirinya.Dia tahu kalau dirinya sudah kalah telak. Ayu pun merasa sedikit demi sedikit perhatian Faisal padanya mulai berkurang. Pria itu tidak lagi mengutamakan dirinya seperti dulu, ketika mereka masih belum menikah. Tepatnya ketika perut Ayu belum membesar dan melahirkan Dewi.“Keputusan Ayu sudah bulat, Mas. Ayu ingin menjadi istri yang mandiri dan tidak selalu merepotkan Mbak Rianti.” Ayu menatap Faisal dengan tegas.“Kamu yakin bisa tinggal sendiri? Selama ini semua pekerjaan rumah tangga sudah diselesaikan o
Rumah ini … meskipun tidak sebesar dan semewah rumah Faisal, tetapi Ayu merasa puas. Rumah ini jauh lebih baik daripada rumah orang tuanya di kampung. Apalagi Faisal rutin memerintahkan pekerja untuk membersihkan rumah yang tidak pernah di tempati itu.Ayu menghempaskan dirinya di atas tempat tidur. Gadis itu memandang langit- langit kamar dengan perasaan puas. Dia menggerakan kedua tangan dan kaki terbuka dan tertutup, seperti gerakan orang yang sedang berenang.“Mas, sini dong bubuk sama aku.” Ayu menepuk tempat tidur di sisinya yang kosong. Faisal masih berdiri dengan kaku di dalam ruangan yang pintunya terbuka. Lelaki itu seperti orang bodoh yang tidak tahu harus melakukan apa. “Mas … sini dong, kita kan sudah lama tidak berduaan begini.” Ayu memiringkan tubuhnya dan menumpu kepala dengan satu tangan.Gadis itu mengedipkan matanya manja. Dia meletakkan satu jari berputar di belahan dadanya. Ayu melepaskan satu bagian kancing blouse, sambil matanya menatap Faisal dengan penuh kei
Rianti tersenyum tipis ke arah bayi yang saat ini sedang tertidur pulas di sampingnya. Matanya menatap tajam ke arah sosok manusia kecil dengan aroma yang khas, nyaris tak berkedip.Tangan Rianti mencengkram bantal kecil di samping bayi itu. Sangat keras dia meremas bantal itu hingga tangannya memutih. Jika bergeser sedikit tangan itu akan mampu membuat si bayi kesakitan.Wanita itu memandang ke arah jam di dinding. Sekarang sudah pukul sebelas malam dan Faisal belum juga pulang. Perasaan marah semakin memenuhi hatinya. Delapan bulan sudah dia menyatakan perang dalam diam pada Ayu. Merubah diri dengan luar biasa, hingga Rianti yang sederhana menjadi wanita modern. Rambut dan kulitnya semakin indah dan lekuk tubuhnya pun padat berisi. Rianti berhasil mengambil perhatian Faisal dan membuat lelaki itu mengabaikan Ayu. Dia tersenyum sinis di balik topeng bersahaja, menertawakan Ayu yang kelimpungan karena Faisal tidak pernah mau menyentuh wanita itu lagi. Rianti ingin membuktikan satu
Rianti duduk tenang di balik kemudi. Dia menatap ke arah jalanan yang sepi. Matahari sudah masuk ke dalam peraduan dan suasana kelam di area parkiran belakang sebuah restoran makanan cepat saji, tidak membuat Rianti terganggu.Perempuan itu memiliki tingkat kesabaran yang tinggi. Dia saat ini sedang menanti seseorang, meskipun sudah lewat dari waktu yang disepakati, Rianti masih saja sabar menunggu.Dua puluh menit berlalu dari pesan terakhir yang dikirimkan oleh orang tersebut. Rianti masih menunggu dengan sabar. Meskipun beberapa mobil sudah pergi dari area parkir dan digantikan dengan mobil lain, hanya Rianti yang masih setia di tempat yang sama.Pesan tertulis kembali masuk. Rianti melirik dan melihat orang yang dia tunggu sudah tiba. Rianti menebarkan pandangan ke segal
“Dil, beneran itu cowok buat aku?” Ayu tak bisa memalingkan pandangannya pada sosok pria bertubuh besar tersebut. Wajah pria itu tidak setampan Faisal, meskipun tampaknya berusia lebih muda. Tubuhnya pun membuncit di bagian perut, berbeda dengan suaminya yang rajin push up.“Iya, dia pengusaha batu bara.” Dilla mengedipkan mata.Seperti janjinya pada Ayu, gadis itu memperkenalkan sahabatnya dengan seorang pria yang bisa memenuhi semua kebutuhan -baik di ranjang maupun dompet- wanita itu.“Yakin kamu? Beneran kaya?” Ayu menyenggol lengan DIlla. “Letoy, gak?”“Kamu mau aku cobain dia dulu?” Dilla menantang Ayu.“Gak usah, ah.” Ayu menatap ke arah pusat kelakian lelaki itu. “Biar aku yang memastikan sendiri nanti, kalau gak jago aku tinggal minta putus.” “Bodoh, kamu. Gimana kalau bulanan dia lebih besar dari Mas Faisalmu?” Dilla memutar bola matanya.“Memangnya kamu dapat berapa dari dokter?” Ayu memincingkan mata.Uang bukan menjadi hal yang utama bagi wanita itu, karena dia mendapat