"Bagaimana keadaan bayi saya, Dok?" Ayu bertanya lirih sambil menatap ke arah layar.
Dia tidak dapat memahami apa yang ditampilkan di sana. Layar hitam putih itu menunjukan gerakan perlahan dari bayi dalam kandungannya. Angka-angka di sana pun tak jua dia mengerti, meskipun sang dokter sudah menjelaskan beberapa kali.
"Sebentar, Bu." Dokter wanita setengah baya itu memperhatikan sekali lagi dengan seksama usg di layar monitor.
"Mbak, semua akan baik-baik saja, bukan?" tanya Ayu lirih dengan wajah sayunya.
Rianti tidak menjawab, perhatiannya tertuju pada tampilan layar di mana dia melihat bayi yang dikandung Ayu meringkuk. Wanita itu teringat saat di mana ketika dia mengandung Joko dan Jelita. Mereka dulu semungil itu dalam kandungan, murni tanpa cela.
Rianti setiap bulannya selalu mengantarkan Ayu untuk memeriksa kandungannya. Dia tidak membiarkan Faisal melakukan hal itu, karena Rianti masih tidak rela jika tiba-tiba saja perlahan ada perasaan kas
"Anaknya sakit?" Pertanyaan seorang ibu muda yang tiba-tiba duduk di sisi Rianti, membuat wanita itu terkejut.Saat ini Rianti duduk di bangku luar kamar rumah sakit. Dia merasa lelah dan perlu menghirup udara segar. Kamar pasien berisi dua orang itu terasa pengap baginya, apalagi ketika dilihatnya pasangan muda di sebelah yang terlihat mesra.Sejujurnya Rianti bersyukur karena fasilitas kamar Vip dan eksklusif telah penuh. Ada sebuah rencana yang ingin dia pikirkan, tetapi ragu-ragu untuk dia lakukan. Wanita baik hati itu masih memiliki sisi pertimbangan.Rianti menoleh ke arah wanita yang mengajaknya bicara, dia hanya tersenyum tipis, enggan menjawab pertanyaan yang tiba-tiba saja membuyarkan lamunannya."Anakku baru saja melahirkan cucu pertamaku. Suaminya sekarang masih di dalam kamar berduaan, jadi aku keluar tidak mau mengganggu," ucap wanita itu lagi. “Jeng, itu anaknya mau melahirkan?”Kembali wanita yang ada di sisinya ta
“Sus, pukul berapa sekarang?” Lelah menunggu, Ayu bertanya pada perawat yang kebetulan berada di ruanganya.“Pukul lima, Bu.”“Suami saya belum datang ya?” Ayu memiringkan badannya dengan susah payah. “Kenapa Mbak Rianti pulang sebelum Mas Faisal datang, sih.” Gadis itu menggerutu perlahan.“Mungkin masih terkena macet, Bu, biasa, kan ini jam pulang kantor.” Suster tersebut tersenyum ramah sambil mengatur jalur tetesan air infus.“Ya, itu, kenapa juga Mbak Rianti pulang pas jam macet. Seharusnya ‘kan tunggu Mas Faisal datang dulu.” Ayu kembali menggerutu. “Aku lapar, bisa tolong ambilkan roti itu?”Suster tersebut mengambil satu kotak roti yang telah ditinggalkan Rianti dan memberikannya pada Ayu. Dia menatap perempuan muda itu dengan pandangan yang terlihat tak suka, tetapi berusaha menekan sedalam mungkin."Air dan susu juga dong, bisa tolong di
"Ayu maunya di kamar itu." Gadis muda itu kembali merengek pada Faisal."Jangan Ayu, itu kan kamar Mbak Rianti dari awal. Masih ada kamar tamu di lantai bawah." Faisal berusaha memberikan solusi lainnya."Tapi, kamar itu tidak sebesar kamar utama, Mas. Apalagi Ayu sebentar lagi sudah mau melahirkan. Capek, Mas naik turun tangga, kemarin saja Ayu hampir terpeleset. Kalau sudah melahirkan nanti, kan pasti ada box bayi, kamar tamu mana cukup?" Ayu terus merengek.Faisal hanya diam saja saat Ayu berkali-kali mengguncang tubuhnya. Pria itu bingung bagaimana harus bersikap adil, sementara dia merasa tidak nyaman meminta Rianti pindah dari kamar utama yang bertahan-tahun mereka tempati bersama.Sikap lembut dan penurut Rianti yang tidak pernah membuat masalah, membuat Faisal semakin dirundung rasa bersalah. Akibat tidak dapat menahan diri terhadap godaan tubuh yang lebih berisi, kini dia harus menanggung akibatnya.Gadis muda ini, memang teras
"Ayu apa yang terjadi?" Faisal menggedor pintu kamar gadis itu dengan keras."Sakit, Mas, sakit." Gadis itu merengek dari arah dalam kamar."Buka pintunya, Ayu, ini kenapa dikunci pintunya?" Faisal mengeras-gerakan gagang pintu."Bagaimana, Mas? Ada apa dengan Ayu?" Rianti baru saja menyusul di belakang suaminya."Entahlah, Dik. Pintunya terkunci." Faisal menatap Rianti dengan cemas.Selama pernikahan mereka, tidak pernah sekalipun Rianti membuat dirinya merasa cemas. Hal itu sangat jelas disadari oleh Faisal. Sangat berbeda dengan Ayu yang lambat laun semakin berubah, lebih manja dan banyak maunya.Rintihan lirih Ayu yang mengerang kesakitan membuat Faisal dan Rianti berpandangan heran. Baru dua minggu lalu gadis itu keluar dari rumah sakit dan tenang untuk beberapa saat."Ayu!" Panggil Faisal lagi."Perutku sakit, Mas!" teriak Ayu dari dalam.Faisal tercekat mendengar perkataan istri mudan
Sesampainya di rumah sakit, para perawat segera menangani Ayu. Gadis itu mengalami pendarahan dan dokter menegur keras kepada Faisal. Mereka mengira pria itu melakukan aktivitas sexual yang berlebihan sehingga Ayu mengalami pendarahan."Ketuban istrinya sudah pecah dan kami harus melakukan ceasar malam ini juga." Dokter kandungan yang kebetulan baru saja menyelesaikan prakteknya, menatap tajam ke arah Faisal."Tapi, kandungannya belum genap sembilan bulan, Dok." Faisal ragu dengan keputusan yang diambil oleh dokter kandungan."Ukuran dan berat badan bayinya cukup untuk melahirkan. Nanti setelah lahir, dokter anak yang akan menangani.""Baiklah kalau begitu. Sebenarnya apa yang membuat dia tiba-tiba pendarahan ya, Dok?" Faisal penasaran karena sebelum dia turun ke kamar bawah, Ayu masih dalam keadaan baik-baik saja."Bapak ini bagaimana? Masa setelah melakukan tidak merasa?" Dokter tersebut berujar pelan dengan senyuman di wajahnya. Senyuman y
Ayu berhasil melahirkan bayinya dalam keadaan selamat. Bayi mungil itu kini harus mendekam dalam inkubator, sedangkan Ayu masih menjalani perawatan intensif pasca operasi caesar. Tiga kantong darah telah dialirkan ke dalam tubuh Ayu akibat pendarahannya.Rianti membiarkan Faisal menemani Ayu. Dia ingin melupakan dan mengalah, meskipun hati kecilnya sangat berontak. Wanita mulia itu saat ini menyibukkan diri untuk pindah kamar dan memberikan tempat itu untuk Ayu.Hanya saja Rianti bukanlah wanita lemah yang begitu saja membiarkan orang lain menginjak-injak harga dirinya. Meskipun rumah yang dia tempati adalah milik Faisal, tetapi wanita itu tetap memiliki penghasilan sendiri dari pembagian keuntungan perusahaan."Tolong dipindahkan ke sana saja." Rianti meminta tukang bangunan untuk menggeser lemari kecil yang baru dia beli."Bu, ada orang dari informa." Bi Ina datang mendekati Rianti yang sibuk dengan perluasan kamar tamunya."Oh ya, te
Setelah satu bulan dalam perawatan intensif, akhirnya Ayu dan bayinya keluar dari dalam rumah sakit. Wanita itu terlihat lebih segar meskipun jalannya masih terlihat tertatih. Ayu, melangkah dengan memeluk manja tangan Faisal, sementara Rianti menggendong bayi tersebut.Faisal segera membawa Ayu ke kamar depan seperti yang diinginkan oleh istri keduanya. Dia membuka pintu dan membiarkan wanita itu terpukau dengan luasnya kamar yang selama ini dia impikan."Ini, beneran Ayu tinggal di kamar ini?" Ayu seakan lupa jika sebelumnya lemas, berbalik dengan wajah berseri-seri."Iya, ini kamarmu sekarang." Faisal masuk dengan meletakkan tas koper berisi pakaian wanita itu."Mbak Rianti gak marah?" Ayu menatap ke arah istri tua suaminya dengan wajah polos yang seolah-olah merasa tidak nyaman."Hanya sebuah kamar, apa yang harus dirisaukan." Rianti tertawa kecil. Dia membawa bayi mungil tersebut ke arah ruang belakang, meninggalkan Faisal dengan istri k
"Bik Wati! Bik Ina! Tolong dong Dewi menangis," teriak Ayu yang masih sibuk dengan nasi padangnya.Tangis bayi itu tidak membuat Ayu bergeming sedikitpun dari makanannya. Gadis itu tetap dengan lahap makan, tanpa menghiraukan tangisan anaknya melainkan menambah keributan dengan berteriak memanggil pembantu rumah.Tak ada seorang pun yang muncul membuat Ayu kesal. Dia mulai meletakkan sendoknya dengan kasar dan bersiap untuk berteriak semakin keras."BI--""Sudah, biar Mas saja yang melihat Dewi." Faisal menyudahi makanannya dan berjalan mendekati bayi itu.Dia mengangkat tubuh mungil Dewi dan menggendongnya dengan kaku. Tentu saja Faisal sudah lupa bagaimana cara menggendong anak bayi, karena itu sudah dua p